Bisakah Kekuasaan Tuhan Menciptakan Tuhan yang lain?



Dewasa ini, sekelompok entertainer tak jarang membuat konten berupa podcast-podcast yang membahas tentang Teologi (Tauhid). Anehnya, acap kali ditemukan seorang yang bukan pakar, namun mencoba menjawab dengan akalnya terkait polemik di bidang keagamaan, mereka saling beradu argumen tanpa ujung, bagai debat kusir. Salah satu pertanyaan yang cukup sering dilontarkan adalah paradoks ketuhanan, seperti "Jika Tuhan mahakuasa, bisakah dia menciptakan Tuhan yang lain? Bisakah ia membuat dirinya menjadi manusia biasa? Bisakah Ia menciptakan sebuah batu besar yang bahkan dirinya sendiri tak mampu mengangkatnya?"


Untuk menjawab beberapa kemusykilan ini, tentunya kita perlu memahami hukum akal. Pada dasarnya hukum akal terbagi kepada 3, yakni:

1. Wajib, artinya sesuatu yang ketiadaannya tidak akan diyakini oleh akal, seperti eksistensi Tuhan dan bertempatnya sebuah benda.

2. Mustahil, artinya sesuatu yang keberadaannya tidak bisa diyakini oleh akal, seperti kebinasaan Tuhan dan bersatunya dua hal yang berlawanan.

3. Mumkin (jaiz), yakni perkara yang bisa diyakini keberadaannya maupun ketiadaannya, seperti hidup seorang manusia dan bergeraknya sebuah benda.


Selanjutnya, sifat Kuasa Allah (qudrah) hanya berhubungan untuk mewujudkan atau meniadakan terhadap perkara yang bersifat mumkin, tidak berhubungan dengan yang wajib dan mustahil. Syaikh Ibrahim Al-laqqani berkata dalam Jauharah al Tauhid:

فقدرة بممكن تعلقت * بلا تناهي ما به تعلقت

''Qudrah hanya berhubungan dengan perkara mumkin dengan ketiadaan batasan apapun baginya.''


Hal ini disebabkan karena:

1. Jika qudrah berhubungan untuk mewujudkan perkara wajib, maka l terjadi menghasilkan sesuatu yang telah hasil sebelumnya (تحصيل الحاصل). Karena wajib telah ada tanpa qudrah.


2. Jika qudrah berhubungan untuk meniadakan perkara wajib, maka perkara tersebut berubah hukum akalnya menjadi mumkin sehingga berubahlah segala hakikat.


3. Jika qudrah berhubungan untuk mewujudkan perkara mustahil, maka perkara tersebut menjadi mumkin, bukan lagi mustahil, sehingga berubahlah segala hakikat.


4. Jika qudrah berhubungan untuk meniadakan perkara mustahil, sama dengan menghasilkan sesuatu yang telah hasil sebelumnya. Karena mustahil telah tiada tanpa adanya qudrah.


Kembali ke pertanyaan awal, "Bisakah Allah menciptakan Tuhan yang lain?"

Dalam hukum akal, wujud Tuhan lain adalah perkara mustahil, karena akal tidak bisa meyakini eksistensinya, sehingga Qudrah tak dapat dikaitkan dengan hal ini. Seandainya qudrah dapat mewujudkan hal ini, maka perkara mustahil pada akal akan menjadi mumkin, sehingga dapat membalikkan segala hakikat dan ini mustahil. Hal ini juga berlaku bagi setiap pertanyaan paradoks menciptakan sesuatu yang mustahil lainnya.



Ref :

Ahmad Al-Shawi, syarh al-Shawi ala jauharah al-tauhid (Beirut: dar ibn kasir, 1999) Hal. 197


Posting Komentar

0 Komentar