Bolehkah Berdalih Dengan Qadha Dan Qadar Allah Swt?

Bolehkah Berdalih Dengan Qadha Dan Qadar Allah Swt?


Percaya kepada Qadha dan Qadar Allah merupakan salah satu diantara enam rukun iman yang mesti diketahui dan diimani oleh setiap mukmin. Imam Ahmad bin Syaikh al-Fasyani dalam karyanya al-Majalisus Saniyyah fi syarhi al-Arba’in An-Nawawiyyah di halaman 10 menyebutkan makna dari beriman kepada qadha dan qadar Allah yaitu beri’tiqad bahwa Allah swt yang menakdirkan kebaikan dan keburukan sebelum penciptaan makhluk dan bahwa apa yang telah ada dan terjadi merupakan dari qadha dan qadar-Nya dan yang diiradah oleh-Nya. 

Apakah itu qadha dan qadar Allah Swt?

Dalam memaknai hakikat dari qadha dan qadar Allah, terjadi perbedaan pendapat antara Ahlussunnah. Menurut Asya’irah yang dimaksud dengan qadha adalah:

اِرَادَةُ اللهِ الْأَشْيَاءَ فيِ الازل عَلى ما هي عليه في ما لايزال

“Kehendak Allah atas segala perkara pada azal untuk sebuah realita yang terjadi kelak.” 

Maka menurut mereka, qadha merupakan sifat zat. Sedangkan menurut golongan Maturidiyyah yaitu:

إيجاد الله الاشياء مع زيادة الاِحكام و الاِتقان

"Penciptaan Allah atas segala sesuatu beserta lebih kokoh dan pasti.”

Maka menurut mereka qadha merupakan sifat fi’il. 


Qadar menurut golongan Asya’irah adalah:


إيجاد الله الاشياء على قدر مخصوص ووجه معين اراده تعالى

"Penciptaan Allah atas segala sesuatu diatas ukuran yang khusus dan keadaan yang tertentu sesuai yang di iradah Allah swt.” 

Maka menurut mereka qadar merupakan sifat fi’il. Berbeda halnya dengan golongan Maturidiyyah yang mendefinisikan qadar sebagai berikut:

تحديد الله ازلا كل مخلوق بحده الذي يوجد عليه من حسن و قبح و نفع وضرالى غير ذلك. 

“Allah membatasi setiap makhluk pada azali dengan batasan yang akan diperdapatkan daripada bagus, jelek, manfaat, mudharat dll.”

Syaikh Ibrahim al-Bajuri dalam Tuhfah al-Murid-nya menafsirkan definisi ini dengan makna Allah mengetahui segala sifat makhluk pada azali. Maka dengan tafsir ini dapat kita pahami bahwa qadar menurut golongan ini kepada sifat ilmu Allah dan tentunya itu sifat zat. Kita contohkan qadha Allah dari definisi Asya’irah seperti si zaid telah diiradah oleh Allah pada Azali lahir di Aceh, hari sekian, berwarna putih, memiliki tubuh yang panjang dll. Sedangkan qadar yaitu menjadikan si Zaid sesuai seperti yang di iradah pada azali.


Apakah boleh berdalih dengan Qadha dan Qadar Allah?

Imam Ibrahim al-Bajuri dalam Tuhfah al-Murid beliau merincikan hal ini kepada beberapa perincian berikut: 

• Jika berkata: ”saya berzina itukan sudah ditakdirkan oleh Allah.” Untuk berdalih agar bisa melakukan maksiat maka itu tidak dibolehkan.

• Jika berdalih setelah melakukan zina misalnya agar terlepas daripada had dan ta’zir maka juga tidak dibolehkan.

• Jika berdalih agar terhindar dari celaan orang-orang semata maka hal ini dibolehkan. Seperti kisah antara Nabi Adam dan Nabi Musa yang diceritakan dalam hadis shahih riwayat Bukhari Muslim bahwasanya roh Nabi Adam as bertemu dengan roh Nabi Musa as. Maka Musa berkata kepada Adam:” kamu merupakan bapaknya manusia yang menjadi penyebab dikeluarkan anak-anakmu dari surga akibat kamu memakan buah khuldi.” Nabi Adam menyanggah;” wahai Musa, kamu merupakan manusia pilihan Allah dengan berkalam dengan-Nya. Dan menuliskan taurat dengan kekuasaan-Nya, namun kamu mencelaku terhadap perkara yang telah Allah takdirkan atasku sebelum Dia menciptakan ku 40 ribu tahun. Maka Nabi SAW bersabda: “ maka akhirnya Adam berhasil mengalahkan hujjah Musa.” Wallahu a’lam.


Referensi: al-Majalisus Saniyyah, Imam al-fasyani, Hal. 10, Cet. Haramain

Tuhfatul Murid, Syaikh Ibrahim al-Bajuri, Hal. 126-127, Cet: DKI

Al-Mukhtashar al-Mufid , Syaikh Nuh Ali Salm

an , 113, Cet: Darur Razi


Posting Komentar

0 Komentar