Kapan Waktu yang Tepat Membaca Doa Berbuka Puasa?

  

Kapan Waktu yang Tepat Membaca Doa Berbuka Puasa?

Kehidupan yang kita jalani tidak terlepas dari ketetapan dan pantauan Allah. Allah selalu ada untuk hambanya karena Allah bersifat maha pemurah dan maha penyayang. Allah memberikan kecukupan untuk hambanya yang tidak dapat diberikan oleh siapa pun. Secara tidak langsung, antara Allah  dan hambanya ada hubungan yang erat yang selayaknya kita sebagai hambanya menjaga hubungan agar bisa menjalani kehidupan di Dunia ini penuh rahmat, ampunan dan diridainya. Salah satu perbuatan yang diridainya adalah membaca doa.

 

Doa adalah aktivitas yang sangat mulia. Dengan berdoa, kita dapat berkomunikasi langsung dengan Allah. Allah mendengar segala keluh kesah, curhat segala peristiwa yang sedang dialami dan memohon ampunan. Terkadang, kita sebagai hambanya lupa kepada Allah di saat senang dan menyadari dirinya lemah dalam menghadapi masalah dan bencana di saat tidak ada bantuan orang lain.

 

Doa adalah Bentuk rasa syukur kita terhadap yang maha melihat dan maha mendengar. 

Ketika memasuki bulan puasa Ramadhan, lantunan doa berbuka puasa tidak jarang disiarkan di mesjid, surau, televisi, radio dsb. Di tengah masyarakat kita, ada beberapa golongan yang beranggapan bahwa doa berbuka puasa tidak benar. Maka dari sini, perlu kita benahi dan mencari kebenarannya. Lantas, apakah ada dalil yang mengharuskan membaca doa berbuka puasa, bagaimana doa berbuka puasa dan kapan dibaca doa berbuka puasa.

 

1. Dalil membaca doa berbuka puasa serta lafal doanya

Membaca doa berbuka puasa merupakan perbuatan yang sudah ada di zaman Nabi bahkan keabsahannya dalam bidang hadis tidak zha’if tetapi mursal. Di antaranya;

A. Hadist riwayat sahabat Muadz bin Zuhrah

وعَن معاذ بن زهرَة أنه بلغه أن النَّبِي كانَ إذا أفطر قالَ اللَّهُمَّ لَك صمت وعَلى رزقك أفطر رَواهُ أبُو داوُد ولم يُضعفهُ وهُوَ مُرْسل

 

“Rasulullah selesai berbuka, beliau berdoa: ‘Ya Allah hanya untuk-Mu kami berpuasa dan atas rezeki yang Engkau berikan kami berbuka,” (HR. Abu Daud).

 

Ref: Ibnul Mulaqqin Umar bin Ali Al-Mishri, Tuhfah al-Muhtaj ila Adillatil al-Minhaj, jilid 2 (Mekah; Darul Harra’, ttp), hal. 6.

 

B. Hadist riwayat Ibn Umar 

كان النبي إذا أفطر قال: «ذَهَبَ الظَّمأُ، وابْتَلَّتِ العُرُوقُ، وثَبَتَ الأجْرُ إنْ شاءَ اللَّهُ تَعالى».

 

“Rasulullah ketika berbuka, Beliau berdoa: ‘Telah hilang rasa haus dan urat-urat telah basah serta pahala tetap, insyaallah,” (HR. Abu Daud).

Ref: Imam an-Nawawi, al-Azkar (kairo; Dar Ibn Hazm, 2004), hal. 330.

Dari penjelasan 2 hadist tersebut dapat digarisbawahi ialah pembacaan doa berbuka puasa sudah menjadi tradisi di masa nabi dengan ada beberapa tambahan lainnya dari imam yang berbeda.

 

Syaikh Abdul Hamid al-Syarwani dalam karyanya Hasyiah ‘ala Tuhfah al-Muhtaj menyebutkan sebagai berikut;

وزادَ الدّارَقُطْنِيّ «فَتَقَبَّلْ مِنِّي إنّك أنْتَ السَّمِيعُ العَلِيمُ» ومِن ثَمَّ قالَ المَقْدِسِيَّ يَزِيدُ بَعْدَ «أفْطَرْتُ سُبْحانَك وبِحَمْدِك تَقَبَّلْ مِنّا إنّك أنْتَ السَّمِيعُ العَلِيمُ اللَّهُمَّ إنّك عَفْوٌ تُحِبُّ العَفْوَ فاعْفُ عَنِّي» قالَ المُتَوَلِّي ويُسَنُّ أنْ يَزِيدَ «وبِك آمَنتُ وعَلَيْك تَوَكَّلْتُ ولِرَحْمَتِك رَجَوْتُ وإلَيْك أنَبْتُ» إيعابٌ.

