Pada dasarnya ghibah kepada orang lain dalam agama Islam hukumnya
haram, karena dapat menyakiti hati sesama kaum muslim sebagaimana dalam firman
Allah dala surat al-Hujarat ayat 12 :
وَلا
يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا
فَكَرِهْتُمُوهُ
"Dan janganlah sebagian kalian
menggunjing/ mengghibahi sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara
kalian memakan daging saudaranya yang telah mati ? Maka tentulah kalian merasa
jijik kepadanya”.
Namun ada tempat yang dibolehkan ghibah bila terdapat enam sebab
berikut ini sebagaimana yang diungkapkan oleh imam al-Nawawi dalam kitab Raudhah
al-Thalibin :
1.Laqab
Boleh bagi seorang menyebut laqab buruk yang telah masyhur laqab tersebut
terhadapnya yang bertujuan untuk memperkenalkannya bukan untuk mneghina,
walaupun mungkin memperkenalkan bukan lewat jalur laqab.
2.Mustafti (Orang yang meminta fatwa)
Boleh bagi orang yang meminta fatwa kepada orang lain untuk
menyebut kondisi perdakwaan saat dia menanyakan hukum dan memperkenalkan siapa
yang menfatwa hukum kepadanya.
3.Fasik yang Nyata
Boleh menghibah orang fasik yang telah nyata kefasikannya namun
dengan beberapa ketentuan :
• Kefasikannya sudah dilakukan secara tereng-terangan tanpa ada rasa
malu atau takut dilihat oleh manusia.
•
Menghibah orang fasik hanya pada kefasikannya yang dilakukan secara
terang-terangan.
• Tujuan mengibah orang fasik untuk menasehati manusia agar tidak
melakukan perbjuatan semacam itu bukan untuk keuntungan bagi dirnya atau karea
faktor benci terhadapnya dan bukan untuk menjatuhkan atau menhina orang fasik
tersebut.
4.Menzalimi
Boleh bagi orang yang dizalimi menghibah orang yang menzaliminya
sesuai dengan realita kejadian.
5.Menghindari
Boleh bagi seseorang menyebutkan seperti aib orang lain bagi orang
yang ingin bertemu dan bergaul dengannya untuk lebih hati-hati dan menghindari
dari hal yang buruk.
6.Menghilangkan Kemungkaran
Boleh seseorang mengatakan seseorang yang melakukan kemungkaran untuk
menghilangkan kemungkaran seperti dikatakan bahwa orang tersebut berzina atau
mencuri dll.
Bujairimi ‘ala Khatib, hal 310, juz 3
قَالَ فِي زِيَادَةِ
الرَّوْضَةِ: وَالْغِيبَةُ تُبَاحُ لِسِتَّةِ أَسْبَابٍ وَذَكَرَهَا، وَجَمَعَهَا غَيْرُهُ
فِي هَذَا الْبَيْتِ فَقَالَ :
لَقَبٌ وَمُسْتَفْتٍ
وَفِسْقٌ ظَاهِرٌ ... وَالظُّلْمُ تَحْذِيرُ مُزِيلِ الْمُنْكِرِ
قَالَ الْغَزَالِيُّ
فِي الْإِحْيَاءِ: إلَّا أَنْ يَكُونَ الْمُتَظَاهِرُ بِالْمَعْصِيَةِ عَالِمًا يُقْتَدَى
بِهِ، فَتُمْنَعُ غِيبَتُهُ؛ لِأَنَّ النَّاسَ إذَا اطَّلَعُوا عَلَى زَلَّتِهِ تَسَاهَلُوا
فِي ارْتِكَابِ الذَّنْبِ انْتَهَى.
(قوله الفاسق) أَنَّ
غِيبَةَ الْفَاسِقِ تُبَاحُ بِثَلَاثَةِ شُرُوطٍ؛ الْأَوَّلُ: أَنْ يَتَجَاهَرَ بِحَيْثُ
لَا يُبَالِي مِنْ اطِّلَاعِ النَّاسِ عَلَيْهِ. وَالثَّانِي: أَنْ يَذْكُرَهُ بِمَا
يَتَجَاهَرُ بِهِ فَقَطْ حَتَّى لَوْ ذَكَرَهُ بِغَيْرِهِ وَلَوْ كَانَ فِيهِ كَانَ
غِيبَةً مُحَرَّمَةً. وَالثَّالِثُ: أَنْ يَذْكُرَ ذَلِكَ لِأَجْلِ نُصْحِ النَّاسِ
وَتَبَاعُدِهِمْ عَنْهُ لَا لِحَظِّ نَفْسِهِ وَلَا لِكَرَاهِيَةٍ فِيهِ وَلَا لِازْدِرَائِهِ
وَتَنْقِيصِهِ وَإِلَّا كَانَ غِيبَةً مُحَرَّمَةً شَيْخُنَا الْحَفْنَاوِيُّ.
0 Komentar