Indonesia merupakan salah satu negara yang penuh dengan tradisi dan kebudayaan, hal ini dipengaruhi oleh historis negaranya yang panjang dan tidak mungkin dibicarakan secara detail dalam tulisan singkat ini. Umat Islam di Indonesia mayoritas penganutnya memiliki satu tradisi yang cukup mengakar dan telah menjadi satu budaya yang kuat, yaitu ketika ada salah seorang warga yang meninggal dunia, maka akan diadakan tahlilan atau di Aceh lebih dikenal dengan sebutan samadiah selama 7 hari. Dalam praktiknya, tahlilan diisi dengan bacaan-bacaan ayat suci alquran tertentu serta doa-doa keselamatan untuk mayat dan supaya diberi ketabahan terhadap pihak keluarga yang sedang berduka. Di dalam teks bacaannya terdapat salah satu lafaz yang perlu untuk diteliti tentang kesahihan bacaannya, yaitu مشائخنا Masya’ikhina atau مشايخنا Masyayikhina. Apakah kedua bacaan ini dibenarkan dalam undang-undang gramatika bahasa Arab?
Kedua kalimat tersebut merupakan bentuk jamak dari شيخ. Jamak merupakan
kalimat yang menunjukkan kepada makna lebih dari dua, baik dengan menambah
huruf di akhirnya atau dengan mengubah bentuk pola kalimat dasar (wazan/timbangan).
Di sebutkan dalam kitab Al-Bujairimi, lafaz الشيخ memiliki
11 bentuk jamak, 5 di antaranya diawali dengan huruf الشين, yaitu :
شُيوخ، شِيوخ، شِيَخة، شِيْخة، شِيْخان
5 di antaranya dimulai dengan huruf الميم, yaitu :
مشايخ، مَشيَخة، مِشيَخة، مشيوخاء, مشيخاء
1 di antaranya dimulai dengan الهمزة, yaitu :
أشياخ
Adapun jamak dalam bentuk مشايخ dibaca
dengan (ya), tidak boleh dengan hamzah, dikarenakan (ya) pada kalimat mufradnya
merupakan (ya) asli, maka, tidak boleh dibalik (ya)-nya ketika jamak kepada
hamzah sebagaimana kalimat معايش. Pernyataan tersebut
selaras dengan ungkapan Ibnu Malik dalam kitab Al-Khulasah:
همزا يرى فى مثل كالقلائدو المد زيد ثالثا فى الواحد
#
"Kalimat mufrad yang ditambahkan mad (panjang) pada huruf
yang ke 3, maka dijamak kan dengan hamzah, sepeti القلائد"
Mad bisa berarti alif yang mulanya adalah ya, bisa juga ya ataupun
waw.
Sumber :
Sulaiman bin Muhammad bin Muhammad Al-Bujairimi, Hasyiah
Al-Bujairimi ‘ala syarh Manhaj, Dar al-Fikri, Jld 1, H. 3-4.
Syeikh Syarqawi, Hasyiah
Syarqawi ‘ala Tahrir, al-Haramain, Jld 1, H. 4.
0 Komentar