Sebagai
seorang muslim kita dituntut oleh Allah SWT untuk menempuh jalan agar menjadi
hamba-hamba-Nya yang dekat kepada-Nya. Namun, setiap kita tentu punya status
dan profesi yang berbeda-beda, tentunya
ada yang mudah dalam menempuh jalan itu dan ada yang susah. Jika kita melihat
kitab Ihya’ Ulumiddin pada bab wirid dan zikir mungkin kita akan
bertanya; apakah sanggup saya mengerjakan ini semua?; Pertanyaan itu ditepis
semuanya oleh Imam Al-Ghazali pada akhir bab, bahwa zikir-zikir dan wirid-wirid
yang telah disebutkan hanya bagi ‘Abid(ahli ibadah/orang yang nganggur jika dia
tidak mengerjakan wirid-wirid yang telah disebutkan).
Setiap
manusia tentu berbeda status dan waktu yang mereka miliki tentunya akan sukar
melakukan ibadahnya orang ‘Abid. Bahkan, jika semua orang melakukan apa
yang diamalkan oleh ahli ibadah maka sungguh bumi ini akan hancur. Manusia
diciptakan untuk menjadi Khalifah di muka bumi Allah bukan hanya untuk duduk
beribadah tanpa memikirkan tentang kemakmuran bumi Allah.
Allah
SWT berfirman:
قُلْ
كُلٌّ يَّعْمَلُ عَلٰى شَاكِلَتِهٖۗ
فَرَبُّكُمْ اَعْلَمُ بِمَنْ هُوَ اَهْدٰى سَبِيْلًا
Artinya:
Katakanlah
(Muhammad), “Setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing.”
Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. (Q. S:
Al-Israk:27)
Oleh
karena demikian, Imam Al-Ghazali memberikan solusi untuk menjadi hamba yang
dekat dengan Allah SWT sesuai statusnya masing-masing dan membagikan manusia
dalam menempuh jalan menuju akhirat yang baik kepada enam golongan: Ahli
Ibadah, Ahli ilmu, pelajar(murid), pekerja, pemimpin dan orang yang telah zauq
dengan Allah.
1.
‘Abid
(Ahli Ibadah)
‘Abid
merupakan orang yang hanya menyibukkan
dirinya dengan beribadah dan akan menganggur jika dia tidak menyibukkan
dirinya dengan itu karena memang dia tidak ada kegiatan lainnya. Maka rutinitas
golongan ini adalah sebagaimana tertib rutinitas yang telah disebutkan
oleh Imam Al-Ghazali pada bab tartib awrad wal azkar. Umumnya dia hanya
menyibukkan dengan memperbanyak shalat, puasa, zikir, shalawat dan hal lainnya
yang telah panjang lebar disebut di bab itu. Namun, setiap mereka mempunyai
rutinitas masing-masing yang berbeda, ada yang menyibukkan dirinya dengan
memperbanyak shalat atau memperbanyak baca Alquran, memperbanyak tasbih dll.
Intinya mereka menyibukkan dirinya dengan amalan Sunnah yang dapat mendekatkan
dirinya kepada Allah SWT dan hatinya damai dengan itu selama tidak menyalahi
Sunnah.
2.
‘Alim(ahli
ilmu/guru)
Ahli
Ilmu adalah orang dibutuhkan oleh manusia dalam fatwa, mengajar dan mengarang.
Tentunya rutinitas mereka berbeda dengan ahli ibadah karena mereka perlu untuk
muthala’ah(mengkaji) kitab-kitab, mengarang dan mengajar. Jika memang mungkin
untuk menghabiskan waktunya untuk hal-hal demikian maka itu lebih baik baginya
daripada ibadah lainnya kecuali shalat wajib dan rawatib-rawatibnya. Karena
perlu kita tahu dalam ilmu kita sedang mengingat Allah, berpikir tentang
firman-Nya dan Sabda Rasul-Nya dan menunjukkan makhluk kepada jalan yang benar.
Sebagaimana yang kita maklumi bersama bahwa ahli ilmu yang bermanfaat ilmunya
itu lebih utama daripada ahli ibadah.
Namun,
yang lebih baik bagi ahli ilmu adalah membagi waktunya untuk ibadah lainnya dan
ilmu karena menghabiskan waktu hanya untuk ilmu juga sangat sukar. Manejemen
waktu terbaik untuk ahli ilmu adalah:
·
Dari setelah
shalat shubuh hingga terbit matahari untuk wirid dan zikir pagi.
·
Dari terbit
matahari hingga sebelum tengah hari adalah mengajar jika ada murid yang belajar
sedangkan jika tidak ada murid sebaiknya dia mengkaji masalah-masalah yang
sukar tentang ilmu agama karena berpikir setelah berzikir dan sebelum melakukan
hal-hal duniawi akan mudah untuk memahami perkara-perkara yang sukar.
·
Dari sebelum
tengah hari hingga Waktu asar maka sebaiknya dia mempergunakan waktunya untuk
mengarang dan mengkaji kitab-kitab, jangan pernah dia tinggalkan hal ini
kecuali untuk hal-hal yang perlu seperti makan, bersuci atau bersih-bersih,
shalat wajib dan sedikit tidur qailulah(menjelang zhuhur).
·
Setelah shalat
ashar hingga warna langit sudah mulai kekuningan (menjelang Maghrib) untuk
mendengar bacaan tafsir, hadits, fiqh dan ilmu-ilmu lainnya atau paling kurang
melakukan hal-hal sederhana lainnya yang bermanfaat. Bukan untuk menulis atau
mengkaji karena menulis dan mengkaji kitab-kitab pada waktu ini dapat
membahayakan mata. Maka hari-hari dia
selalu diisi oleh tiga macam wirid, dari setelah shubuh hingga terbit matahari
untuk amalan lisan, dari terbit matahari hingga sebelum tengah hari untuk amalan
hati yaitu dengan cara berfikir pada masalah yang sukar, dari waktu sebelum
tengah hari hingga Ashar untuk amalan mata dan tangan, sedangkan dari setelah
ashar hingga langit kekuningan amalan pendengaran agar untuk mengistirahatkan
mata dan tangan.
