Dalam kehidupan yang dilalui Rasulullah tidak pernah kita mendengar atau membaca kisah yang menggambarkan bahwa beliau adalah sosok yang mudah menyerah bahkan berputus asa dengan keadaannya, sehingga beliau berhenti dengan apa yang telah menjadi rutinitas dan kebiasaannya. Tak beda pula dengan para sahabat yang selalu menunjukkan sikap komitmen dan penuh integritas dalam mengikuti jejak Rasulullah, baik berjuang dalam berperang maupun kontinuitas dalam beramal. Sehingga sejarah pun mengungkapkan bahwa para sahabat jarang yang diberikan karamah oleh Allah, namun mereka diberikan satu hal yang lebih dahsyat dari karamah yakni istikamah, sehingga sering kita mendengar satu untaian yang populer “al-Istiqamatu khairun min alfi karamah” yang bermakna istikamah lebih baik dari seribu karamah.
Imam Al-Ghazali dalam fan
tasawuf menjelaskan isi kitab monumentalnya “ Ihya Ulumdidin” pada perihal
amalan-amalan sunah. Al-Ghazali menguraikan bahwa terdapat kesunahan dalam mengqada
shalat sunat yang ditinggalkan, karena Rasulullah sebagai uswatun hasanah
pernah mempraktikkan hal tersebut. Dalam satu riwayat, Siti Aisyah pernah bercerita bahwasanya Rasulullah
apabila sangat berhajat untuk tidur atau beliau dalam kondisi sakit, maka
beliau tidak bangun tengah malam untuk qiamulail /salat tahajud dan sebagai
gantinya beliau salat ketika pagi hari sebanyak dua belas rakaat. Disebutkan
lagi bahwasanya seseorang yang sudah istikamah/konsisten dengan suatu ibadah
sunah, namun ketika ia dihalangi oleh suatu halangan maka sepatutnya ia tidak
mengambil keringanan untuk meninggalkan ibadah tersebut, melainkan diamalkan
pada waktu lainnya, sehingga tidak menjadikannya seseorang yang meninggalkan
amalan dan bersenang senang dengan meninggalkannya. Menempel amalan yang
tertinggal adalah perbuatan yang baik karena merupakan cara melatih nafsu.
Dalam redaksi hadis yang lain Rasulullah juga menyebutkan
bahwa amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang terus berkelanjutan sekalipun amalan
tersebut adalah amalan yang sedikit seperti seseorang yang istikamah bersedekah
sebungkus nasi setiap paginya, meskipun
sedekahnya tidak banyak, namun dikarenakan amalannya terus berkelanjutan setiap
pagi, maka amalannya menjadi amalan yang sangat dicintai dan mempunyai nilai
yang tinggi disisi Allah SWT dan yang ditakutkan adalah adanya ancaman bagi
seorang hamba yang bosan dalam beramal, ini sesuai dengan hadis yang
menyebutkan dengan tegas bahwa seorang yang beribadah kepada Allah akan satu
ibadah kemudian ia meninggalkannya karena bosan, maka Allah akan marah kepada hambanya tersebut.
Lalu bagaimanakah hukum mengqada menjawab azan setelah
selesai salat, adakah terdapat kesunahan dalam hal ini. Ada ulama yang
mengatakan bahwa seseorang yang sedang
salat kemudian azan berkumandang sehingga ia tidak dapat menjawab azan dari
muazin dalam salatnya, maka sunah baginya ketika selesai salam untuk mengqada
menjawab azan yang telah berlalu, sekalipun muazin sudah diam dan selesai dari
mengumandangkan azan.
Sumber: Ihya Ulumuddin,
Juz 1, hal.261, cet. Dar al-Fikri.
0 Komentar