Mursyid Thariqat dari Kalangan Wanita, Apakah Diperbolehkan?


Mursyid menurut bahasa adalah petunjuk jalan, tetapi yang dimaksudkan ialah petunjuk jalan/arah bagi si murid (yang berkeinginan sampai kepada allah) yang sedang menempuh perjalanan spiritual. Mursyid dalam konteks tasawuf adalah sosok guru yang berstatus sebagai pembimbing, petunjuk dan meniti jalannya si murid beserta mengarahkannya menuju kedekatan kepada Allah dalam tariqat atau ajaran tertentu sehingga tidak terhalang sampai pada tujuan dan terjerumus ke dalam kesesatan syaithan berupa tipu daya, rayuan dan berbagai bentuk kebinasaan. 


Bagi sufisme, ajaran dalam ilmu tariqat adalah kegiatan bimbingan mursyid kepada murid dalam menempuh tahapan-tahapan spiritual bertujuan sampai kepada Allah. Oleh karenanya, peran mursyid dalam tariqat sangatlah penting dan sebuah keniscayaan karena tidak terlepasnya ajaran tariqat dari pada seorang murid dan mursyid. 


Kedudukan mursyid dalam ilmu tariqat sangatlah tinggi dan dirinya memiliki ilmu yang cukup karena berstatus sebagai wasilah perantara antara murid dan Allah dan lumrahnya yang menjabat sebagai muryid adalah seorang laki-laki. Lantas bagaimana jika pembimbing tariqat adalah seorang wanita yang telah mencapai kedudukan tinggi dan memiliki kapasitas ilmu yang cukup? Apakah dibenarkan dalam agama atau tidak?


Jika membuka lembaran kitab klasik para ulama, kita akan menemukan beberapa redaksi yang menyatakan syarat pembimbing atau musyid dalam tariqat harus dari kalangan laki-laki dan tidak dibenarkan dari kalangan wanita karena tidak pernah sampai berita atau cerita adanya salah seorang dari wanita salafushalih (wanita shalihah) di zaman dahulu menjadi mursyid mendidik dan membimbing si murid. Juga melihat sisi kekurangan mereka dari segi martabat atau derajat secara umum, walaupun terdapat kelebihan tertentu bahkan mencapai martabat tertinggi di sisi Allah jika melihat dari perseorangan kaum wanita seperti Maryam binti Imran, Aisah, Rabi’ah al Adawiyah dan lain-lain. 


وَقَدْ أَجْمَعَ أَهْلُ الْكَشْفِ عَلَى اشْتِرَاطِ الذُّكُوْرَةِ فِيْ كُلِّ دَاعٍ إِلَى اللهِ وَلَمْ يَبْلُغْنَا أَنَّ أَحَدًا مِنْ نِسَاءِ السَّلَفِ الصَّالِحِ تَصَدَّرَتْ لِتَرْبِيَّةِ الْمُرِيْدِيْنَ أَبَدًا لِنَقْصِ النِّسَاءِ فِى الدَّرَجَةِ وَإِنْ وَرَدَ الْكَمَالُ فِيْ بَعْضِهِنَّ كَمَرْيَمَ ابْنَةِ عِمْرَانَ وَآسِيَةَ امْرَأِةِ فِرْعَوْنَ فَذَلِكَ كَمَالٌ بِالنِّسْبَةِ لِلتَّقْوَى وَالدِّيْنِ لاَ بِالنِّسْبَةِ لِلْحُكْمِ بَيْنَ النَّاسِ وَتَسْلِيْكِهِمْ فِيْ مَقَامَاتِ الْوِلاَيَةِ وَغَايَةُ أَمْرِ الْمَرْأَةِ أَنْ تَكُوْنَ عَابِدَةً زَاهِدَةً كَرَابِعَةِ الْعَدَوِيَّةِ وَبِالْجُمْلَةِ فَلاَ يُعْلَمُ بَعْدَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا مُجْتَهِدَةٌ مِنْ جَمِيْعِ أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَلاَ كَامِلَةٌ تُلْحَقُ بِالرِّجَالِ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. 

(الميزان الكبرى، ج 2، ص 189)



Posting Komentar

0 Komentar