Rahasia Diam dan Bahaya Lidah yang Tak Terkendali



Lidah adalah anggota tubuh yang kecil dan lunak, namun memiliki pengaruh besar dalam hidup manusia: ia bisa menjadi jalan menuju surga atau justru menjerumuskan ke neraka. Karena itu, Rasulullah ﷺ mengingatkan kita untuk berhati-hati dalam berbicara, sebab setiap ucapan akan dipertanggungjawabkan. Diam bukan sekadar ketiadaan suara, melainkan sikap bijak untuk menahan diri dari ucapan yang sia-sia dan berbahaya. Namun, diam juga bisa berubah menjadi kerugian jika dilakukan saat kebaikan harus disampaikan. Oleh karena itu, seorang muslim dituntut untuk menjaga lisannya, memilih berkata yang baik atau lebih baik diam, agar selamat dari dosa, penyesalan, dan siksa di akhirat. Tulisan ini akan menguraikan rahasia di balik diam, bahaya lidah yang tak terkendali, serta pedoman Rasulullah ﷺ dalam mengajarkan kita untuk berkata baik atau memilih diam. Semua ini menjadi bekal berharga agar kita mampu menjadikan lisan sebagai sumber keberkahan, bukan sumber kebinasaan.

1. Rahasia di balik diam

Diam bagaikan mata uang yang memiliki dua sisi: bisa mendatangkan pahala, namun bisa pula menjerumuskan pada dosa. Semua bergantung pada bagaimana kita memaknainya. Demikian pula dengan ucapan. Bila kata-kata yang keluar adalah kebaikan, maka pahala menanti. Sebaliknya, bila yang terucap adalah kata-kata kotor dan buruk, kerugian dan dosa menjadi akibatnya. Diam dari keburukan adalah sebuah keberuntungan, tetapi diam dari kebaikan justru kerugian besar. Karena itu, ketika syariat memerintahkan untuk menghadiri majelis kebaikan seperti belajar dan mengajar, kita harus melaksanakannya agar tidak termasuk orang yang merugi.

2. Bahaya lidah yang tak terkendali

Terkadang, kita tak menyadari betapa berbahayanya lidah yang tidak terkontrol. Semakin banyak kita berbicara, semakin besar pula peluang kita untuk melakukan kesalahan. Rasulullah ﷺ bersabda: 

  لكل شيء نجاسة و نجاسةاللسان البذاءة

“Setiap sesuatu itu memiliki najis, dan najisnya lisan adalah ucapan yang keji”.


Ibnu Umar ra berkata:

من كثر كلامه كثر سقطه ومن كثر سقطه كثرت ذنوبه ومن كثرت ذنوبه كانت النار أولى به 

“Barang siapa banyak bicaranya, maka banyak pula kesalahannya.Barang siapa banyak kesalahannya, maka banyak pula dosanya. Dan barang siapa banyak dosanya, maka neraka lebih pantas baginya”.

3. Bicara yang baik atau diam

Rasulullah SAW bersabda:

من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت

"Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam." 


Hadis ini merupakan pengingat yang sangat berharga. Ia menuntun kita agar senantiasa berhati-hati sebelum mengucapkan sesuatu. Setiap kata yang keluar dari lisan seharusnya membawa kebaikan dan manfaat. Namun, bila tidak ada kebaikan yang bisa diucapkan, maka diam adalah pilihan paling bijak dan selamat.

Dalam sebuah syair, disebutkan:

فاحفظ لسانك واحترزمن لفظه * فالمرء يسلم باللسان ويعطب

Jagalah lidahmu dan berhati-hatilah dengan ucapanmu, sebab seseorang bisa selamat dengan lidahnya, namun juga bisa binasa karenanya.”


Lidah adalah anugerah yang bisa mengantarkan kita menuju surga, tetapi di saat yang sama juga mampu menjerumuskan kita ke dalam neraka. Karena itu, menjaga ucapan menjadi bagian penting dari keselamatan hidup. Rasulullah ﷺ bersabda:”Barang siapa diam dari sesuatu yang memang layak untuk ia diam, maka ia akan selamat dari siksa pada hari akhir”. Diam yang bijak adalah bentuk penjagaan diri. Ia bukan sekadar tidak berbicara, melainkan sikap penuh kesadaran untuk menahan diri dari ucapan yang sia-sia dan berbahaya. Namun demikian, setiap orang memiliki makna diamnya masing-masing ada yang menjadi tanda kebijaksanaan, ada pula yang sekadar menunjukkan kelemahan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

سكوت العالم شين وكلمه زين وكلم الجاهل شين وسكوته زين

“Diamnya seorang alim (berilmu) adalah aib, sementara perkataannya adalah perhiasan. Adapun perkataan orang bodoh adalah aib, sedangkan diamnya adalah perhiasan”.


Kesimpulan:

Dari uraian di atas, jelas bahwa diam bukanlah sekadar ketiadaan suara, melainkan sebuah sikap yang menyimpan kekuatan besar. Ia ibarat mata uang dengan dua sisi: bisa mendatangkan pahala, namun juga berpotensi menjerumuskan pada dosa, semuanya tergantung pada bagaimana kita menyikapinya.

Lidah ibarat pedang bermata dua. Jika digunakan untuk kebaikan, ia menjadi sumber keberuntungan. Namun, jika digunakan untuk keburukan, ia bisa menghancurkan. Ucapan yang keji bukan hanya berbahaya di akhirat, tetapi juga bisa merusak hubungan dan menjauhkan kita dari sesama di dunia

Pilihan bijak: berkata baik atau diam. Rasulullah ﷺ telah memberikan pedoman yang sangat jelas: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” Sikap ini adalah benteng yang akan menyelamatkan kita dari kesalahan, dosa, dan penyesalan

Diam dengan makna yang berbeda. Bagi orang berilmu, diam bisa menjadi aib karena seharusnya mereka menyampaikan kebaikan dan ilmu. Sebaliknya, bagi orang yang belum berilmu, diam adalah perhiasan karena dapat menahan mereka dari menyebarkan kebodohan atau kesalahan.





Refrensi:

Abdus Shomad al-Falimbani, Siyarus Salikin, Juz IV (Surabaya: Immarrah, t.t.), h. 8-11.

H. Adnan Yahya Lubis, Pelajaran Akhlak (Medan: Sumber Ilmu Jaya, t.t.), h. 6-7.



Posting Komentar

0 Komentar