Turunnya hujan merupakan salah satu rukhsah yang diberikan oleh syara’ untuk dibolehkannya menjamak shalat, karena diketika itu seseorang mengalami kesukaran untuk menunaikan shalat secara berjamaah, baik di masjid ataupun ditempat lain yang didirikannya jamaah. Namun demikian, kebolehan tersebut tidak terlepas dari beberapa ketentuan berikut ini :
1) Hujan membasahi bagian atas pakaian dan bagian bawah
sandal. Boleh bagi orang yang hadhir (berdomisili di suatu tempat) diketika
hujan untuk menghimpun diantara shalat Zuhur dan Asar, shalat Magrib dan Isya
pada waktu yang pertama, bila hujan membasahi bagian atas pakaian dan bagian
bawah sandal.
2) Terdapat syarat yang membolehkan mengerjakan jamak
takdim, diantaranya dimulai dengan mengerjakan shalat yang pertama, harus niat
jamak di saat takbiratul ihram shalat
pertama dan harus dikerjakan secara mualat (beriringan) serta terdapat beberapa syarat lain pada jamak takdim.
3) Adanya hujan di saat takbiratul ihram dan salam pada shalat yang pertama. Disyaratkan juga
terjadinya hujan di awal dari kedua shalat, jika turunnya hujan hanya di
pertengahan shalat pertama maka
tidak dibolehkan jamak. Disyaratkan pula turunnya hujan diketika salam
pada shalat pertama, baik hujannya berkelanjutan ataupun tidak. Intinya bahwa disyaratkan turunnya hujan di awal shalat
dan pada salam shalat yang pertama. Tidak mengapa reda di tengah-tengah
mengerjakan shalat yang pertama dan reda di saat shalat kedua ataupun
setelahnya.
4) Mengerjakan shalat berjamaah di masjid atau tempat lain
(tempat jamaah) yang jauh dari tempat
tinggalnya. Rukhsah jamak yang disebabkan hujan hanya terkhusus bagi seseorang
yang shalat berjamaah di masjid atau di tempat jamaah yang lain yang jauh
dengan tempat tinggalnya menurut ‘urf. Para ulama telah menetapkan bahwa shalat
harus dilakukan dalam keadaan berjamaah. Namun pendapat kuat, yang disyaratkan
ialah berjamaah di awal shalat yang kedua, maka memadai shalat berjamaah
diketika takbiratul ihram pada shalat
yang kedua saja walaupun selanjutnya
shalat dikerjakan secara sendiri-sendiri dan walaupun belum sempurna raka’at yang pertama berjamaahnya.
5) Merasa tersakiti disebabkan oleh turunnya hujan. Seseorang yang ke mesjid atau tempat jamaah yang lain di
perjalanan merasa tersakiti disebabkan oleh hujan. Maksud tersakiti disini
ialah hilangnya kekhusyukan shalat ataupun hilang kesempurnaannya, berbeda
halnya dengan orang yang berjalan dibawah tempat yang tertutup, maka tidak
boleh menjamak shalat, karena tersakiti telah hilang. Muhib Al-Thabari membolehkan menjamak shalat bagi
orang yang sedang shalat berjamaah di masjid yang tiba-tiba turun hujan. Bila
tidak boleh, maka ia berada dalam shalat jamaah yang kedua pada kondisi yang
memberatkan, yaitu kembali ke rumah, kemudian berangkat lagi ke masjid atau
merasa kesukaran untuk selalu menetap dalam masjid.
6) Seseorang yang bertindak sebagai imam harus berniat
jamaah atau berniat menjadi imam pada shalat yang kedua, bila tidak maka shalatnya
tidak sah. Adapun
bila makmum menyakini bahwa imam tidak berniat jamaah atau tidak berniat
sebagai imam, maka shalatnya imam dan makmum tidak sah pula, namun bila makmum
tidak meyakini demikian maka shalatnya sah.
7) Sebelum ruku’ imam, makmum harus mendapati imam ukuran membaca surah al-Fatihah. Makmum disyaratkan untuk tidak terlambat dari imam. Seandainya mereka terlambat, yaitu tidak mendapati kadar membaca al-Fatihah beserta imam sebelum rukuk, maka shalatnya tidak sah.
) .1ويجوز للحاضر) أي المقيم (في) وقت
(المطر أن يجمع بينهما) أي الظهر والعصر، والمغرب والعشاء، لا في وقت الثانية، بل
(في وقت الأولى منهما) إن بَلَّ المطرُ أعلى الثوب وأسفل النعل
.2ووجدت الشروط السابقة في جمع التقديم
.3ويشترط أيضا وجود المطر في أول
الصلاتين، ولا يكفي وجوده في أثناء الأولى منهما. ويشترط أيضا وجوده عند السلام من
الأولى، سواء استمر المطر بعد ذلك أم لا. والحاصل أنه يشترط وجود المطر في أول
الصلاتين بينهما وعند التحلل من الاولى ولا يضر انقطاعه في أثناء الاولى أو
الثانية أو بعدهما
.4 وتختص رخصة الجمع بالمطر بالمصلي في
جماعة بمسجد أو غيره من مواضع الجماعة بعيد عرفا،
والمتجه الثاني أيضا فيكفى وجودها عند
الاحرام بالثانية وان انفرد في باقيها ولو قبل تمام الركعة.
.5ويتأذى الذاهب للمسجد أو غيره من مواضع
الجماعة بالمطر في طريقه. بان يذهب خشوعه أو كماله بخلاف من يمشى في كن فلا يجمع
لانتفاء التأذى
قال المحب الطبري ولمن اتفق له وجود
المطر وهو بالمسجدأن يجمع والا لاحتاج الى صلاة الثانية في جماعة وفيه مشقة في
رجوعه الى بيته ثم عوده أو في اقامته في المسجد
.6 ولا بد من نية الإمام الجماعة أو
الإمامة في الثانية وإلالم تنعقد صلاتـه ولا بدّ من نيّة الإمام الجماعة أو
الإمامة في الثّانية وإلّا لم تنعقد صلاته، ثمّ إن علم المأمومون بذلك لم تنعقد
صلاتهم أيضا وإلّا انعقدت
. 7ويشترط ألا يتباطـأ المأمومون عن
الإمام ، فإن تباطؤوا عنه بحيث لم يدركوا معه ما يسع الفاتحة قبل ركوعه ضر
REFERENSI:
Muhammad ibnu Qasim al-Ghizzi, Hasyiah al-Bajuri, Jld. 2,
Cet. Ke-1 (Jedah: Dar al-Minhaj, 2016), hal. 134-136.
Ibrahim al-Bajuri, Hasyiah al-Bajuri,..., hlm. 135, 136,
210.
Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj,
Jld. 2, Cet (Beirut: Maktabah al-Tijariah
al-Kubra, 1983), h. 403.
0 Komentar