Sekelumit Dalil Burhan

Dalam kaidah ilmu logika, dalil yang dapat dijadikan sebagai landasan argumentasi kongkrit adalah "burhan". Ia merupakan dalil yang tersusun dari premis minor (mukaddimah sughra) dan mayor (mukadimah kubra) yang bersifat yakin. Memiliki sifat yang kokoh; tidak berubah. 

Dalam menghasilkan "yakin" pada dalil burhan ada terdapat enam macam jalan: awwaliyat, musyahadat, mujarrabat, mutawatirat, hadasiyat, dan mahsusat.

Pertama adalah awwaliyat, ia merupakan dalil yang murni bersifat logika. Pengetahuan yang dipahami tanpa membutuhkan kepada hal yang lain seperti panca indera. Maka sesuatu yang dihasilkan melalui awwaliyat kesahihannya sebagai dalil tidak dapat terbantahkan. Seperti malam dan siang tidak mungkin bertemu, hal yang utuh lebih besar dari bagiannya, dan sebagainya.

Kedua adalah musyahadat, dalil yakin yang berasal dari perasaan jiwa seseorang, seperti rasa kenyang, lapar, marah, gundah, dan berbagai bentuk perasaan lainnya. Musyahadat ini tidak mungkin diketahui dengan semata-mata akal, namun mesti diawali oleh kekuatan perasa yang bukan panca indera yang lima.

Ketiga, mujarrabat. Ia merupakan sesuatu keyakinan yang hasil dari penghukuman (dengan menetapkan sesuatu bagi yang lain) oleh akal dan panca indera dengan syarat adanya pengulangan terhadap hukum yang timbul. Seperti kita mengatakan: obat dapat menyembuhkan. Menyebutkan obat dapat menyembuhkan itu dapat dipahami karena adanya penghukuman akal dan panca indera, namun penetapan itu tidak terlepas dari ada pengulangan( bukan terjadi sekali saja) terhadap kejadian tersebut. Karena pada dasarnya ia hanyalah hukum bersifat kebiasaan yang tidak ada nilai-nilai yakin, namun dengan perantaraan akal terhadap hasil tersebut ia dapat bersifat yakin, dan juga pengulangan tersebut adalah hasil yang dipahami oleh panca indera.

Keempat, mutawatirat, ia adalah hukum (pengetahuan dengan menetapkan sesuatu bagi yang lain) yang diawali oleh penggunaan indera mendengar, lalu disampaikan oleh orang yang ramai bagi orang setelahnya  dengan kadar tidak mungkin terjadi dusta di dalamnya. Mutawatirat ini mesti diawali dengan panca indera mendengar sebagai alat untuk adanya hukum, namun yang memastikan "benar" hukum tersebut adalah akal.

Kelima, hadasiyat: hukum yang dipahami oleh akal dan panca indera dengan tidak ada sangkut-paut terhadap pengulangan. Pada hadasiyat, terjadi perbedaan pandangan sebagian ulama: ada yang mengatakan ia bersifat yakin, dan ada yang mengatakan ia hanya sebatas dhan yang disebabkan oleh tidak adanya "pengulangan" terhadap apa yang dipahami oleh akal dan panca indera.

Terakhir adalah muhsusat. Ia merupakan sebuah ilmu yang bersifat yakin yang dihasilkan oleh panca indera yang lima: pendengaran, penglihatan, penciuman, perasa, dan peraba. Ia bersifat yakin karena pengetahuan yang dihasilkan oleh seluruh panca indera adalah sesuatu hal yang tidak bisa tertolakkan. Namun, terkadang, ada juga kesalahan pada pengetahuan yang dihasilkan oleh panca indera karena ada beberapa hal yang mempengaruhi, seperti rusaknya fungsi panca indera tersebut. Contohnya mata yang rabun akan kurang  menangkap apa yang dilihatnya.

Begitulah beberapa hal yang berkaitan dengan dalil burhan dan jalan untuk menghasilkannya. Namun demikian, dari beberapa jalan untuk menghasilkan dalil burhan yang bersifat yakin, mutawatirat, hadasiyat, dan mujarrabat, hanya menjadi dalil yakin secara personal, kecuali hal tersebut juga ada pada orang lain. Berbeda dengan awwaliyat dan mahsusat.


Mihakkun nadhar hal 116- 122

Hasyiah bilal ala idhahul mubham 146-148

Post a Comment

0 Comments