Etika Menghadiri Undangan dalam Ajaran Islam

Perjalanan hidup Rasullullah adalah samudra ilmu yang luas membentang, tiada berbatas dan bertepi, apa yang dicontohkannya tak luput dari ilmu, sehingga beliau menjadi teladan sepanjang zaman, sikapnya yang tidak pernah melukai orang lain bahkan menyenangkan orang lain dimanapun ia berada apalagi ketika beliau menghadiri undangan dari seseorang, etika yang dituntunkannya adalah etika yang sempurna.

Disebutkan bahwa Rasulullah menganjurkan kita ketika mulai memasuki rumah seseorang yang menjamu  dengan penuh sikap tawadhu baik cara berjalan ataupun ketika duduk, Namun jika pemilik rumah belum sempurna persiapan maka jangan bersegera memasuki rumah tersebut, kemudian diketika hendak mengambil  tempat duduk maka jangan terlalu memandang  orang  lain yang sudah lebih awal sampai pada tempat tersebut serta sedianya mengambil tempat duduk  yang tidak mengganggu orang lain dan duduk pada tempat yang masih kosong, baiknya tidak duduk didepan orang lain, kecuali tidak ada tempat lain yang kosong. Begitu juga tidak baik berdesak- desakan dengan tamu yang lain bahkan jika tuan rumah mempersilahkan  kepada satu tempat tertentu walaupun ia sendiri berkeinganan duduk pada tempat yang lain maka hendak ia duduk  pada tempat yang telah dipersilahkannya tadi karena berbeda dengan ajakan tuan rumah menjadikan keadaan majelis perjamuan tidak teratur. 

Selanjutnya ketika masuk bagusnya memberi salam dan menyapa seseorang yang dekat dengannya. Sebagian dari adab pula adalah seseorang disunahkan  berdiri jika tamu yang lain berdiri ketika hadir seseorang yang mulia sebagaimana dalam hadis nabi "sebagian daripada tawadhu karena Allah adalah ridha merendahkan badan ketika dalam majelis".

Ada baiknya  tidak duduk tamu laki-laki berhadapan dengan pintu  kamar  perempuan di rumah tersebut dan tidak juga berhadapan dengan tirai kaum perempuan tersebut. Yang harus dihindari lagi bagi seorang tamu adalah tidak memusatkan pandangan kepada tempat dikeluarkannya makanan karena yang demikian menunjuki kepada sifat yang buruk (kerakusan). 

Ketika berada didepan hidangan disunahkan  pula bagi pemilik rumah untuk mencuci tangan terlebih dahulu sebelum makan daripada para tamu karena yang demikian terlebih utama yang akan menjadikan para tamu merasa dimuliakan dan  hikmahnya adalah tuan rumah  akan lebih cepat selesai makan serta lebih dulu mencuci tangan, sedangkan para tamu yang lain lebih lama selesai sehingga nantinya jika ada tamu yang baru tiba maka  bisa bersegera masuk dan menyantap hidangan bersama dengan tamu yang belum selesai tadi. Jika seorang tamu ingin menginab maka bagi tuan rumah dianjurkan untuk memberi tau arah kiblat, kamar mandi serta tempat wudhu karena demikian yang pernah dilakukan imam Malik kepada imam Syafi'i.

Ketika seorang tamu berada dalam rumah dan  melihat sesuatu yang mungkar/keji didalam ruangan tersebut maka hendak memperbaikinya jika memang sanggub, jika tidak mampu mengubahnya maka dianjurkan untuk mengingkari perkara tersebut dengan perkataannya dan pergi meninggalkan tempat tersebut, sebagian daripada yang mungkar adalah disediakan tempat duduk dari sutra, tempat menaruh hidangan yang terbuat dari perak dan emas, terdapat gambar-gambar  hewan didinding rumah, adanya nyanyian dan hiburan alat musik, hadirnya lawan jenis yang tidak menutup kepala, bahkan jika seseorang menyewa rumah yang diruangan dan kamar mandi tersebut terdapat gambar yang dilarangkan maka dianjurkan untuk mencopotnya, jika tidak sanggup dicopot maka lebih baik keluar saja dari rumah tersebut. Sama halnya termasuk juga dalam adab bertamu adalah jika dipasangkan penutup/ gorden yang tipis lagi  tembus pandang yang tidak dapat menghalangi kondisi panas dan kondisi dingin  maka lebih baik dibuka saja oleh tamu yangberada di dalam ruangan tersebut karena tidak ada manfaad juga.

Adab-adab dan kesunahan diatas diamalkan jika memang memungkinkan namun jika tidak mungkin untuk diamalkan, terlebih lagi pada masa sekarang seperti ditakutkan timbulnya perasaan sedih dari tuan rumah jika kita meninggalkan tempat perjamuan tetsebut dikarenakan adanya sesuatu yang mungkar maka cukup bagi seorang yang bertamu untuk membenci  dalam hati perbuatan yang dilarang tersebut serta  berada pada tempat tersebut hanya sebatas keperluan dalam bertamu saja.


Ref: Ihya Ulumuddin, Jld : 2 hlm: 17-18 cet. Dar al- Fikr.


وأما الحضور : فأدبه أن يدخل الدار ولا يتصدّر فيأخذ أحسن الأماكن بل يتواضع ولا يطول الانتظار عليهم ولا يعجل بحيث يفاجئهم قبل تمام الاستعداد، ولا يضيق المكان على الحاضرين بالزحمة، بل إن أشار إليه صاحب المكان بموضع لا يخالفه البتة فإنه قد يكون رتب في نفسه موضع كل واحد فمخالفته تشوّش عليه، وإن أشار إليه بعض الضيفان بالارتفاع إكراماً فليتواضع . قال : إِنَّ مِنَ التَّوَاضُعِ اللَّهِ الرِّضَا بِالدُّونِ مِنَ المَجْلِسِ» ولا ينبغي أن يجلس في مقابلة باب الحجرة الذي للنساء وسترهم. ولا يكثر النظر إلى الموضع الذي يخرج منه الطعام فإنه دليل على الشره. ويخص بالتحية والسؤال من يقرب منه إذا جلس . وإذا دخل ضيف للمبيت فليعرفه صاحب المنزل عند الدخول القبلة وبيت الماء وموضع الوضوء، كذلك فعل مالك بالشافعي رضي الله عنهما. وغسل مالك يده قبل الطعام قبل القوم وقال : الغسل قبل الطعام لرب البيت أولى، لأنه يدعو الناس إلى كرمه فحكمه أن يتقدم بالغسل وفي آخر الطعام يتأخر بالغسل لينتظر أن يدخل من يأكل فيأكل معه. وإذا دخل فرأى منكراً غيره إن قدر وإلا أنكر بلسانه وانصرف والمنكر فرش الديباج واستعمال أواني الفضة والذهب والتصوير على الحيطان وسماع الملاهي والمزامير وحضور النسوة المتكشفات الوجوه وغير ذلك من المحرمات وقال : إذا رأى كلة فينبغي أن يخرج فإن ذلك تكلف لا فائدة فيه ولا تدفع حراً ولا برداً ولا تستر شيئاً، وكذلك قال إذا اكترى بيتاً فيه صورة أو دخل الحمام ورأى صورة فينبغي أن يحكها فإن لم يقدر خرج.


Post a Comment

0 Comments