Kedudukan Imam Nawawy dan Imam Rafii dalam Mazhab syafii

Dalam Mazhab Syafii tidak dapat lepas dari peran dua ulama besar yang mencapai derajat Mujtahid Fatwa/tarjih, yaitu Al-Imam al-Allamah Abu Zakaria Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi ad-Dimasyqi, atau lebih dikenal sebagai Imam Nawawi, lahir di desa Nawa, dekat kota Damaskus, pada tahun 631 H dan wafat pada tahun 24 Rajab 676 H. yang kedua Imam Syeikh Abdul Karim bin Muhammad bin Abdul Karim Abu Qasim ar-Rafii al-Qazwainy. Beliau lahir tahun 557 H/1162M dan wafat tahun 623 H/1226 M. Dalam istilah para ulama Syafi`iyyah, untuk kedua ulama besar tersebut digelari dengan Syaikhani (dua sang guru).

Imam Nawawy dan Imam Rafii memiliki kedudukan yang istimewa dalam mazhab Syafii. Para ulama sesudah beliau sepakat untuk menerima pendapat beliau. Ibnu Hajar al-Haitamy dalam muqaddimah Tuhfah mengatakan “bahwa para masyayikh senantiasa berwasiat dan menaqal/mengutip dari guru-guru mereka dan mereka juga mendengarnya dari guru-guru mereka bahwa yang mu`tamad dalam mazhab pendapat yang disepakati oleh Imam Nawawy dan Imam Rafii selama tidak sepakat ulama mutaakhirin bahwa pendapat keduanya adalah sahw/lupa”.

Bahkan Imam Ibnu Hajar al-Haitamy dalam Syarah `Ubab juga mengingatkan supaya jangan tertipu dengan debatan beberapa ulama mutaakhirun terhadap kalam Syaikhany (Imam Nawawi dan Imam Rafii) walaupun mereka membawakan nash imam Syafii, kalam aktsarin atau lainnya, hal ini karena Imam Nawaway dan Imam Rafii lebih banyak mengetahui tentang nash-nash Imam Syafii dan kalam para ashhab dari para orang-orang yang mengi`tiardh keduanya, selain itu Syaikhany tidak akan menyalahi nash Imam Syafii dan kalam ashahb kecuali ada sebab-sebab yang memang menghendaki demikian.

Salah satu contohnya kita lihat dalam masalah irtifa`/lebih tinggi tempat makmum dari imam. Menurut Syaikhany, hal ini makruh hukumnya, hal ini beliau sebutkan secara umum tidak dikaitkan kemakruhan tersebut hanya berlaku dimesjid atau bukan. Kemudian datanglah sebagian ulama mutaakhirin yang mengi`tiradh kalam syaikhany dengan mengatakan bahwa Imam Syafii telah men-nash dalam kitab Umm bahwa kemakruhan tersebut hanya berlaku pada selain mesjid. Hal ini juga diikuti oleh beberapa ulama mutakhirin lainnya.

Syeikh Sulaiman Kurdy mengatakan; saya sempat lebih cenderung kepada pendapat beberapa ulama mutakhirin tersebut sampai beberapa masa, sehingga saya akhirnya menemukan nash imam Syafii yang lain yang menjelaskan secara shareh bahwa mahruh hukumnya lebih tinggi makmum dari Imam (atau sebaliknya) karena ini dimakruhkan shalat Imam dalam Ka`bah sedangkan makmum berada diluar ka`bah, dan Imam Syafii memberikan alasan karena imam lebih tinggi tempatnya dari makmum.

Nah dapat kita lihat ketika para ulama mutaakhirin mengi`tiradh syaikhany dengan membawakan nash imam Syafii, namun kenyataannya pengetahuan Syaikhany tentang nash Imam Syafii lebih luas, Syaikhany mengetahui bahwa Imam Syafii pada masalah tersebut memiliki dua pendapat dan syaikhany lebih memilih pendapat yang lebih sesuai dengan qiyas yaitu makruh juga salah satu imam atau makmum lebih tinggi karena akan mencedrai mutaba`ah yang memang dituntut dalam shalat jamaah.

Mukhalafah antara kitab-kitab Imam Nawawy

Imam nawawi memiliki kitab yang banyak, dalam perjalanan ilmiyah seseorang adalah hal yang wajar bila terjadi hal-hal yang dapat mengubah pandangannya yang telah terdahulu, maka sangat mungkin pendapat seorang ulama dalam kitabnya terdahulu akan berbeda dengan pendapat beliau dalam kitab beliau yang dikarang kemudian. Hal ini juga terjadi pada Imam Nawawy. Bila terjadi pebedaan pandangan dalam beberapa kitab Imam Nawawi maka yang lebih didahulukan adalah :
1. Kitab tahqiq.
2. Majmuk syarah Muhazzab
3. Tanqih
4. Kitab mukhatashar beliau seperti Raudhatuth Thalibin
5. Minhajuth Thalibin dan seperti kitab fatwa Imam Nawawi
6. Syarah Muslim
7. Tasheh Tanbih dan kitab nukat Tanbih yang merupakan kitab-kitab yang merupakan karya beliau yang awal.

Ketentuan ini hanya belaku secara kebiasaannya, pada hakikatnya yang wajib dilakukan ketika adanya pertentangan diantara kitab-kitab beliau adalah memeriksa kalam para ulama-ulama muta`akhirun yang mu`tamad dan mengikuti pendapat yang ditarjih oleh mereka.

Referensi:
Imam Ali as-Syaliaty, `Awaid Diniyah fi Talkhish Fawaid Madaniyah, hal 55

Post a Comment

0 Comments