Nabi Muhammad saw.
adalah seorang rasul yang diutus oleh Allah kepada umat manusia, beliau bukan hanya menyampaikan wahyu Allah kepada umat saja, tetapi beliau adalah pelopor dan
panutan umat dalam merealisasikan dan mengamalkan isi dari wahyu itu sendiri.
Semua jenis kebaikan pasti beliau orang yang pertama sekali yang melakukannya.
Dalam
sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw. tercatat
bahwa beliau tidak pernah mengumandangkan azan untuk shalat meskipun beliau adalah pemimpin dan pelopor dalam setiap kebaikan.
Hal ini menjadi tanda tanya,
mengingat azan merupakan salah satu syiar Islam yang sangat agung, bahkan bila kita bandingkan antara muazzin dan imam,
maka menurut pendapat kuat dan pendapat manyoritas ulama dalam mazhab Syafi’i
menyatakan bahwa menjadi muazzin lebih utama dari pada imam.
Keterangan ini senada
dengan pendapat yang diutarakan Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh
al-Muhazzab, yaitu sebagai berikut:
أما حكم المسألة فهل الأذان أفضل من الإمامة أم هي أفضل منه فيه أربعة أوجه أصحها عند العراقيين والسرخسي والبغوي الأذان أفضل وهو نصه في الأم وبه قال أكثر الأصحاب قال المحاملي هو مذهب الشافعي قال وبه قال عامة أصحابنا وغلط من قال غيره وكذا قال الشيخ أبو حامد إنه مذهب الشافعي وعامة أصحابنا
“Adapun
hukum permasalahan apakah azan lebih utama daripada menjadi imam, ataukah
menjadi imam lebih utama daripadanya, terdapat empat pendapat. Pendapat yang
paling sahih menurut ulama Irak, as-Sarkhasi dan
al-Baghawi adalah bahwa azan lebih utama. Ini adalah nash (teks) dari Imam
asy-Syafi‘i dalam kitab al-Umm, dan inilah pendapat mayoritas sahabat (pengikut
mazhab) beliau. Al-Mahamili berkata:
Ini adalah mazhab al-Syafi‘i dan
mayoritas ulama kami berpendapat demikian. Siapa yang mengatakan selain itu
maka ia telah keliru. Begitu pula Syekh Abu Hamid mengatakan bahwa ini adalah
mazhab al-Syafi‘i dan mayoritas ulama kami”.
Lalu apa alasan Nabi Muhammad saw., lebih memilih mengimami shalat ketimbang menjadi muazzin. Pertanyaan ini juga pernah ditanyakan kepada Imam al-Ramli, lalu beliau menjawab dengan beberapa alasan Nabi saw. lebih memilih menjadi imam daripada muazzin, yaitu sebagai berikut:
1. Azan memerlukan waktu luang untuk memperhatikan waktu-waktu shalat, sedangkan Nabi saw. selalu disibukkan dengan kemaslahatan umat dan beliau memiliki kebiasaan untuk terus-menerus melakukan suatu aktivitas (amalan) secara rutin.
2. Jika beliau mengucapkan “Hayya ‘alas shalah” maka hal itu mengharuskan umatnya untuk hadir berjamaah, karena beliau adalah pemberi perintah dan seruan. Memenuhi seruan Rasulullah adalah wajib. Maka beliau meninggalkannya (azan) karena belas kasih kepada umatnya agar tidak berdosa ketika umat tidak dapat memenuhi seruan itu.
3. Jika beliau mengumandangkan azan, maka beliau harus mengucapkan “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah” sedangkan ini tidak layak bila diucapkan sendiri. Bila beliau menggantinya dengan lafal “Asyhadu anni Rasulullah” ini merupakan perubahan dari susunan lafal azan.
4. Beliau tidak memiliki waktu luang untuk menjaga (konsistensi) azan karena sibuk dengan berbagai urusan penting agama seperti jihad dan lainnya. Sementara shalat harus ditunaikan dalam segala keadaan, maka beliau lebih memilih untuk menjadi imam. Karena alasan ini Umar ra pernah memberi mengucapkan “Seandainya bukan karena kekhalifahan, niscaya aku akan mengumandangkan azan”.
Refrensi:
1.
al-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab, Jld. 3, Cet.
(Kairo: Direktorat Percetakan al-Munīriyyah, 1344), h. 78.
0 Komentar