Ilmu Nahwu : Dhamir Fashal

     


     Ilmu nahwu adalah suatu ilmu tentang mengenal qaidah-qaidah dalam bahasa arab, yang mana tujuan utama dari belajar ilmu nahwu adalah untuk memahami alqur’an dan hadist nabi dengan pemahaman yang benar dan mendalam, bagi kalangan santri ilmu nahwu adalah pelajaran pokok yang harus dikuasai sejak pertama kali masuk pondok, yang mana tujuannya adalah untuk mahir dalam belajar kitab-kitab gundul karangan ulama terdahulu, yang tujuan dasarnya juga untuk mengenal hukum hukum Allah.

    Diantara banyaknya pembahasan dalam ilmu nahwu, tentu saja kita pernah mendengar tentang dhamir fashal atau dhamir ‘imad, lantas bagaimana pengertiannya dan apa saja syarat dari dhamir tersebut.

    Imam jamaluddin ibnu hisyam di dalam kitab fenomenalnya yang bernama Mughni Labib menjelaskan: kalau berbicara tentang dhamir fashal maka tidak terlepas dari empat perkara,yaitu:

1. Tentang syarat syaratnya 

Adapun syarat dari dhamir fashal ada enam 

Disyaratkan pada kalimat sebelumnya dua perkara, yaitu harus dalam keadaan mubtada pada hal (dia di’rabkan sebagai mubtada) ataupun mubtada pada asal (dia tidak di I’rabkan sebagai mubtada tetapi di I’rab kan sebagai isim dari amil nawasikh atau maf’ol yang dasarnya mubtada seperti isem اِنَّ   dan saudaranya dan ظَنَّ  dan saudaranya) Imam al akhfasy membolehkan dhamir fashal terletak diantara hal dan shahib hal contohnya   جاء زيد هو ضاحكا   

Disyaratkan kalimat sebelumnya harus dalam keadaan ma’rifah, tetapi beberapa ‘ulama seperti imam farra’I dan imam hisyam dan beberapa pengikut mereka dari ulama kuffah berpendapat, kalimat sebelum dhamir fashal boleh dalam keadaan nakirah.

Disyaratkan pada kalimat sesudahnya, harus dii’rabkan sebagai khabar mubtada pada hal atau pada asal 

Disyaratkan kalimat sesudahnya harus dalam keadaan ma’rifah atau kalimat yang sama seperti ma’rifah (sama sama tidak bisa masuk أل   seperti kalimat nakirah yang menjadi mudhaf) dan di syaratkan kalimat yang sama seperti ma’rifah tersebut harus isim. Dalam hal ini ibnu hisyam berbeda pendapat dengan imam al jurjani yang menyatakan fiil mudahri’ juga bisa terletak setelah dhamir fashal, karna sama dengan isem yang tidak bisa dimasuki أل   alasannya, karna fiil mudhari’ serupa dengan isim.

Disyaratkan pada dirinya harus dalam sighat marfu’ maka tidak sah seumpama زيد اياه الفاضل 

Disyaratkan pada dirinya harus sesuai dengan kalimat sebelumnya maka tidak sah seumpama كنت هو الفاضل   sebab qiyasnya كنت انا الفاضل 


2. Tentang faidah dhamir fashal, yaitu ada tiga faidah 

Faedah yang kembali kepada lafadh, yaitu dapat memberitahu kalimat sesudahnya dii’rabkan sebagai khabar bukan sebagai na’at, maka karna ini lah dhamer tersebut dinamakan dhamir fashal (pembeda) karna membedakan antara khabar dan na’at 

Faedah yang kembali kepada ma’na, yaitu taukid. Sebagian para ulama menjelaskan: maka dhamir fashal tidak dapat bersatu dalam satu jumlah dengan kalimat taukid, maka tidak dikatakan زيد نفسه هو الفاضل 

Faedah yang kembali kepada ma’na pula, yaitu ikhtisas. Bahkan kebanyakan ulama bayan menjelaskan faidah dhamir fashal hanya untuk ikshtisas 


3. Pada mahal I’rab nya 

Ulama basharah berpendapat bahwa dhamir fashal tidak bermahal sehingga kebanyakan dari mereka berpendapat bahwa dhamir fashal adalah huruf maka tiada kemusykilan pada pendapat mereka, tetapi imam khalil berpendapat dhamir fashal adalah isim, beliau membandingkan bahwa dia sama dengan isem fi’il dari segi tidak bisa menjadi ma’mul dari amil.

Menurut ulama kuffah dhamir fashal ada mahal I’rab nya, imam al kasa’I berpendapat mahalnya, sesuai dengan kalimat setelahnya. Sedangkan imam al farra’I berpendapat mahalnya sesuai dengan kalimat sebelumnya. Maka mahal dhamir fashal yang terletak antara mubtada dan khabar adalah rafa’, sedangkan antara dhanna dan saudaranya maka nashab, sedangkan antara kana dan saudaranya, nashab disisi imam al kasa’I, rafa’ disisi imam farra’i.

4. Tentang ihtimal yang terjadi pada beberapa contoh, misalnya ihtimal yang terjadi pada contoh كنت انت الرقيب   maka pada contoh tersebut ihtimal انت  dii’rabkan sebagai taukid lafdhi dari ت dhamir bariz muttasil, dan juga ihtimal انت   tersebut sebagai dhamir fashal, tetapi dia tidak ihtimal sebagai mubtada sebab pada misal tadi jelas kalimat didepan nya menjadi nashab sebagai khabar dari كان . Dan juga terjadi ihtimal pada beberapa contoh yang lain yang tak terhinggi.


والله أعلم بالصواب 


Referensi rujukan: kitab mughni labib karangan ibnu hisyam halaman 104-106 


Post a Comment

1 Comments