Kenapa Jatah Warisan Laki-laki Lebih Banyak Daripada Perempuan? Ini Penjelasannya!

 

Sebagaimana maklum bahwa pada beberapa kasus dalam permasalahan membagi warisan (faraid) syariat mengatur bagian yang diperoleh oleh laki-laki dari harta warisan adalah dua kali lipat jatah perempuan. Misalnya, pada kasus hanya ada anak laki-laki dan perempuan, atau saudara laki-laki dan perempuan, dan lain sebagainya. Maka timbul pertanyaan dari realitas ini, kenapa syariat mengaturnya sedemikian rupa? Apa alasan filosofis di balik ketetapan itu? Bukankah perempuan kodratnya lebih lemah daripada laki-laki sehingga laki-laki lebih kuat untuk berusaha? Dan berbagai macam pertanyaan lain yang mungkin saja muncul.

Sebelum menjawab pertanyaan ini, perlu diketahui bahwa setiap aturan hukum yang telah ditetapkan oleh syariat memiliki alasan dan hikmahnya tersendiri, di antaranya ada yang diizinkan oleh Allah Swt untuk diketahui dan ada juga yang hikmahnya tidak diketahui. Sedangkan pada kasus ini, oleh Syekh Muhammad Ali as-Shabuni menyebutkan bahwa ada sangat banyak hikmah di baliknya. Namun, beliau menyebutkan lima di antaranya dalam karya beliau dalam ilmu faraid yang berjudul al-Mawarits fi al-Syariah al-Islamiah fi Dhauil Kutub wa Sunnah. Lima hikmah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Agama mengatur wanita sebagai makhluk yang mendapat tanggungan atau nafkah dari orang lain, baik orang tuanya, anaknya, suaminya atau kerabat-kerabat yang lain seperti yang telah diatur dalam fikih, walaupun wanita tersebut memiliki harta yang banyak dan berlimpah, justru laki-laki sebaliknya. 

2. Perempuan tidak diperintahkan untuk memberi nafkah kepada orang lain, sedangkan laki-laki harus menafkahi.

3. Nafakah laki-laki lebih banyak dan tuntutan yang harus ditanggungnya berkaitan dengan harta lebih banyak, maka kebutuhannya pun jadi lebih banyak.

4. Laki-laki yang harus membayar mahar dalam pernikahan, sedangkan wanita yang menerimanya. Laki-laki juga dituntut untuk menyediakan tempat tinggal, makanan, dan pakaian untuk istri dan anak-anaknya. 

5. Biaya mengajar anak-anak, biaya pengobatan jika sakit istri dan anak-anaknya ditanggung oleh laki-laki, sedangkan perempuan tidak.

Di samping itu juga masih banyak lagi sebenarnya tuntutan-tuntutan yang hanya ada pada laki-laki dan tidak dituntut pada perempuan. Jadi, patut saja jika dipandang dari uraian singkat di atas kalau syariat memberikan harta warisan kepada laki-laki dua kali lipat dibandingkan jatah perempuan, karena mengingat kebutuhan laki-laki lebih banyak. 

Syekh Ahmad al-Jurjawi dalam kitabnya, Hikmatu al-Tasyri’ wa Falsafatuh, mengutip sebuah ungkapan dari Imam Nasa’i yang berisikan beberapa hal yang memang laki-laki lebih utama daripada wanita. Imam Nasa’i berujar, “Laki-laki dilebihkan daripada perempuan kuat dengan akal, tekad, konsistensi, pemikiran (analisis), kekuatan tubuh, ikut berperan, dapat berpuasa dan salat penuh (tidak ada haid pada laki-laki), kenabian (berpijak atas pendapat bahwa tidak ada nabi dari golongan wanita), menjadi khalifah, menjadi imam, melakukan azan, khutbah, berjamaah, shalat jumat, takbir tasyriq menurut Abu Hanifah, dapat menjadi saksi pada hudud dan qishas, mendapat warisan dua kali lipat, mendapat ‘asabah warisan, akad nikah dan talak berada di tangannya, anak dinisbahkan kepadanya, punya jenggot, dan orang-orang yang berserban. Wassalam.

Post a Comment

0 Comments