Menerima Ketentuan Allah Atau Berobat?



Manusia yang berperan sebagai hamba Allah,  bahkan  segenap makhluk hidup, lazimnya Allah berikan berbagai ujian. Ujian tersebut Allah sugukan bervariasi, semua itu dengan tujuan mengukur kadar ketabahan, mengangkat kedudukan seseorang hamba dan lain sebagainya. Salah satu ujian yang Allah berikan diantaranya sakit. Tidak ada yang terkecualikan dari sakit yang Allah berikan. Semua  umat manusia pernah merasakan sakit, baik pada kalangan manusia biasa seperti kita, bahkan juga kepada insan istimewa sekalipun yakni Baginda Muhammad SAW. Namun apakah mencegah dan mengobati sakit tersebut berarti  kita telah ingin mengelak dari sunnatullah? apakah upaya berobat merupakan menolak takdir Allah?

Menjawab pertanyaan tersebut dapat kita tela’ah berbagai sumber dari hadis riwayat Tarmidzi(2065), Ibn Majjah(3437) dari Abu Khuzamah dari bapaknya RA, aku bertanya kepada Rasulullah SAW  "Wahai Rasulullah, apa pendapatmu tentang ruqyah yang kami lakukan, obat yang kami minum dan larangan (pantangan) yang kami hindari, apakah itu menolak takdir Allah?"

Rasulullah SAW menjawab , "itu (berobat) merupakan takdir Allah.".

Ibnu Qayyim dalam kitab ath-Thib an-Nabawi (86-89) memaparkan, " Dalam hadist-hadist ini dijelaskan tentang sebab akibat, serta membantah mereka yang mengingkari adanya sebab akibat

Dalam hadits Nabi, " Setiap penyakit itu ada obatnya ." dapat dimengerti dengan dua penafsiran :

1. Hadist Nabi " setiap penyakit itu ada obatnya " , bersifat umum, termasuk penyakit yang mematikan dan penyakit yang tidak dapat disembuhkan oleh dokter. Sebenarnya, Allah telah menciptakan obat untuk penyakit tersebut. Namun, Allah juga merahasiakannya dari  pengetahuan manusia dan tidak diberikan jalan untuk mengetahuinya.

Tidak secuilpun ilmu yang diketahui oleh segenap makhluk kecuali Allah sendiri yang memberikannya kepada mereka. Maka dari hal tersebut, Rasulullah SAW menegaskan bahwa kesembuhan itu adalah "... apabila obat telah mengenai penyakit, maka penyakitnya akan sembuh dengan izin Allah SWT." Karena tidak satupun Allah ciptakan di dunia ini kecuali ada lawannya, dan setiap penyakit lawannya adalah obat ,maka obat itulah yang menjadi perantara sebab kesembuhan dari suatu penyakit, tentunya atas izin Allah SWT.

Rasulullah juga menjelaskan bahwa kesembuhan itu dapat diperoleh apabila obat yang dikonsumsi selaras dengan keluhan sakitnya(penyakitnya). Apabila obat itu kelebihan takarannya(dosis), maka akan menimbulkan penyakit lain.

Sebaliknya, apabila dosisnya kurang, maka obat tersebut tidak akan ampuh mengatasi penyakit. Terlebih bila penyakit yang diderita tidak diatasi dengan obat. maka si sakit tidak akan sembuh lumrahnya. Apabila obat tersebut telah melewati batas gunanya(kadaluarsa), maka tidak dapat memberikan efek atau manfaat apapun bagi penyakit yang di obatinya. Apabila tubuh tidak dapat menerima obat itu atau tidak dapat memprosesnya dengan baik maka tidak dapat memberi kesembuhan lazimnya. Sebaliknya, apabila obat tersebut dapat diproses dengan totalitas oleh tubuh, maka dia akan mendapatkan kesembuhan. Inilah penafsiran dari hadist Nabi diatas.


2. Hadist Nabi ," Setiap penyakit itu ada obatnya ." Dapat dinilai sebagai Kalam yang bersifat umum, namun yang dimaksud adalah khusus (ithlak 'am iradah khas). Artinya, tidaklah Allah menciptakan penyakit kecuali Allah sendiri yang menciptakan obatnya juga. Oleh sebab demikian, tidak termasuk penyakit yang tidak dapat disembuhkan (penyakit yang menuntun sebuah sebab ajal). Ini seperti halnya firman Allah dalam surat Al-Ahqaf ayat 25 tentang angin puyuh yang membinasakan kaum 'Aad .

" Yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya." (Al-Ahqaf: 25 )

Artinya, setiap sesuatu dapat dihancurkan, dan angin puyuh itu bersifat menghancurkan. Angin puyuh itu bersifat menghancurkan dan Allah tidak memberikan penangkalnya (obat) kepada kaum 'Aad. Dan masih banyak lagi contoh-contohnya.

Dalam hadist-hadist sahih barusan, Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk berobat karena tidak menodai nilai-nilai tawakkal kepada Allah. Bahkan, tidaklah sempurna nilai tawakkal seseorang melainkan dia melakukan sebab(usaha) yang telah Allah gariskan. Tatkala lapar dia harus mencari sebab untuk menghilangkan lapar yakni makan. Dikala sakit, dia harus mencari sebab untuk sembuh, yaitu dengan berobat dan lain-lain. Demikianlah ketentuannya, yang namun semua itu mesti kita garis bawahi sebagai bentuk wujud izin Allah SWT juga.


Pembaca web LBM MUDI MESRA yang budiman, jika berobat bukanlah menolak takdir Allah dan berobat adalah bagian alternatif kesembuhan sebelum tawakal, timbul pertanyaan apakah segala penyakit dapat disembuhkan segala penyakit ada obatnya?

jawabannya adalah benar, Allah menurunkan penyakit bersamaan dengan cara penyembuhannya

menjawab pertanyaan tersebut kita perlu merujuk beberapa riwayat hadis sahih berikut.

 Riwayat Bukhari (5678) dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda :

 "Tidaklah Allah menurunkan penyakit Kecuali Dia menurunkan cara penybuhannya."

Riwayat Ahmad dalam musnadnya (3/156) dari Anas bin Malik RA, Rasullulah SAW bersabda:

 "Sesungguhnya Ketika Allah menciptakan Penyakit, Dia pun menciptakan obatnya, maka berobatlah kalian."

  Riwayat Tarmidzi (2038) dari Usamah bin Syarik RA, Rasulullah SAW bersabda :

 "Wahai hamba-hamba Allah, berobatlah. Karena sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit kecuali Dia juga menciptakan cara penyembuhannya, Kecuali sakit mati,"

Riwayat Imam Ahmad dalam Musnadnya(1/433) dari Imam Ibnu Mas'ud RA, Rasulullah SAW bersabda :

 "Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit Kecuali Dia juga menurunkan obatnya. Orang yang mempelajarinya akan mengetahui dan orang yang tidak mempelajarinya tidak akan mengetahui."


  Riwayat Imam Abu Daud (3874) dari AbuDarda' RA, Rasullulah SAW bersabda:

  "Sesungguhnya Allah menciptakan setiap penyakit ada obatnya, maka berobatlah dan janganlah berobat dengan sesuatu yang haram."

 Imam Ibn Hajar al-Asqalani dalam kitab Fath al-Barri (11/279) berkata, " Yang dimaksud dalam perkataan 'anzala Allah' dalam hadits 

"Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia menurunkan cara penyembuhannya". adalah Allah menurunkan pengetahuan tentang pengobatan kepada Rasulullah melalui malaikat, atau Allah telah menetapkan obat dan cara penyembuhan dari setiap penyakit.

  Ditegaskan juga dalam hadits lain, bahwa berobat adalah perbuatan yang halal selama tidak melakukan pengobatan dengan cara haram."

Jadi,berobat tidaklah menolak takdir Allah, dan tidaklah menggugurkan nilai nilai tawakkal, seperti halnya orang yang berusaha menghilangkan rasa lapar dan haus dengan alternatif melakukan sebab yakni makan dan minum. Dan lagi-lagi Allah sendiri yang menyeru kita untuk berusaha berobat sebelum tawakkal dengan segala yang telah Allah ciptakan dimuka bumi ini, karena demikianlah kriteria tawakkal yang benar. Semoga Allah memberikan kepada kita selalu dalam lindungan-Nya.



Wallahu a'lam bisshawab


Ref :

-Kitab Fath Al-Barri karangan Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani (11-279)

-kitab Shahih Bukhari

Post a Comment

0 Comments