Sering kita dengar dari kalangan manusia anti mazhab dan taklid yang dengan beraninya mereka menyampaikan sebuah argumen dengan tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas yang cukup, bahwa disaat kita bertaklid kepada Mazhab empat maka
kita sudah meninggalkan Sunnah khulafah al-Rasyidin. Mereka
terpengaruh dengan statement Ibnu Qayyim yang berlandaskan hadis Nabi :
عليكم
بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين من بعدي
"Berpegang teguhlah
kalian kepada sunnahku dan Sunnah khulafah al-Rasyidin".
Ibnu Qayyim mengatakan, bahwa hadis
nabi ini merupakan sebuah dalil yang sangat eksplisit dalam meruntuhkan argumen
yang menyatakan bahwa taklid itu wajib, maka bertaklid sudah meninggal Sunnah
Nabi dan Khulafah al-Rasyidin, dan secara rasional bahwa para khulafah
al-Rasyidin tidak pernah meninggalkan hadis saat ada pendapat lain, dan tidak
pernah mengeluarkan pendapat yang bersifat pribadi maka mengikuti arus taklid
merupakan sebalik dari Sunnah khulafah al-Rasyidin.
Secara eksplisit statement
yang disampaikan oleh Ibnu Qayyim diatas dapat dicerna
dan diserap oleh akal sehat, namun tidak oleh nalar agama. Karena sebernarnya bertaklid kepada para ulama mazhab tidak ada unsur
menentang atau meninggalkan sunnah khulafah al-Rasyidin, karena kita juga
mengakui bahwa menempuh metode sunnah adalah hal yang tidak bisa dipungkiri
kewajibannya, dan tunduk kepada hukum yang telah syara’ tetapkan merupakan hal
yang harus dijalankan. Namun yang menjadi problematika sekarang adalah pada
hukum syara’ yang standar para manusia tidak mengetahui dari kandungan
Al-Qur’an dan Hadis karena minimnya ilmu pengetahuan atau karena kontradiksi
dalil dalam logika seperti yang banyak terjadi dikalangan para mujtahid dan inilah
menjadi faktor dasar para manusia bertaklid kepada ulama mazhab. Hal ini telah
kita temukan prakteknya dari Saidina Umar yang meninggalkan hadis Saidah
Fatimah binti Qais pada persoalan gugur nafkah dan tempat tinggal terhadap
istri yang ditalak tiga oleh suaminya:
ما كنا لندع كتاب ربنا وسنة نبينا لقوله إمرأة لا ندري أحفظت ذلك أم لا ؟, مع أنها أخبرته بأن رسول الله لم يجعل لها سكنى ولا نفقة, ولم يترك إجتهاد نفسه لذلك.
Artinya : “Kami tidak pernah meninggalkan kitab Tuhan kami dan sunnah Nabi kami cuma karena perkataan seorang perempuan yang tidak kami tahu apakah yang ia hafal sesuai dengan perkataan nabi atau tidak? serta ia memberi tahu bahwa Nabi Muhammad Saw mengatakan: terhadap istri yang ditalak tiga oleh suaminya maka tidak wajib atas suami terhadap istrinya nafakah dan tenpat tinggal, dan Saidina Umar tidak meninggalkan ijtihadnya karena permasalahan ini
Adapun terkait
statement Ibnu Qayyim yang mengatakan terkait pemahaman hadis Nabi Muhammad Saw
“bahwa Nabi Muhammad Saw mengabungkn sunnahnya dengan sunnah para khulafah
al-Rasyidin terkait wajib mengikutinya dan mengikuti sunnah khulafah
al-Rasyidin bukan berarti kita taklid kepada mereka tetapi kita mengukuti Nabi
Muhammad Saw, sebagaima taklid pada permasalahn azan bukan bukan berati kita
taklid terhadap orang yang melihat Nabi dalam mimpinya dan mengikuti
permasalahan orang yang masbuq harus mengantikan yang luput daripada shlatnya
sesudah salam imam, bukan berarti kita taklid Mu’az tetapi kita mengikuti
perintah Nabi terhadap permasalahn tersebut. Maka dimanakah taklid yang kalian
mengamalkannya ?”.
Sebenarnya
latar belakang Nabi Muhammad Saw memerintahkan kita untuk mengikuti khulafah
al-Rasyidin karena keilmuaan, hidayah, dan ketaatan yang mereka miliki, padahal
nabi mengetahui bahwa para khulafah al-Rasyidin tidak maksum
(terpelihara dari kesalahan) yang otomanis ada pontensi mereka benar atau
salah. Dari sini dapat kita pahamai bahwa landasan utama Nabi Muhammad Saw
memerintahkan kita untuk mengkuti khulafah al-Rasyidin adalah fakor keilmuan,
hidayah, dan ketaatan, maka bila terdapat pada diri seseorang sifat yang
menjadikan landasan utama sehingga nabi memritah kita mengikuti khulafah
al-Rasyidin maka secara otomatis terhadap kita mengambil hukum yang telah
ditelusuri oleh mereka dan wajib mengikuti. Tidak menjadi sebuah problem
terkait perbedaan level karena pebrdaan level antara satu sama lain juga
terdapat pada khulafah al-Rasyifin.
Adapun terkait
statement yang mengataakan “Bahwa mengikuti khulafah al-Rasyidin bukan
mentaklid pribadi mereka tapi mengikuti sunnah mereka”. Maka jawaban
terhadap statemane ini, saat Nabi Muhammad Saw memerintahkan kita untuk
mengikuti sunnah khulafah al-Rasyidin bukan berarti perbuatan kita keluar dari
taklid karena mengikuti sunnah mereka secara otomatis kita mentajlidkan mereka.
Andai perintah Nabi Muhammad hanya tertuju pada mengikuti sunnah saja tidak
taklid maka kita mengatakan “bahwa kita juga tidak mentaklid para ulama mazhab
tetapi kita mengikuti mereka atas landasan perintah Al-Qur’an Surat an-Nahl
ayat 43 “Maka tanyalah kepada ahli ilmu jika kalian tidak mengetahui”.
Maka dari
uraian diatas sangat jelas, bahwa statemane yang disampai oleh Ibnu Qayyim
dengan belandaskan dua hadis diatas, diamana orang yang anti taklid dan mazhab
menjadikan statmane Ibnu Qayyim ini sebagai dalil yang sebenarnya mereka
sendiri tidak mengamalkan hadis tersebut, tidak mnegikuti sunnah khulafh
al-Rasyidin. Argumen mereka yang mengatakan bahwa taklid adalah meninggalkan
atau menentang dengan sunnah khulafah al-Rasyidin tidak ada dalil sama sekali.
(Ref :
Muqaddimah al-Fiqhiyya an-Nafi’ah, hal 225-227)
0 Komentar