“Imam ad-Daraqutni menambahkan doa berbuka puasa. Imam al-Makdisi juga menambahkan doa berbuka puasa. Imam al-Mutawali juga ada penambahan doa berbuka puasa.

 

Sedangkan doa yang sering dibaca di sebagian besar masyarat adalah doa dari riwayat Abu Dawud.

 

(و) يُسْتَحَبُّ (أنْ يَقُولَ عِنْدَ فِطْرِهِ) أيْ عَقِبَهُ كَما يُؤْخَذُ مِن قَوْلِهِ (اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وعَلى رِزْقِكَ أفْطَرْتُ) وذَلِكَ لِلِاتِّباعِ. رَواهُ أبُو داوُد مُرْسَلًا. ورُوِيَ أيْضًا أنَّهُ - - كانَ: يَقُولُ حِينَئِذٍ «اللَّهُمَّ ذَهَبَ الظَّمَأُ وابْتَلَّتْ العُرُوقُ وثَبَتَ الأجْرُ إنْ شاءَ اللَّهُ تَعالى».

Disunahkan sesudah berbuka puasa membaca: اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وعَلى رِزْقِكَ أفْطَرْتُ

Dalam riwayat yang lain: اللَّهُمَّ ذَهَبَ الظَّمَأُ وابْتَلَّتْ العُرُوقُ وثَبَتَ الأجْرُ إنْ شاءَ اللَّهُ تَعالى

Ref: Khatib Syarbaini, Mughni al-Mukhtaj jilid 2 (Bairut; Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1194), hal. 168.

 

2. Kapan membaca doa berbuka puasa?

Syekh Zainuddin al-Malibari menjelaskan  

ويسن أن يقول عقب الفطر: اللهم لك صمت، وعلى رزقك أفطرت ويزيد - من أفطر بالماء -: ذهب الظمأ، وابتلت العروق، وثبت الاجر إن شاء الله تعالى.

“Disunahkan membaca doa setelah selesai berbuka “Allâhumma laka shumtu wa ‘alâ rizqika aftharthu” dan bagi orang yang berbuka dengan air ditambahkan doa: “Dzahabadh dhamâ’u wabtalatl-‘urûqu wa tsabata-l-ajru insyâ-a-Llâh,” (Fath al-Mu’in, juz 2, hal. 279).

 

Ada fenomena yang terjadi di antara masyarakat ialah ada yang menempatkan doa berbuka puasa dibaca sebelum menyantap makanan dan meminum minuman di saat waktu magrib. Padahal Abu Bakar Syata ad-Dimyati menjelaskan bahwa pembacaan doa berbuka puasa dibaca saat sudah berbuka puasa bukan sedang atau sebelum berbuka puasa.

ـ (وقوله: عقب الفطر) أي عقب ما يحصل به الفطر، لا قبله، ولا عنده

“Pemahaman “setelah berbuka” adalah selesai berbuka puasa, bukan dibaca sebelumnya dan bukan saat berbuka,” (Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha, Hasyiyah I’anah at-Thalibin, juz 2, hal. 279).

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa penempatan membaca doa berbuka puasa adalah setelah berbuka puasa agar selaras dengan makna yang dikandung dalam doa. 

 

Kesimpulan:

1.     Dalil kebolehan untuk membaca doa berbuka puasa adalah hadist mursal

2.     Doa yang sering dibaca di sebagian masyarakat adalah doa dari riwayat Abu Dawud, yaitu:

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وعَلى رِزْقِكَ أفْطَرْتُ

3.     penempatan membaca doa berbuka puasa adalah setelah berbuka puasa agar selaras dengan makna yang dikandung dalam doa.

 

Sumber:

1.     Ibnul Mulaqqin Umar bin Ali Al-Mishri, Tuhfah al-Muhtaj ila Adillatil al-Minhaj, Mekah; Darul Harra’.

2.     imam an-Nawawi, al-Azkar, kairo; Dar Ibn Hazm, 2004.

3.     Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha, Hasyiyah I’anah at-Thalia in, 1997.

4.     Syaikh Abdul Hamid al-Syarwani, Hasyiah Tuffah at-Tullab, Mesir; al-Maktabah al-Tijariyah, 1983.

 

Posting Komentar

0 Komentar