Benarkah Syariat Nabi Muhammad adalah Lanjutan dari Syariat Nabi Ibrahim?

 

Pernah dengar dulu pernyataan kalau Nabi Muhammad itu membawa syariatnya Nabi Ibrahim, artinya syariat Nabi Muhammad sekarang datang untuk melanjutkan dan menghidupkan kembali syariat-syariat Nabi Ibrahim. 

Dalilnya langsung surat An-Nahl ayat 123:

ثُمَّ أَوْحَيْنا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْراهِيمَ حَنِيفًا وَما كانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan dia bukanlah termasuk orang musyrik.”

Terus bagaimana dengan firman Allah yang satunya lagi, tepatnya surah Al-Maidah ayat 48:

لِكُلٍّ جَعَلْنا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهاجًا 

“Untuk masing-masing kalian, Kami berikan aturan dan jalan.”

Ayat ini menerangkan bahwa syariat antara satu Rasul dengan Rasul yang lain itu tidak ada kaitan sama sekali, karena Allah sudah memberikan aturan syariat untuk masing-masing mereka. Bukan ini sudah bertolak belakangan dengan apa yang sudah diutarakan di atas.

Rupanya, di dalam ayat pertama diatas, Allah menyuruh Nabi Muhammad untuk mengikuti Nabi Ibrahim dari segi akidah dan ketauhidan, bukan syariat. Memang banyak penafsiran terkait perintah Allah kepada Rasulullah untuk mengikuti agamanya Nabi Ibrahim. Tapi dari sekian penafsirannya, yang paling shahih adalah perintah mengikuti Nabi Ibrahim dalam hal kemantapan akidah dan tauhidnya Nabi Ibrahim, ada juga tafsirannya untuk mengikuti Nabi Ibrahim dalam perihal manasik Haji yang pernah diajarkan Jibril, menjauh dari yang namanya berhala, dan ada tafsir lainnya juga. 

Kemantapan akidah Nabi Ibrahim sehingga beliau digelar “Khalilullah” itu bermula tatkala Nabi Ibrahim mau dilemparkan ke dalam bara api, lalu Jibril datang dan bertanya:

“Sekarang apa maumu wahai ibrahim?” 

Beliau menjawab:

اما اليك فلا

“Adapun darimu jibril, aku tidak ingin apa-apa.” 

Jibril pun melanjutkan:

“kalau begitu, memohonlah kepada Tuhan-mu!”

Nabi Ibrahim menjawab:

حسبي من سؤالي علمه بحالي

Cukuplah bagiku pengetahuan-Nya tentang keadaanku sebagai permintaanku (kepada-Nya).”

Lihatlah, ucapan dan iktikad Nabi Ibrahim ini sudah mencapai puncak tertinggi, sudah berada di tingkat teratas, beliau sudah memasrahkan semuanya kepada Allah, tidak ada sedikit pun rasa takut dalam hatinya karena sudah merasa begitu yakin dengan semua yang Allah tentukan.

Keyakinan semacam ini tidak ada satu pun orang yang dapat menyamainya, baik orang sebelum mau pun setelah beliau selain Rasulullah Saw, bahkan apa yang dimiliki Rasulullah melampaui apa yang dimiliki Nabi Ibrahim. 

Jadi, kesimpulannya adalah:

1. Maksud Allah menyuruh Rasulullah mengikuti ajaran Nabi Ibrahim dalam surah An-Nahl ayat 123 adalah mengikuti dalam hal kedudukan akidah dan tauhid yang sangat tinggi yang dimiliki oleh Nabi Ibrahim.

2. Adapun dalam hal syariat, Allah sudah memberinya kepada masing-masing Rasul sehingga antara satu syariat dengan syariat yang lain itu tidak ada hubungannya, senada dengan surah Al-Maidah ayat 48 di atas.

Referensi:

1. Al-Jami’ Li Ahkam Qur-an (Tafsir Qurthubi) terkait tafsir surah An-Nahl ayat 123 dan surah Al-Maidah ayat 48

2. Adz-Dzakhair Al-Muhammadiyah, Abuya Sayyid Muhammad Bin Alwi Al-Maliki, Hal. 133-134, Cet. Dar Al-Jawami’ Al-Kalim

 

 

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Izin guree, margin penulisan Arab belum teratur seperti yg tersebut di Surah Al maidah 48. sebaiknya penulisan tulisan Arab lebih diperhatikan sebelum di-posting sehingga tidak terjadinya kesalahan kami masyarakat awam dalam menelaah bacaan. Jazakumullah Khairan jaza guree

    BalasHapus