Dalam menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan, tentunya umat
Islam dihadapkan pada berbagai ketentuan dan hukum yang harus dipahami dan
dijalankan dengan benar dan baik. Salah satu pertanyaan yang sering muncul
karena adanya keraguan yang timbul dari seseorang
ketika berada di dalam kondisi tersebut adalah tentang bagaimana hukum berpuasa
bagi seseorang yang telah melakukan hubungan suami-istri atau keluarnya air
mani dan lain sebagainya pada malam
hari, namun belum melaksanakan mandi junub sehingga terbit fajar. Sebagian
muslim beranggapan bahwa puasa tidak sah jika masih berada dalam keadaan berjunub
atau tidak suci dari hadas besar, karena mereka berpemahaman bahwa berpuasa
ialah ibadah yang wajib ditunaikan seperti halnya shalat lima waktu, sehingga tidak
sahnya shalat jika belum suci maka begitu pula berpuasa.
Pertanyaan ini sangat relevan karena banyak umat Muslim yang ingin
menjalankan ibadah puasa dengan sempurna dan sesuai dengan syariah Islam. Oleh
karena itu, memahami hukum berpuasa namun belum mandi junub, menjadi sangat
penting untuk memastikan bahwa ibadah puasa mereka diterima oleh Allah SWT dan
membuat umat muslim menjalankan ibadah puasa dengan lebih khidmat dan tenang
sehingga dapat meningkatkan kualitas ibadah mereka.
A. Pengertian Junub
Junub ialah keadaan seseorang yang harus melakukan mandi wajib
karena keluarnya air mani, baik disengaja ataupun tidak disengaja, termasuk
sesudah melakukan hubungan suami-istri dan keadaan haid serta nifas bagi
seorang perempuan. Dalam kondisi ini, ada beberapa ibadah yang keabsahannya
sesudah melakukan mandi junub, seperti Shalat, dll.
B. Hukum berpuasa sebelum mandi junub
Hukum puasa seseorang yang belum mandi junub tetap sah, selama
syarat sahnya mencukupi, seperti adanya niat di malam hari, karena berada dalam keadaan suci dari hadas
kecil atau besar tidak menjadi syarat sahnya berpuasa, namun ada baiknya jika
melakukan mandi junub sebelum terbitnya fajar, karena disunnahkan untuk
melakukan mandi junub sebelum terbit fajar, supaya beribadah dalam keadaan
suci.
Hal ini selaras dengan beberapa redaksi kitab klasik, seperti kitab
Al-Majmu' milik Imam An-Nawawi dan lainnya.
1. Kitab Al-Majmu'
Syarah al-Muhazzab, Jld 6, Cet. Al-Muniriyyah, h. 307
(الْمَسْأَلَةُ الْخَامِسَةُ) إذَا جَامَعَ فِي اللَّيْلِ وَأَصْبَحَ وَهُوَ جُنُبٌ صَحَّ صَوْمُهُ بِلَا خِلَافٍ عِنْدَنَا وَكَذَا لَوْ انْقَطَعَ دَمُ الْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ فِي اللَّيْلِ فَنَوَتَا صَوْمَ الْغَدِ وَلَمْ يَغْتَسِلَا صَحَّ صَوْمُهُمَا بِلَا خِلَافٍ عِنْدَنَا وَبِهِ قَالَ جُمْهُورُ العُلَمَاءِ مِنْ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ.
2.kitab I'anah
al-Thalibin, Jld 2, Cet. Toha Putra, h. 247
(قوله: وسن غسل عن نحو جنابة) أي كحيض ونفاس. (قوله: قبل فجر) متعلق بغسل أو بسن. (قوله: لئلا يصل الماء الخ) عبارة المنهج
القويم ليؤدي العبادة على طهارة، ومن ثم ندب له المبادرة إلى الاغتسال عقب
الاحتلام نهارا، ولئلا يصل الماء إلى باطن أذنه أو دبره، ومن ثم ينبغي له غسل هذه
المواضع قبل الفجر - إن لم يتهيأ له الغسل الكامل قبله - وللخروج من قول أبي هريرة
بوجوبه، للخبر الصحيح: من أصبح جنبا فلا صوم له. وهو مؤول أو منسوخ، اه. قال العلامة الكردي: وفي حاشية
التحفة لأبي اليتيم: الأولى في التعليل أن يقال يسن الغسل ليلا لأجفل أن يؤدي
العبادة على الطهارة.
0 Komentar