3 Amalan Yang Dijanjikan Surga Oleh Rasulullah


Rasulullah telah memberi contoh teladan bagi kita untuk selalu beramal dan meningkatkan kualitas amalan, sangat banyak amalan -amalan sunah yang di anjurkan oleh Rasulullah yang ganjarannya luar biasa dan berlipat ganda, bahkan tidak setimpal dengan apa yang dikerjakan. Padahal amalan tersebut sangat mudah dikerjakan, seperti mengerjakan salat dengan memakai siwak dan memakai serban. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Abu Darda’ di jelaskan “ Salat dua rakaat memakai siwak lebih baik dari pada salat tujuh puluh rakaat tanpa bersiwak”. Begitu pula sama persis dengan  hadist mengenai fadhilah memakai serban yang di riwayatkan oleh Imam Dailami.

Nah, Pada edisi kali ini kita akan membahas tiga macam amalan yang dijanjikan oleh Allah mendapatkan  keutamaan dan balasan luar biasa , namun banyak orang melewatinya. Dalam untaian hadist Rasulullah disebutkan:

ثَلاثٌ لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِهِنَّ لَرَ كَضُوا رَكْضَ الإبِلُ فِي طَلَبِهِنَّ: الأذَانُ وَ صَّفُ الأوَّلِ والغُدُوِّ إلىَ الجُمُعَةِ

Artinya “Jika manusia mengetahui akan kelebihan yang terkandung dalam tiga amalan ini, yaitu mengumandangkan adzan, menempati saf pertama dan berpagi-pagi menghadiri salat Jumat, maka mareka akan memacu kuda untuk mengejarnya (akan berusaha keras untuk dapat mengamalkannya)”

Amalan pertama adalah mengumandangkan adzan. Azdan secara bahasa bermakna  memberi tahu, namun secara istilah adalah menyerukan lafaz-lafaz yang terkhusus, dengan maksud untuk memberi tahu bahwa telah masuknya waktu salat. Hukum mengumandangkan adzan adalah sunat muakkad  (sunat yang diberatkan) orang yang mengumandangkan azdan biasa disebut dengan muazin. Adapun syarat diserukan adzan adalah ketika masuk waktu salat. Sementara syarat muazin adalah islam, lelaki,  mumayiz ( bukan anak kecil, orang gila dan orang mabuk), dan disunahkan  untuk meninggikan suara ketika menyerukan adzan serta membaguskannya.

Allah menjanjikan pahala yang luar biasa bagi seorang muazin yang ikhlas, diantaranya, sesorang muadzin yang ikhlas diposisikan sejajar dengan para aulia, ulama dan penghafal Al-Qur’an dari segi ketika muazin meninggal dunia, maka jasadnya tidak akan dimakan oleh tanah, dalam artian jasadnya muazin masih utuh seperti ketika dikuburkan. Dalam sebuah hadist yang lain diuraikan bahwa seseorang yang mengumandangkan adzan dalam masjid, maka Allah akan menempatkannya pada hari kiamat nanti diatas bukit pasir yang tinggi yang terbuat dari miski (minyak Kasturi) yang hitam, yang ia tidak akan dihisab dan tidak akan merasakan ketakutan seperti yang dialami manusia lain di ketika itu. Dan menyerukan adzan lebih utama dari imamah ( menjadi imam).

Kedua adalah menempati saf pertama, saf pertama akan  diperoleh dalam salat berjamaah. Anjuran bagi salat jamaah sangat ditegaskan oleh Nabi kita, bahkan pada masa Rasulullah terdapat ancaman keras bagi orang  yang tidak melaksanakan salat berjamaah tanpa adanya uzur, ancamannya berupa rumah seseorang tersebut akan dibakar, mengapa demikian ? karena keutamakan dari salat berjamaah sangatlah besar, dengan melaksanakan salat jamaah, maka akan tersiarnya syiar islam, memperkuat solidaritas antar sesama, sehingga akan mempererat rasa cinta dan kasih sayang antar sesama muslim. Yang tak kalah penting lagi adalah salat secara berjamaah akan diberikan pahala 27 derajat, dibandingkan salat secara sendirian, dan makruh pula hukumnya meninggalkan salat jamaah tanpa uzur.

Adapun fadhilah dari menempati saf pertama ada diterangkan dalam sebuah hadist riwayat dari Imam Muslim, yang bahwasanya seandainya manusia mengetahui keutamaan yang terdapat pada adzan dan saf pertama, kemudian mareka tidaklah mendapatkannya kecuali dengan diundi, niscaya mareka akan mengundinya. Dalam hadist riwayat Abu Dawud dikatakan bahwa Allah dan para malaikatnya berselawat kepada orang yang salat di saf  pertama.

 Berbeda dengan wanita yang keutamaan salat berjamaahnya  berada disaf terakhir ketika berjamah dengan para wanita dan lelaki, dikakarenakan saf terakhir bagi wanita berposisi  paling jauh dengan jamaah lelaki.