·
Menjelang Maghrib
hingga terbenam matahari dia kembali kepada amalan lisan yaitu zikir-zikir,
tasbih, istighfar dan zikir-zikir lisan lainnya.
·
Setelah Maghrib
hingga shubuh sebaiknya mengikuti metode Imam Syafi’i yaitu membagikan malamnya
menjadi tiga yaitu sepertiga pertama untuk ilmu, sepertiga kedua untuk shalat
dan sepertiga terakhir untuk tidur.
3.
Muta’allim(pelajar)
Untuk
pelajar jalan dia menempuh akhirat dan rutinitas terbaiknya adalah sebagaimana
jalannya ahli ilmu/ guru. Namun, bedanya jika pada waktu itu ahli ilmu/guru
menggunakannya untuk Ifadah(mengajar), maka bagi pelajar waktu itu adalah
untuk istifadah (belajar), jika ahli ilmu pada waktu itu mengarang maka
bagi pelajar waktu itu adalah untuk membuat catatan dari apa yang telah dia
pelajari.
Rutinitas
itu juga bisa berubah sesuai arahan dari guru, jika memang gurunya mengajak
belajar setelah shubuh hingga terbit fajar maka menghadiri majelis ilmu lebih
baiknya daripada wirid pagi dan petang. Imam Syafi’i Rahimakumullah berkata:
طَلَبُ
الْعِلْمِ أفضل من النافلة
Artinya:
“Menuntut ilmu lebih baik daripada mengerjakan shalat sunat”
4.
Muhtarif (Pekerja)
Pekerja yang butuh untuk usaha dalam mencukupi kebutuhan keluarganya tentu beda lagi jalan dia dalam menempuh akhirat, maka sepatutnya dia tidak menghabiskan waktunya hanya untuk ibadah zikir dan ibadah-ibadah Sunnah lainnya hingga tidak mencukupi nafkah keluarga. Wirid baginya setelah mengerjakan shalat wajib dan rawatib adalah mencari nafkah bagi keluarga. Namun, jangan juga hingga lupa berzikir, karena memperbanyak zikir, tasbih dan sebagainya bisa dia lakukan bersamaan dengan bekerja.
Setelah dia menyelesaikan pekerjaannya maka dia
kembali untuk berzikir dan mengingat Allah SWT.
Bahkan jika dia terus bekerja tanpa melakukan amalan Sunnah-sunnah
lainnya kemudian dia bersedekah tentu itu lebih baik baginya daripada berzikir
sepanjang hari karena ibadah yang turun faedahnya
bagi orang lain lebih baik daripada ibadah yang hanya terbatas faedah bagi
dirinya. Usaha dan sedekah dari satu segi merupakan jalan untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT dan segi lainya berfaedah bagi orang lainnya.
5.
Penguasa/pemimpin
Bagi
mereka memenuhi hajat dan kebutuhan rakyatnya dengan penuh keikhlasan lebih
baik daripada menyibukkan dirinya dengan berzikir. Jalan yang terbaik baginya
adalah di siang harinya hanya memadai dirinya dengan ibadah wajib kemudian dia
memenuhi hak-hak rakyat yang sesuai syariat dan pada malam harinya jika tidak
ada keperluan negara yang mendesak baru dia berzikir, bermunajat dan melakukan
ibadah Sunnah lainnya untuk lebih mendekatkan dirinya kepada Allah SWT.
Sebagaimana pernyataan Umar bin Khattab:
مالي
وللنوم فلو نمت بالنهار ضيعت المسلمين ولو نمت بالليل ضيعت نفسي
Artinya:”Tidak
ada waktu untuk tidur bagiku. Andai tidur siang, aku menelantarkan masyarakat.
Andai aku tidur malam (tanpa ibadah sunnah), aku menyia-nyiakan diriku sendiri.”
6.
Para wali yang telah zauq dengan Allah
SWT
Mereka
adalah manusia pilihan Allah SWT yang telah tenggelam dalam lautan wahdaniyyah,
cita-citanya hanya satu yaitu Allah SWT, maka tidak ada yang dia cintai
melainkan Allah, tidak ada yang ditakutinya melainkan Allah, tidak berharap
Rizki kecuali hanya kepada Allah SWT. Orang yang telah sampai pada martabat ini
tidak lain ibadah bagi dia melainkan tafakur(menyelami dalam menghayati
kebesaran dan kekuasaan Allah SWT), ibadah bagi dia tiada beda karena tidak ada
rasa sukar dan berat untuk melakukan ibadah sunnat baginya apalagi itu ibadah
wajib, dia tahu apa yang Allah SWT cintai dan tidak mungkin mengerjakan
perbuatan yang Allah benci.
Akhir
kalam, semuanya itu harus di tempuh dengan jalur belajar ilmu, bagi yang bukan
ahli ilmu dan pelajar juga dalam sela-sela kesibukan mereka harus menyisihkan
waktu untuk belajar ilmu agama yang selalu dia butuhkan lakukan setiap harinya
dan belajar ilmu-ilmu yang berkaitan dengan profesi dan statusnya masing-masing
agar tetap berada di jalan yang benar. Wallahu a’lam.
Referensi:
Ihya’Ulumiddin, Jld: 1, Hal: 348-350, Cet: Darul Ma’rifah, Bairut.
0 Komentar