Imam al-Nawawi
menjelaskan bahwa zikir bisa dilakukan dengan hati dan juga bisa dilakukan
dengan lisan, adapun yang lebih baik adalah zikir yang
dilakukan dengan keduanya sekaligus. Jika tidak mau melakukannya sekaligus maka
berzikirlah menggunakan hati karena itulah yang paling baik. Disebabkan kita
sebagai manusia adalah makhluk sosial yang pastinya memiliki interaksi dengan
orang lain. Maka timbullah sebuah pertanyaan “Bagaimana jika kita meninggalkan
zikir dengan lisan dan hati karena takut dipandang riya?”
Imam al-Nawawi menjawab:
“Tidak dianjurkan untuk meninggalkan zikir dengan lisan dan hati hanya karena takut
dipandang riya”. Bahkan, beliau memberi solusi dengan melanjutkan berzikir
seraya berniat hanya semata-mata karena Allah.
Kemudian beliau juga mengutip sebuah ungkapan dari Al-Fadhil rahimahullah yang
berkata:
أن ترك العمل لأجل الناس رياء.
Artinya: “Meninggalkan
amalan karena manusia itulah riya”.
Kemudian dalam kitab Al Mathlab,
Al-Imam berkata:
من مكائد الشيطان ترك
العمل خوفا من أن يقول الناس إنه مراء.
Artinya: “Sebahagian dari tipu daya syaitan adalah meninggalkan amalan
karena takut dikatakan munafik oleh manusia”.
Maka,
meninggalkan zikir karena hal semacam ini adalah sesuatu yang salah. Karena,
beramal dengan harapan tanpa gangguan syaithan adalah sesuatu tak mungkin
terjadi. Bahkan, jika kita menangguhkan beramal hanya karena tidak ingin
diganggu syaithan maka secara tidak langsung kita telah mewujudkan tujuan
terbesar syaithan untuk mengganggu anak Adam berbuat kebaikan. Karenanya, alangkah
indah sebuah ungkapan yang berbunyi:
سيرو
إلى الله عز وجل عرجاء ومكاسير ولا تنضروا الصحة فإن انتظار الصحة بطالة اهـ.
Artinya: “Bersegeralah kamu kepada Allah walau dalam keadaan
tertatih dan tercerai berai dan jangan menunggu keadaan yang sempurna untuk
itu. Karena, sesungguhnya menunggu adalah sebuah kesalahan”.
Ibnu Attaillah As-Sakandari
dalam kitab Hikam berkata:
لا تترك الذكر لعدم حضورك فيه مع
الله لأن غفلتك عن ذكره أشد من غفلتك في وجود ذكره فعسى أن يرفعك من ذكر مع وجود
غفلة إلى ذكر مع وجود يقظة ومن ذكر مع وجود يقظة إلى ذكر مع وجود حضور ومن ذكر مع
وجود حضور إلى ذكر مع غيبة عما سوى المذكور وما ذلك على الله بعزيز، اهـ.
Artinya: “Janganlah engkau tinggalkan berzikir hanya karena zikirmu
belum khusyuk kepada-Nya. Dikarenakan, lalaimu dari berzikir itu lebih berat
ketimbang berzikir dengan keadaan masih lalai.
Mudah-mudahan
Allah SWT mengangkat derajatmu mulai dari berzikir dalam kelalaian kepada
berzikir dalam keadaan sadar dan dari keadaan sadar kepada zikir dalam keadaan
khusyuk dan dari keadaan khusyuk kepada zikir yang hilanglah padanya segala
gangguan selain hanya fokus mengingat zat Allah semata-mata dan itu adalah
sebuah karunia yang mudah bagi Allah SWT
yang Maha Agung”. Sa’id bin Jabir berkata:
فضيلة الذكر غير منحصيرة في التسبيح والتحليل
والتحميد والتكبير ونحوهما بل كل عامل لله تعالى بطاعة فهو ذاكر لله تعالى.
Artinya: “Fadilah
zikir tidak hanya terdapat pada tasbih, tahlil, tahmid, takbir dan seumpamanya
saja. akan tetapi, semua perbuatan taat juga termasuk zikir”.
Hal ini sesuai dengan landasan dari sabda Nabi SAW:
من أطاع الله فقد ذكر الله وإن قلت صلاته وصيامه وصنعه للخير ومن عصى الله فقد نسيه وإن كثرت صلاته وصومه وتلاوته القران وصنعه للخير.
Artinya: “Barang siapa
yang taat maka sungguh ia telah mengingat Allah walaupun sedikitlah salatnya,
puasanya, dan perbuatan baiknya. Adapun yang bermaksiat maka sungguh dialah
orang yang lalai walaupun banyaklah salatnya, puasanya, bacaan Quran dan
perbuatan baiknya.
Sumber:
Al-‘Alim, al-‘Allamah, Muhammad ‘Ali Muhammad bin
Muhammad ‘Allani, Futuhat al-Rabbaniyyah ‘ala al-Azkar al-Nawawiyyah.
0 Komentar