Empat Golongan dalam Memahami Sebab-Akibat Menurut Ilmu Tauhid


Orang-orang yang merasa dirinya berakal, dalam konteks keyakinan hubungan sebab-akibat dalam ilmu tauhid (hukum kausalitas) ada empat golongan. 

Pertama, golongan yang percaya betul bahwa sebab-sebab alami (sebab 'adiy) misalnya api, air, pisau, punya kuasa mandiri. Api membakar karena memang tabiatnya membakar, pisau memotong karena sudah begitu wataknya, dan hubungan keduanya dengan akibatnya adalah hukum akal yang tak bisa dilawan. Nah, yang begini, menurut para ulama, statusnya jelas kafir. Ijma’. 


Kedua, golongan yang agak moderat. Mereka percaya api bisa membakar, tapi itu karena Allah menitipkan tenaga membakar di dalam api. Hubungan sebab-akibatnya, kata mereka, cuma urusan adat atau kebiasaan saja. Tentang apakah ini kafir atau tidak, ada dua pendapat. Yang kuat: tidak kafir. 

Dari sinilah bisa dimaklumi bahwa Mu’tazilah, meski punya pandangan bahwa manusia menciptakan amalnya sendiri dengan kekuatan haditsah yang Allah kasih, ya tidak bisa otomatis dituduh kafir.


Ketiga, ini agak rumit. Mereka mengakui Allah satu-satunya pelaku sejati, api membakar, air menyegarkan, nasi mengenyangkan, semua karena Allah. Tapi mereka masih menganggap hubungan antara sebab dan akibat itu hukum akal yang mustahil meleset. Kalau ada api, pasti terbakar. Kalau makan, pasti kenyang. Ulama sepakat, keyakinan ini tidak kafir. Tapi ini tetap keliru. Kekeliruan seperti ini bisa berbahaya, sebab keyakinan seperti ini bisa dapat membuat seseorang menolak hal-hal di luar kebiasaan. Misalnya, dia bisa bilang: “Orang mati ya mati, masuk kubur, tidak dihidupkan lagi, tidak bangkit lagi.” 

Tentu keyakinan ini, ya karena kebiasaan yang dilihat memang demikian; meninggal, dimasukkan dalam kubur, dan dia tidak pernah melihat yang dihidupkan kembali. Tidak meyakini hari kebangkitan itu jelas membawa pada jurang kekafiran.


Keempat. Mereka yakin, Allah-lah satu-satunya pelaku. Api membakar kalau Allah mau, dan kalau Allah tidak mau, api tak bisa apa-apa. Hubungan antara sebab dan akibat hanyalah kebiasaan yang bisa dipatahkan kapan saja. Bisa ada sebab tanpa akibat. Inilah jalan pikir Ahlus Sunnah, fleksibel dan moderat. 

Tema ini memang tidak heboh, tidak populer, dan tidak akan bikin orang yang membicarakannya viral di tiktok. Tapi justru inilah yang harus sering disampaikan kepada anak, keluarga, dan orang-orang yang kita sayangi. Sebab ia fondasi. Dan fondasi itu, walau tidak indah dipandang, tanpa dia rumah roboh. 


Hasyiiyah al-Dusuki:

ومنهم من اعتقد أن الأسباب العادية تؤثر في مسبباتها بقوة أودعها الله فيها، والتلازم بينهما عادي وهذا في كفره قولان، والصحيح عدم كفره، ومن هذا يُعْلَمُ أن الصحيح عدم كفر المعتزلة، لأنهم يقولون: إن العبد يخلق أفعال نفسه الاختيارية بقوة أودعها الله فيه، وهي القدرة الحادثة التي خلقها فيه؛ ومنهم من يعتقد أن المؤثر في المسببات العادية كالإحراق والري والشبع هو الله وحده، إلا أنه يعتقد أن الملازمة بين الأسباب والمسببات عقلية لا يمكن تخلفها، فمتى وجدت النار وجد الإحراق، ومتى وجد الأكل وجد الشبع، وهذا غير كافر إجماعًا، إلا أن هذا الاعتقاد جهل، وربما جَرَّهُ ذلك الجهل إلى الكفر، لأنه يلزمه إنكار ما خالف العادة، فربما أنكر البعث وإحياء الموتى فيكفر، وذلك لأن العادة أن الميت إذا مات يوضع في القبر ولا يحيا بعد ذلك، فربما اعتقد أنه لا يمكن تخلف ذلك فينكر البعث

Posting Komentar

0 Komentar