Sudah tidak asing
lagi bagi penuntut ilmu siapa yang di maksud dengan Ashabil Wujuh, mereka
adalah para murid senior Imam Syafi'i yang berperan dan berpengaruh besar dalam
membantu perkembangan Imam Syafi'i dalam mengistinbath hukum-hukum. Dan juga
siapa Syaikhani dalam Mazhab Imam Syafi'i dan bagaimana peranan besar mereka
berdua dalam mentarjihkan dan menyeleksi pendapat-pendapat Imam Syafi'i yang
begitu banyak, dan selain itu, banyak di jumpai pendapat-pendapat baik dari
Ashab atau dari Syaikhani yang menyalahi dengan pendapat Imam Syafi'i, yang
seharusnya mereka tidak menyalahinya sebab nash Imam bagi mereka adalah
bagaikan nash Syari' bagi diri Mujtahid.
Dalam menyikapi hal
tersebut, Imam Basudan menuqil dalam kitab Maqashid al-Saniyah dua pernyataan
yang mengenai tentang hal tersebut:
1. Bagaimana bisa Syaikhan (Imam Nawawi
dan Imam Rafi'i) dan para Ashab mereka menyalahi nash Imam Syafi'i, padahal
nash tersebut bagi mereka bagaikan nash Syari' (pensyariat hukum) bagi
mujtahid?
2. Dan kenapa para umat malah berpegang
dengan pendapat Syaikhani dan tidak berpegang dengan pendapat Imam Syafi'i
sendiri?
Jawaban I:
أما المتبحر في المذهب كأصحاب الوجوه فله رتبة
الاجتهاد المقيد ، ومن شأن هذا أنه إذا رأى نصاً خرج عن قاعدة الإمام ردّه إليها
إن أمكن، وإلا عمل بمقتضاها دونه، ولا يخرجون بذلك عن متابعة الشافعي بل ما فعلوه
هو على متابعته فإنه رض الله عنه نهى مقلديه أي المجتهدين عن محض إتباعه من غير
نظر في الدليل، وكما أن الشافعي لم يخرج عن متابعته صل الله عليه وسلم بتأويل
أحاديث أوردها لأحاديث أخر فكذلك الأصحاب مع الشافعي رضي الله عنه .اهـ مع تحريف
Adapun Ashabil Wujuh
walaupun secara dhahiriah mereka telah menyeleweng dari nash Imam
Syafi'i tetapi yang sebenarnya mereka melakukannya karena mengikuti Imam, karena
Imam Syafi'i RA melarang kepada mujtahid yang men-taqlidnya untuk mengikuti secara
percuma-cuma tanpa berpikir panjang pada dalil, dan lagi pula para mujtahid ini
mereka memiliki tingkatan yang berbeda-beda dalam ijtihad, sebagian dari tugas
mereka adalah apabila mereka melihat suatu nash yang keluar dari kaidah Imam, maka
mereka akan mengembalikannya kepada kaidah tersebut jika memungkinkan, dan jika
tidak memungkinkan, maka mereka akan berbuat pada nash sesuai ketentuan kaidah
tadi. Para Ashab tidak cuma sebatas mencukupkan diri dengan menuqil
pendapat-pendapatnya Imam, tapi mereka mengamalkan nash tersebut dengan hasil
Ijtihad mereka sendiri sesuai dengan ketentuan Mazhab Imam mereka, bahkan
terkadang sebagian dari mereka berijtihad pada sebagian masalah dengan hasil
ijtihad yang menyalahi ijtihad imamnya sendiri.
Jawaban II:
فالشيخان لما اجتهدا في تحرير المذهب غاية
الاجتهاد مع حسن النية، وإخلاص الطوية الموجب لاعتقاد أنهما لم يخالفا نصاً إلا
لموجب من نحو ضعفه، أو تفريعه على ضعيف، كان عنايات العلماء العاملين ومن سبقنا
وسبق مشايخنا من الأئمة المحققين متوجهة إلى تلقي ما صححاه فالنووي بالقبول. ومن
ثمت كان بعض مشايخنا لا يجيز أحداً بالإفتاء إلا شرط عليه أن لا يخرج عما صححاه
فالنووي ويقول: إن مشايخه شرطوا عليه ذلك وكذا مشايخهم وهلم جرا.
Syaikhani (Imam
Nawawi dan Imam Rafi’i) manakala keduanya telah berijtihad dengan
sungguh-sungguh dan sempurna dalam menguraikan mazhab Imam Syafi'i beserta
bagus niat, disertai ikhlas yang sempurna dari keduanya, di mana dengan sikap
tersebut mewajibkan kita untuk
beranggapan mereka tidak akan menyalahi nash Imam kecuali ada sebabnya, maka
para-para ulama terdahulu yang muhaqqiq mereka lebih memfokuskan diri terhadap
pendapat Syaikhani daripada pendapat Imam sendiri karena di pastikan keduanya
tidak akan menyalahi nash Imam, beserta menerima pendapat tashih keduanya
dengan sepenuh hati, dan karena alasan tersebut juga, para masyayikh-masyayikh
dan semua pendahulunya, mereka tidak membolehkan fatwa melainkan fatwa tersebut
harus hasil dari pendapat-pendapat yang telah di tashihkan oleh Syaikhani yakni
Imam Nawawi dan Imam Rafi'i Radhiyallahu ‘anhuma.
Referensi:
‘Arafa>t Abdirrahman
al-Maqdi, Tabshirah al-Muhta>j bima> Khafiya min Mushthalah al-Minha>j,
Cet. I, (Kuwait: Da>r al-Dhiya>’, 2014), h. 184.
0 Komentar