Konsep Ju'alah serta Syarat dan Ketentuannya


Di dalam kehidupan seringkali kita mendapatkan seseorang terkena musibah berupa kehilangan barang-barang berharganya, tentunya terdapat berbagai macam upaya dilakukan untuk mengembalikan barangnya. Pemilik barang biasanya membuat sebuah pengumuman kepada masyarakat dengan menjanjikan komisi atau imbalan terhadap siapa saja yang dapat mengembalikan barangnya. Model mu’amalah seperti ini di dalam islam dikenal dengan istilah ju’alah. Seiring berjalannya masa konsep ju’alah berkembang pesat terutama dalam dunia pendidikan dan bisnis.


Apa itu ju’alah?

ما يجعل للإنسان على فعل شيئ سواء كان بعقد أو بغيره

Artinya : “Secara bahasa ju’alah ialah memberi imbalan kepada seseorang sesuai jasa yang di berikannya kepada kita baik dengan akad atau bukan”.

Sedangkan menurut syara’ 

التزام عوض معلوم على عمل معين أو مجهول عسر عمله

Artinya : “Ju’alah merupakan kesepakatan memberikan imbalan atas suatu pekerjaan tertentu atau pekerjaan yang belum pasti bisa dilaksanakan”.


Rukun dan ketentuan ju’alah

Akad ju’alah akan menjadi sah bila terpenuhi ketentuan-ketentuan berikut:

1. ‘Aqid (orang yang menjanjikan upah) dan amil.

Aqid boleh sipa saja yang bersedia memberikan upah walau bukan pemilik barang dengan ketentuan tidak ada paksaan dari pihak manapun, dan bebas mempergunakan harta. Sedangkan amil walau tidak ditentukan disyaratkan mengetahui imbalan yang dijanjikan dan memiliki kapasitas dalam melakukan pekerjaan tersebut seandainya ditentukan amilnya.

2. Shigat.

Shigat atau akad yang di lafadzkan harus jelas dan mudah dipahami serta berisi janji untuk memberikan imbalan atas amal yang ditentukan. Adapun shigat berasal dari pihak si aqid (orang yang menjanjikan upah), maka tidak di syaratkan qabul secara lafadz kepada si amil tetapi memada dengan melakukan amal yang diperintahkan.

3. Ja’lu (imbalan/upah).

Imbalan yang diberikan harus jelas dan tidak samar begitu juga tidak boleh dari sesuatau yang berbentuk najis seperti khamar dan kulit bangkai.

4. Amal (pekerjaan).

Disyaratkan pada pekerjaan untuk adanya kulfah atau memberatkan, dan disyaratkan tidak terkhususnya perbuatan terhadap diri si amil seperti mengembalikan barang yang dicuri si amil kepada orang yang menjanjikan upah, juga perbuatannya harus perbuatan yang mubah, maka tidak boleh perbuatan yang haram seperti membunuh, berzina, dan lain-lain.


Perlu diketahui dan dibedakan antara ju’alah dan ijarah agar tidak salah dalam memutuskan dan menentukan hukum. Karena secara umum ada beberapa persamaan antara ju’alah dan ijarah diantaranya:

  1. Terdapat akad sewa jasa untuk melakukan satu perbuatan yang mubah.
  2. Wajib memberikan upah yang telah dijanjikan.
  3. Upah yang diberikan harus jelas sebelum akad dimulai.


Adapun perbedaan diantara keduanya ialah:

  1. ju’alah boleh dilakukan pada pekerjaan yang masih belum jelas. Sedangkan ijarah tidak sah bila pekerjaannya belum jelas.
  2. Ju’alah sah dilakukan dengan amil yang tidak tertentu. Sedangkan ijarah tidak sah jika orangnya belum jelas.
  3. Ju’alah adalah akad yang bersifat boleh atau tidak lazim. Sedangkan ijarah sifatnya mengikat antar dua beleh pihak.
  4. Imbalan pada ju’alah tidak bisa diambil sebelum pekerjaannya selesai. Jika mensyaratkan upah terlebih dahulu maka akadnya fasid. Beda halnya dengan ijarah, maka boleh mensyaratkan upah terlebih dahulu.
  5. Tidak disyaratkan qabul. Sedangkan ijarah harus adanya qabul.


Islam memberikan konsep ini agar ummatnya lebih produktif, inovatif, dan maju dalam beramal dan berkarya.



Referensi: I’anah At-Thalibin jilid 3 halaman 123 cetakan haramain.


Posting Komentar

0 Komentar