Mengapa Harus Menghadap Kiblat? Simak Manfaat dan Hikmahnya!



Sejatinya pemahaman tentang hikmah menghadap kiblat dan menghadapkan wajah lurus ke Masjidil Haram akan menjadi sempit tanpa pemahaman tentang esensinya maupun tentang keutamaan dan manfaatnya. Lalu bagaimana dengan kita yang hanya mendapatkan setetes karunia ilmu dari lautan yang meluap atau debu halus dari bukit pasir ilmu? Kendati demikian, hal ini tidaklah menjadi penghalang bagi kita untuk memberikan pendapat sebatas yang kita tahu. Menghadap kiblat mengandung manfaat-manfaat dan tujuh hikmah sebagai berikut:

Pertama, menghidupkan sunah Nabi Ibrahim as. Dan anaknya Ismail as. Keduanya menjadi sebab dibangunnya Ka’bah yang mulia. Sehingga dengan menghadap kiblat, tidak hilang peran keduanya dari hati umat islam

Kedua, sesungguhnya dengan menghadapkan wajah ke arah kiblat dan memalingkan seluruh anggota tubuh ke satu arah, orang Islam tidak terkecoh untuk menengok ke kanan dan ke kiri. Hal ini dapat menumbuhkan biji-biji ketenangan, kekhusyukan dan ketetapan iman dalam hatinya. Sehingga dia tidak berpaling dari pintu rahmat Allah dan tidak berjalan di lembah keprihatinan, obsesi, hawa nafsu, dan selalu tersinari oleh cahaya yang terang berupa makna firman Allah SWT,

إِنِّيوَجَّهۡتُوَجۡهِيَلِلَّذِيفَطَرَٱلسَّمَٰوَٰتِوَٱلۡأَرۡضَحَنِيفًا ۖ وَمَآأَنَا۠مِنَٱلۡمُشۡرِكِينَ

Artinya: Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung pada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan (QS. Al-An’am [6]: 79).

Ada hadis terkait dengan ayat ini yang secara global dapat disampaikan maknanya sebagai berikut, Apabila seorang hamba menunaikan salatnya, maka hawa nafsu, wajah, dan hatinya kepada Allah itu berpaling seperti hari dilahirkan oleh ibunya (suci dari dosa).

Ketiga, sesungguhnya manusia cenderung untuk menentukan waktu dan tempat yang digunakan untuk melakukan kebiasaannya sesuai pelaksanaannya. Di mana apabila penentuan ini hilang, maka aturan amalnya terganggu dan kehidupannya rusak. Karena dia akan melakukan kebiasaan (rutinitas) yangberlaku dengan kacau dan tanpa waktu yang pasti. Begitu juga, jika manusia tidak mempunyai arah yang jelas dalam menunaikan tugas ibadah dan justru hatinya berpindah dari satu arah ke arah yang lain, maka keistimewaan ikhlasnya dalam melaksanakan tugas akan hilang dan dia tidak akan mendapatkan pahala karena tidak melakukan tugas tersebut sesuai yang diharapkan. Allah SWT menjadikan kiblat bagi kita supaya mengetahui arah yang bisa menjadikan amal kita diterima dengan mengikutinya, sehingga kita tidak menjadi pemilih arah yang diliputi kekacauan dan kebingungan layaknya keadaan orang yang bingung ketika memilih sesuatu.

Keempat, sesungguhnya ketika seluruh umat Islam di bagian timur dan barat bumi menghadap ke kiblat, maka di dalamnya terdapat kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena umat Islam dengan ini memberitahukan bahwa mereka adalah saudara yang benar-benar hatinya saling mengasihi dan semua niatnya bersatu pada satu hal, yakni ka’bah yang dimuliakan. Sesungguhnya walaupun tempat mereka itu jauh dan berpisah-pisah di timur, barat, dan seluruh arah, namun ka’bah menjadi titik lingkup persatuan mereka, di mana hati mereka terkumpul di sekitar ka’bah dari berbagai pelosok negara. Rasa saling mengasihi dan mencintai ini adalah nikmat agung di antara berbagai nikmat Allah pada para hamba-Nya, Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu orang-orang yang bersaudara karena nikmat Allah (QS. Ali-Imran [3]: 103).

Kelima, jika seseorang ingin menampakkan (pamer) keikhlasan dalam penghambaannya melalui ekspresi tertentu, kasat mata, dan terlihat oleh banyak manusia, niscaya dia akan menentukan tempat yang digunakan untuk memamerkan ketaatan dan keikhlasannya itu. Begitu juga apabila seseorang menghadapkan wajahnya ke arah kiblat dan anggota badannya itu juga tenang dan hatinya hadir, maka orang itu benar-benar melaksanakan tugasnya yang diperintahkan dan menampakkan keikhlasan di tempat tertentu. Sehingga tidak ada keraguan bahwa dia telah melaksanakan tugas tersebut, meskipun ketika dia berada dalam kekacauan atau dalam kondisi tidak ada tempat khusus baginya.

Keenam, ketika seseorang menghadap kiblat pada saat muazin mengumandangkan ‘marilah kita salat, marilah kita mencapai kemenangan’ dengan bergegas, maka dia benar-benar telah membuktikan ketaatannya kepada Allah dan rasulnya. Sesungguhnya Ka’bah yang dimuliakan ada di negara tempat kelahiran Rasulullah Saw. Oleh sebab itu, untuk mengagungkannya, umat Islam diperintah agar menghadapkan wajahnya ke Ka’bah karena Ka’bah adalah tempat yang paling mulia di bumi.

Ketujuh, sesungguhnya menghadap kiblat itu mengingatkan umat Islam tentang cinta Allah SWT kepada Rasulullah Saw. Karena ketika Rasulullah Saw. Melihat bahwa menghadap kiblat dan menghadap ke Ka’bah lebih baik daripada menghadap ke Baitul Maqdis, beliau mengarahkan wajahnya ke langit sembari menunggu izin dari Tuhannya (Allah). Kemudian Allah mengabulkan harapannya sebagai bentuk kecintaan Allah kepada Rasulullah Saw. Hal ini ditegaskan oleh firman Allah,

قَدۡ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجۡهِكَ فِي ٱلسَّمَآءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبۡلَةً تَرۡضَىٰهَا ۚ فَوَلِّ وَجۡهَكَ شَطۡرَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ ۚ وَحَيۡثُ مَا كُنتُمۡ فَوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ شَطۡرَهُۥ ۗ وَإِنَّ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ لَيَعۡلَمُونَ أَنَّهُ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّهِمۡ ۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا يَعۡمَلُونَ

“Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Kitab (Taurat dan Injil) tahu, bahwa (pemindahan kiblat) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.”(QS. Al-Baqarah [2]: 144).

 

Referensi:

Ali Ahmad al Jarjawi, Hikmah al-Tasyri wa Falsifatuh, jld. 1, hal, 163.

Posting Komentar

0 Komentar