Mubtada dan Fa'il Sama-Sama Mahkum Alaih Namun Ketentuannya Berbeda, Simak Penjelasan Berikut !


Salah satu studi ilmu atau mata pelajaran yang dipelajari di kalangan pesantren adalah Ilmu Nahwu dan Sharaf, serta masyhur juga perumpaan Ilmu Nahwu bagaikan bapak dan Sharaf sebagai ibunya. Perumpamaan ini beralasan bahwa bapak adalah seorang yang bertugas untuk mengarahkan dan mendidik anaknya agar tidak terjadi kesalahan. Begitu juga dengan Ilmu Nahwu, ia bertugas untuk mengarahkan dan memberi petunjuk kepada pembaca agar tidak salah dalam pengucapan dan pemahaman. Sedangkan Ilmu Sharaf diumpamakan dengan ibu, karena melalui rahim ibu lahirlah anak. Begitu pula dengan Ilmu Sharaf, dengannya adanya ilmu sharaf akan lahir beberapa derivasi berbagai macam kosa kata yang berbeda-beda.

​Salah satu pembahasan pokok dalam Ilmu Nahwu ialah bab al-Marfu’atu min al-Asma’ (isim-isim  berharkat rafa’) yang terdiri dari fa’il, naib fa’il, mubtada, khabar, isim كان dan saudaranya, isim fi’il muqarabah, isim huruf yang serupa dengan ليس , khabar ان  dan saudaranya, khabar لا nafi jinsi, dan tabi’ bagi marfu’ (na’at, ‘athaf, taukid, dan badal). Semua pembahasan pada bab al-Marfu’atu min al-Asma’ memiliki syarat-syarat dan ketentuan tertentu, contohnya seperti mubtada yang disyaratkan tidak boleh berbentuk kalimat nakirah atau setidaknya kalimat nakirah yang memiliki musawwigh (ketentuan yang membolehkan kalimat tersebut dijadikan mubtada). Sebagaimana yang diterangkan oleh Ibnu Malik dalam nazam alfiyyah nya, yaitu:

ولا يجوز الابتدا بالنكرة # مالم تفد كعند زيد نمره

“Mubtada tidak boleh berbentuk dari isim nakirah selama tidak memberi faedah, seperti عند زيد نميرة”

Syaikh Muhammad bin Ahmad al-Ahdal dalam kitabnya al-Kawakib al-Durriyyah Syarh al-Mutammimah al-Jurumiyyah menjelaskan bahwa alasan mubtada harus tidak boleh nakirah karena tujuan dari menginformasikan suatu berita kepada orang lain adalah memberikan pemahaman tentang suatu berita itu, dan tujuan ini tidak akan berfungsi bila subjeknya tidak jelas (tidak berbentuk ma’rifah). Sedangkan alasan mubtada boleh berbentuk tidak ma’rifah yang memiliki musawwigh adalah karena ketidakjelasan yang ada pada mubtada yang tidak ma’rifah yang memliki musawwigh akan berkurang, sehingga boleh menginformasikannya.

​Dalam ilmu nahwu, hal yang mempunyai kesamaan dengan mubtada ialah fail dari segi keduanya merupakan mahkum ‘alaih (subjek). Namun diantara keduanya memiliki perbedaan dari segi persyaratan. Pada kalimat yang menjadi mubtada disyaratkan tidak boleh nakirah, berbeda halnya dengan kalimat yang menjadi fail, tidak disyaratkan demikian. Dari persyaratan inilah sehingga timbul sebuah pertanyaan yang memerlukan jawaban, yaitu kenapa mubtada tidak dibolehkan nakirah dan pada fail tidak, padahal keduanya sama-sama mahkum ‘alaih (subjek).

​Syekh Muhammad al-Khudhari dalam kitabnya Hasyiah al-Khudhari ‘ala Ibn ‘Aqil berkata: Alasan mubtada tidak boleh nakirah karena status mubtada sebagai mahkum ‘alaih (subjek), sehingga diharuskan untuk menentukannya atau setidaknya dikhususkan dengan musawwigh. Menginformasikan sebuah hukum (berita) yang subjeknya tidak diketahui sama sekali tidaklah berfaedah, karena membingungkan pendengar dan akan membuatnya enggan mendengarkan informasi yang disebutkan setelahnya. Berbeda dengan fail, karena hukum (fi’il) lebih dahulu disebutkan dari subjek dan isi informasi tersebut telah melekat dalam jiwa terlebih dahulu serta diketahui bahwa fi’il itu adalah sifat bagi subjek setelahnya walaupun tidak tertentu. Dari alasan inilah pendengar tidak akan enggan untuk mendengarkannya, karena ada faedahnya.

 

Referensi: 

Muhammad al-Khudhari, Hasyiah al-Khudhari, Jld 1, Cet. Ke-1 (Beirut: Dar al-Fikr, 2003), h. 184.

 قوله : (أن يكون معرفة الخ) أي لأنه محكوم عليه فلا بد من تعيينه أو تخصيصه بمسوغ لأن الحكم على المجهول المطلق لا يفيد لتحير السامع فيه فينفر عن الإصغاء لحكمه المذكور بعده، وإنما لم يشترط ذلك في الفاعل مع أنه محكوم عليه أيضاً لتقدم حكمه، وهو الفعل أبداً فيتقرر مضمونه في الذهن، أولاً ويعلم أنه صفة لما بعده وإن كان غير معين فلا ينفر السامع عن الإصغاء الحصول فائدة ما.

Post a Comment

0 Comments