Zakat Mampu Menghilangkan Kikir


Hawa nafsu cenderung membuat manusia bersifat rakus. Bahkan seorang bayi yang masih menyusu, apabila ibunya menyusui bayi lainnya, maka dirinya akan menderita. Bayi itu akan menjauhkan bayi lainnya itu dari sang ibu meskipun hanya dengan tangisan yang merupakan tanda dari penderitaannya.


Demikian juga dengan hewan, kita akan melihat bahwa apabila anak sapi tahu ada yang mendekati susu induknya, maka ia akan menanduk dan menjauhkannya dari ibunya.


Jika nafsu memiliki karakter seperti demikian dan kedermawanan adalah sifat yang dibutuhkan untuk melawannya, maka zakat menjadi solusi dan latihan untuk membentuk kedermawanan sedikit demi sedikit. Sehingga sifat mulia tersebut menjadi kebiasaan baginya. Inilah jihad terbesar manusia. Karena harta benda dianggap lebih mulia dari diri manusia, karena nafsu manusia lebih mencintai harta benda ketimbang dirinya sendiri, maka Allah menyebut harta lebih dahulu daripada anak-anak dalam firman-Nya, “Harta benda dan anak-anak adalah perhiasan dunia”(QS. al-Kahfi: 46). 

Hal ini dikarenakan salah satu tabiat manusia adalah cenderung mencintai perhiasan dan kehidupan dunia.


Dengan demikian, maka kecenderungannya kepada hatra lebih banyak dibanding kepada hal lain.


Jika kita memberikan zakat, mencurahkan segala kemampuan diri dan membiasakan zakat demi sebuah kemuliaan, maka kita benar-benar telah membersihkan kedudukan dan harta benda kita dengan kedermawanan. 


Selain itu, kita juga telah menghilangkan hal yang  kotor dan mengganggu berupa sifat kikir. Perlu dicatat bahwa sesungguhnya kikir muncul karena tidak adanya kepercayaan kepada sang Pencipta Yang Maha Memberi Rezeki. 


Apabila kita mengetahui bahwasanya di sana ada sang Pencipta Yang Maha Memberi Rezeki,  hal ini tentu tidak akan menghalangi kita untuk memberi pada orang-orang fakir miskin. Berdasarkan hal ini, kemuliaan merupakan hasil keimanan yang sempurna. 

Berikut beberapa ayat yang turun dengan maksud mencela orang-orang yang kikir. Mereka itu adalah orang-orang yang enggan membayar zakat.

Allah SWT berirman, “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. (yaitu) pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahanam, lalu dibakar dengannya dahi, lambung, dan punggung mereka. (lalu dikatakan) pada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu” (QS. at-Taubah: 34-35).

Di ayat yang lain, Allah SWT berfirman, “Apakah yang memasukkanmu ke dalam Saqar (neraka)?” Mereka menjawab: “Kami dulu tak termasuk dalam orang-orang yang mengerjakan salat. Dan Kami tidak (pula) memberi makan orang miskin (QS. al-Muddatsir : 42-44).


Di ayat yang lain lagi, Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin (QS. al-Ma’un: 1-3).


Allah SWT juga berfirman, Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: “Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang kekuasaanku daripadaku,” (Allah berirman): “Peganglah Dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah yang Mahabesar dan juga tak mendorong (orang lain) untuk memberi makan orang miskin (QS. al-Haqqah: 25-34).

Sementara Nabi Saw. bersabda, “Tidak akan berkumpul kebakhilan dan keimanan dalam hati seorang hamba selamanya”. Semoga Allah SWT melindungi kita dari penyakit yang mematikan perasaan, harga diri, dan kemanusiaan. Amin ya rabbal ‘alamin.


Rujukan: Ali Ahmad al-Jurjawi, HikmahTal-asyri’ wa Falsifatuh, (Semarang: al-Haramain, t.t), hal. 172.

Post a Comment

0 Comments