Salah satu karunia yang diberikan oleh Allah kepada makhluknya adalah hidup berpasangan. Tidak hanya manusia hewan pun hidup secara berpasangan. Meskipun hidup berpasangan adalah sebuah karunia, ada juga dikalangan makhluk tuhan yang hidup sendirian dan tidak memiliki pasangan. Banyak fenomena di sekitar kita dimana ada orang-orang yang sampai mati tidak menikah atau tidak punya pasangan, fenomena ini disebut jomblo sampai mati. Jomblo adalah kondisi dimana seseorang pria atau wanita tidak memiliki pasangan hidup.
Di kalangan generasi muda, jomblo sering dikaitkan dengan takdir atau pilihan. Diantara mereka ada yang memilih tidak mau memiliki pasangan, mereka ini sering disebut jomblo karena pilihan. Sedangkan sebagian lain adalah mereka yang gigih mencari pasangan namun tidak menemukannya hingga mereka mati, mereka ini sering disebut sebagai jomblo takdir.
Terlepas dari soal takdir dan pilihan, bagaimana sebenarnya hukum jomblo seumur hidup?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut terlebih dahulu kita mengetahui hukum nikah. Nikah hukumnya sunah bagi orang yang membutuhkan dan punya biaya, jika tidak punya biaya sunah hukumnya meninggalkannya dan melemahkan syahwatnya dengan berpuasa. Jika tidak butuh menikah, maka menikah hukumnya makruh kalau tidak punya biaya. Jika punya biaya tidaklah makruh, tetapi melakukan ibadah lebih utama.
Maka beranjak dari uraian tersebut kita akan mengetahui hukum menjomblo seumur hidup atau tidak menikah.
Jika seseorang tidak punya biaya namun membutuhkan jima’ sunah hukumnya meninggalkan nikah dan hendaknya melemahkan syahwatnya dengan berpuasa.
Jika seseorang tidak menikah karena tidak memiliki biaya dan dia tidak butuh jima’ hukumnya makruh menikah, namun jika memiliki biaya maka tidak makruh.
Jika tidak menikah karena disibukkan dengan ibadah, sedangkan dia tidak butuh jima’ dan memiliki biaya maka ibadah lebih baik.
Oleh karena itu imam An-Nawawi hidup membujang sampai ahir hayatnya. Beliau lalui hari-harinya dengan beribadah, menulis karya-karya ilmiyah, mengajar, membaca alqur’an dan ibadah-ibadah yang lain.
Jika tidak menikah karena impoten atau tidak sanggup jimak maka tidak mengapa dan bahkan makruh jika tetap menikah.
Bila dia memilih tidak menikah karena membenci sunnah yang diteladankan oleh Rasulullah SAW maka itu hukumnya haram, sesuai dengan hadits:
من ترك التزويج مخافة العيلة فليس مني
Artinya : "Barangsiapa yang tidak menikah karena takut miskin, maka ia tidak termasuk dari umatku"
Lalu, apabila dia memang tidak menikah karena takdir atau tidak ada jodoh untuk menikah, maka hal itu hukumnya tidak apa-apa.
Referensi :
Al-Bujairimi, Hasyiah al-Bujairimi ala al-Manhaj, jld. 3, (lebanon: DKI), hal. 322
(وكره) النكاح (لغيره) أي: غير التائق له لعلة، أو غيرها (إن فقدها) أي: أهبته (أو) وجدها و (كان به علة كهرم) وتعنين؛ لانتفاء حاجته إليه، مع التزام فاقد الأهبة ما لا يقدر عليه وخطر القيام بواجبه فيمن عداه
Al-Nawawi, Minhaj al-Thalibin, (Beirut: Dar al-Fikri), hal. 204.
هو مستحب لمحتاج اليه يجد اهبته فان فقدها استحب تركه و يكسر شهوته بالصوم فان لم يحتج كره ان فقد الاهبة و الا فلا لكن العبادة افضل قلت فان لم يتعبد فالنكاح افضل له في الاصح
0 Komentar