 Seorang yang berusaha untuk mendapatkan saf pertama tentu akan bersegera menuju mesjid, sehingga  ia akan mendapatkan kelebihan berupa mudahnya melaksanakan salat sunah tahiyatul masjid atau sunah rawatib, berkesempatan mendapatkan waktu mustajabah untuk berdoa antara adzan dan iqamat dan yang paling hebat lagi yaitu mendapatkan peluang takbiratul ihram dengan imam yang keutamaannya berlipat ganda. Dan orang-orang yang terbiasa mengakhirkan hadir ketika salat jamaah, maka Allah akan mengakhirkan tercapainya urusan mereka. Artinya, orang-orang yang hadir terakhir sehingga tidak menempati saf utama, maka Allah akan mengakhirkan bagi mareka akan keutamaan, Rahmat, kemuliaan ,ilmu yang bermanfaat, kedudukan, dan kebaikan- kebaikan.

Saking lebihnya saf pertama, sehingga untuk mendapatkan saf pertama, seseorang harus tertinggalnya rukuk bersama dengan imam pada selain rakaat terakhir, maka lebih utama untuk menuju saf pertama, walaupun tidak mendapatkan rukuk dengan imam pada selain rakaat terakhir tersebut, karna jika rukuk bersama imam, maka akan tertinggal untuk menempati saf pertama, berbeda halnya jika seseorang berada paka rakaat terakhir, maka didahulukan untuk mendapatkan rukuk dengan imam, supaya dihitungnya satu rakaat mengikuti imam. Posisi berdiri di sebelah kanan di belakang imam lebih utama dari pada berdiri di sebelah kiri belakangnya imam, walaupun dengan berdiri disebelah kiri imam seseorang dapat mendengar bacaan imam dan melihat gerak geriknya imam.

Ketiga adalah berpagi pagi menghadiri jumat ,meskipun mayaoritas orang bermalas-malasan untuk menghadiri jumat pada waktu yang utama, ditambah lagi godaan setan yang terus  melalaikan manusia dengan hal yang tidak berfaedah pada hari berkah ini. Dalam kitab-kitab para ulama terdapat pengklasifikasian waktu- waktu menghadiri  salat jumat, yang semua ini berpijak pada sebuah hadist Nabi.

Terdapat 6 pembagian waktu menghadiri Jumat beserta keutamaannya. Pertama seseorang yang menghadiri Jumat pada waktu pertama yaitu ketika terbit matahari, maka  balasannya seperti ia telah berkurban seekor unta. Waktu kedua yaitu ketika naiknya matahari, maka pahalanya seperti ia telah berkurban seekor lembu. Waktu ketika ketiga yaitu ketika bersinarnya matahari dan telah mulai terasa panas dikaki, maka ganjarannya seperti ia telah berkurban seekor kibas (kambing atau domba) yang bertanduk.

Waktu keempaat yaitu sesudah Duha, maka balasannya seperti ia telah berkurban seekor ayam. Waktu kelima yaitu ketika akan tergelincirnya matahari, maka ia seperti berkurban sebutir telur, dan ada yang mengatakan seperti berkurban seekor burung pipit. Sementara seseorang yang menghadiri Jumat pada waktu keenam atau terakhir, yaitu setelah tergelincirnya matahari ,maka ia seperti menghadiahkan sebutir telur. Maka seorang yang menghadiri Jumat setelah 6 waktu yang telah tersebut diatas, maka ia hanya memenuhi kewajiban salat Jumat, tanpa memperoleh kelebihan apapun.

Inilah 3 perkara yang  keutamaannya menempati urutan amalan-amalan teratas, yang kita mesti sadar tentang kesempatan yang dipersembahkan oleh Allah dalam waktu hidup yang relatif singkat ini untuk dapat kita memanfaadkannya dengan sebaik mungkin.

Semoga rahmat, taufiq serta hidayah Allah tetap tercurahkan kepada kita, sehingga terbesit hati kita untuk mengimplimentasikan 3 hal ini, umumnya semua sunah-sunah Nabi, karna megerjakan sunah Nabi adalah bukti cintanya kita kepada Baginga Rasul, sehingga sang Rasul akan mengingat, mencintai serta memberi syafaat dan menolong kita ketika dipersidangan hari kiamat nantinya. Berbahagialah seseorang yang menghidupkan sunah nabi, karena permulaan lahirnya islam terasa asing dikalangan manusia kala itu, dan juga akan terasa asing ketika dunia diambang kiamat (sekarang), maka berbahagialah orang orang yang terasing.

Harapan penulis adanya secerca doa dari pembaca, semoga kebaikan terus tercurah kepada penulis artikel ini dan tercapainya cita-citanya, serta juga kepada pembaca tentunya dan kepada umat muslim sedunia umumnya. Wasalam, dan terima kasih.

“Fastabiqul khairat”

(Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan)

Referensi:

kitab Ianatuttalibin, jilid 2, cet.Toha Putra, hal: 24

Kitab Al-Mahalli, Jilid 1, cet. Darul Fikri, hal: 330

Kitab Ihya U’lumuddin, Jilid 1, cet. Darul Fikri, hal:232

Kitab Dakaikul Akbar, cet. Darul I’lmi, hal: 18

Kitab tangkihul kaol.

Posting Komentar

0 Komentar