و الأصح أن التفضيل بين التوكل والاكتساب يختلف باختلاف الناس. فمن يكون في توكله لا يتسخط عند ضيق الرزق عليه ولا يتطلع لسؤال أحد من الخلق، فالتوكل في حقه أفضل لما فيه من الصبر والمجاهدة للنفس. ومن يكون في توكله بخلاف ما ذكر، فالاكتساب في حقه أفضل حذرا من التسخط والتطلع. وقيل: الأفضل التوكل، وهو هنا الكف عن الاكتساب والإعراض عن الأسباب اعتمادا للقلب على الله تعالى. وقيل: الأفضل الاكتساب.
Menurut pendapat ashah, mengenai hal yang lebih utama dipilih antara tawakkal dan iktisab adalah berbeda beda sesuai dengan perbedaan keadaan manusia.
Orang yang dalam keadaaan Tawakkal nya tidak marah atas kesulitan rezeki, tidak Juga hatinya berharap dapat meminta minta dari manusia, dan tidak memiliki tanggungan nafkah wajib atas orang yang tidak menerima keadaannya, Maka tawakkal bagi orang semacam ini adalah lebih baik baginya. Karena dalam tawakkal terdapat kesabaran dan memerangi hawa nafsu.
Sedangkan orang yang dalam keadaan tawakalnya bertolak belakang dari keadaan di atas, maka iktisab atau berusaha bagi orang semacam ini adalah lebih baik baginya.Hal ini demi menjauhi emosi, marah dan mengharap harta orang lain. Bahkan terkadang iktisab menjadi wajib baginya, sebagaimana ketika seseorang tidak mungkin berkonsentrasi melakukan ibadah kecuali dengan memenuhi kebutuhan primernya.
Pendapat kedua, Tawakkal lebih utama dari Iktisab secara mutlak. Tawakkal maksud di sini adalah meninggalkan iktisab dan berpaling dari sebab sebab, karena kepercayaan atau berpegang hati kepada Allah. Sebagaimana firman allah dalam alquran.
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ (الطلاق : ٣)
"Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya". ( Q.S. Ath-Thalaq: ayat 3)
Pendapat ketiga, bahwa Iktisab lebih utama dari Tawakkal secara mutlak. Tetapi Bukan untuk mengumpulkan harta dunia, meyakini dapat menarik rezeki, dan membawa manfaat, namun karena iktisab tergolong sunnah yang diperintahkan Allah dalam Al-Quran:
وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللهِ
"Dan carilah karunia Allah" (Q.S. al jumuah : ayat 10).
Ref :
Ghayah wushul , cetakan haramen hal.166
Thariqatul wushul hal 559 sampai 560.
0 Komentar