Hukum Wishal puasa; Berpuasa Tanpa Berbuka

Berpuasa adalah menahan diri semenjak terbit fajar hingga terbenamnya fajar. Ketika fajar terbenam, biasanya orang yang berpuasa berbuka. Namun bagaimana kalo seandainya kita masih tetap berpuasa hingga malam hari dan berlanjut dengan tiada makan dan minum hingga esok hari? Apakah hal ini dibolehkan atau bahkan akan lebih bagus?

Berpuasa hingga malam hari dan berlanjut hingga esok hari atau lebih lama dengan tanpa makan dan minum ini disebut dalam istilah fiqh dengan wishal. Imam Nawawi dalam kitabnya Raudhah Thalibin mendefiniskan widhal;

حقيقة الوصال: أن يصوم يومين فصاعدا ولا يتناول شيئا بالليل

Hakikat wishal adalah berpuasa dua hari atau lebih dan tidak makan/minum sedikitpun di malam hari.

Jika di malam hari ada makan atau minum sedikit saja maka bukan lagi dinamakan wishal. Lalu bagaimana hukumnya wishal puasa?
Hukum wishal dalam berpuasa adalah makruh. Namun para ashabil wujuh berbeda pendapat tentang status makruh tersebut, pendapat pertama mengatakan bahwa makruh wishal tersebut adalah makruh tahrim karena adanya larangan Rasulullah SAW, sedangkan larangan (nahi) berfaedah haram. Ini adalah yang dhahir dari nash Imam Syafii, karena Imam Syafii dalam kitab al-Mukhtashar menyebutkan bahwa Allah membedakan Rasulullah SAW dan umatnya dalam beberapa hal yang dibolehkan kepada Rasulullah SAW tetapi dilarang kepada umatnya, kemudian beliau menyebutkan salah satunya adalah wishal puasa. Sedangkan pendapat lain mengatakan adalah makruh tanzih, hal ini karena larangan tersebut tidak lain karena suapaya tidak lemas badan, sehingga larangan tersebut tidak adanya kaitannya dengan dosa. Wishal tidak membatalkan puasa.

Hikmah dari larangan melakukan wishal ini adalah untuk menghindari lemasnya badan sehingga kadang bisa berefek tidak sanggup menjalankan kewajiban biasa, bahkan kadang bisa berefek merusak badan dan bila berlangsung lama bisa berefek menyebabkan kematian. Ini merupakan pendapat mayoritas para mujtahid.

Namun Rasulullah SAW sendiri pernah melakukan wishal dalam berpuasa, sehingga para shahabat bertanya, Rasulullah menjawab bahwa beliau tidak sama halnya dengan mereka, beliau Allah berikan makanan dan minuman yang tidak diberikan kepada manusia biasa.

Dalil yang menjadi landasan makruhnya wishal adalah hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabada:

إياكم والوصال ,إياكم والوصال قالوا إنك تواصل يا رسول الله قال إنى لست كهيئتكم إنى ابيت عند ربي يطعمنى ويسقين

Jauhilah wishal, jauhilah wishal, para shahabat berkata; Ya Rasulullah, engkau melakukan wishal! Beliau menjawab; Sungguh saya tidaklah seperti kalian, saya bermalam di sisi Tuhanku, Dia memberiku makan dan minum (H.R. Imam Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits lain riwayat Imam Bukhari, dari Abdullah bin Umar, beliau berkata;

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الوصال قالوا إنك تواصل قال إنى لست مثلكم إنى اطعم واسقى

Rasulullah SAW melarang melakukan wishal, para shahabat berkata “sungguhnya engkau melakukan wishal, Rasulullah SAW berkata “sungguh saya tidaklah seperti kalian, saya diberikan makan dan minum”. (H.R Imam Bukhari)

Dalam hadits yang lain, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim;

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الوصال رحمة لهم الوصال قالوا إنك تواصل قال إنى لست كهيئتكم يطعمنى ربي ويسقينى

Rasulullah SAW melarang melakukan wishal sebagai rahmat bagi mereka, para shahabat berkata “sungguhnya engkau melakukan wishal, Rasulullah SAW berkata “sungguh saya tidaklah seperti kalian, saya diberikan makan oleh Tuhanku dan diberi minum”. (H.R Imam Bukhari dan Muslim)

Referensi;
Kitab Fiqh Shiyam, Syeikh Muhammad Hasan Hitu, hal 105 Dar Bisyarah Islamiyah,

Post a Comment

0 Comments