Diriwayatkan bahwa ketika Nabi Musa ‘alayhis-salām berjumpa dengan Nabi Khidhr, beliau meminta nasihat kepadanya. Maka Khidhr memberikan beberapa nasehat yang sarat dengan hikmah dan bimbingan ruhani.Nasehat itu bukan sekadar nasihat pribadi, tetapi juga pelajaran universal bagi setiap mukmin hingga akhir zaman.
Nasehat-Nasehat Khidhr:
(كن بسامًا ولا تكن غضابًا”)
Jadilah engkau banyak tersenyum, jangan mudah marah.
Senyuman adalah tanda kelapangan hati dan ketenangan jiwa. Senyum menebarkan kasih sayang, melapangkan dada orang lain, dan mendatangkan pahala sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
«تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ صَدَقَةٌ»
“Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah.” (HR. al-Tirmiżī)
Sebaliknya, sifat pemarah adalah pintu setan. Amarah yang tidak terkendali sering membawa penyesalan, memutus silaturahmi, bahkan menjerumuskan dalam dosa besar. Karena itu Nabi ﷺ menekankan:
«لَا تَغْضَبْ» فَرَدَّدَ مِرَارًا قَالَ: «لَا تَغْضَبْ»
“Jangan marah! Nabi mengulangi beberapa kali "Jangan marah! Jangan marah!” (HR. al-Bukhārī)
(وكن نفاعًا ولا تكن ضرارًا)
Jadilah orang yang banyak memberi manfaat, jangan menjadi penyebab mudarat.
Hakikat hidup seorang mukmin adalah memberi manfaat. Rasulullah ﷺ bersabda:
«خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ»
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. al-Ṭabarānī)
Seorang mukmin tidak hanya beribadah untuk dirinya sendiri, tetapi juga berusaha menjadi sumber kebaikan bagi orang lain: dengan harta, ilmu, tenaga, bahkan doa. Sebaliknya, menjadi penyebab mudarat —baik dengan lisan, perbuatan, maupun tipu daya— adalah tanda lemahnya iman.
(وانزع عن اللجاجة)
Jauhilah sifat keras kepala.
Lujājah (لجاجة) adalah sikap keras kepala, ngotot dalam perdebatan, meski sudah jelas salah. Ini penyakit hati yang menutup jalan menuju kebenaran.
Allah ﷻ berfirman:
﴿وَكَانَ الْإِنسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلًا﴾
“Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.” (QS. al-Kahf: 54)
Meninggalkan keras kepala berarti melatih diri untuk rendah hati, menerima nasihat, dan mendahulukan kebenaran daripada ego.
(ولا تمش في غير حاجة)
Jangan berjalan tanpa ada keperluan.
Ini nasihat agar menghindari perbuatan sia-sia. Islam sangat menghargai waktu dan melarang kesia-siaan. Rasulullah ﷺ bersabda:
«مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ»
“Di antara tanda baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. al-Tirmiżī)
Melangkah tanpa tujuan sering membawa kepada maksiat, pandangan haram, atau pergaulan yang melalaikan.
(ولا تضحك من غير عجب)
Jangan tertawa tanpa sebab yang jelas.
Tertawa berlebihan melemahkan hati, mematikan cahaya iman, dan melahirkan kelalaian. Rasulullah ﷺ bersabda:
«لَا تُكْثِرُوا الضَّحِكَ، فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُـمِيتُ الْقَلْبَ»
“Jangan banyak tertawa, karena banyak tertawa mematikan hati.” (HR. Ibn Mājah)
Tertawa yang sehat adalah ketika ada sebab yang wajar, dengan senyum yang sopan, bukan terbahak-bahak yang mematikan hati.
(ولا تعير الخطائين بخطاياهم)
Jangan menghina orang yang berdosa dengan dosa mereka.
Mengejek orang lain karena dosanya adalah tanda kesombongan. Padahal, tidak ada jaminan kita lebih baik. Bisa jadi Allah menerima taubatnya dan menolak amal kita.
Rasulullah ﷺ bersabda:
«مَنْ عَيَّرَ أَخَاهُ بِذَنْبٍ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَعْمَلَهُ»
“Barangsiapa mencela saudaranya karena suatu dosa, maka ia tidak akan mati sampai ia sendiri melakukan dosa itu.” (HR. al-Tirmiżī)
(وابك على خطيئتك يا ابن عمران)
Tangisilah dosamu sendiri, wahai putra Imran.
Inilah inti dari semua nasihat: sibuklah dengan aib diri sendiri, jangan sibuk mengungkit kesalahan orang lain.
Allah ﷻ berfirman:
﴿وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا﴾
“Dan mereka menyungkurkan wajah mereka sambil menangis, dan itu menambah kekhusyukan mereka.” (QS. al-Isrā’: 109)
Rasulullah ﷺ bersabda:
«عَيْنَانِ لَا تَمَسُّهُمَا النَّارُ: عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ، وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ»
“Dua mata yang tidak akan disentuh api neraka: mata yang menangis karena takut kepada Allah, dan mata yang berjaga di jalan Allah.” (HR. al-Tirmiżī,)
Selain nasihat Khidhr, dalam Shuḥuf Musa disebutkan beberapa kalimat hikmah yang penuh keheranan:
“عجبًا لمن أيقن بالنار كيف يضحك”
Mengherankan orang yang yakin dengan neraka, namun masih bisa tertawa.
“عجبًا لمن أيقن بالموت كيف يفرح”
Mengherankan orang yang yakin akan mati, namun masih bersuka ria.
“عجبًا لمن أيقن بالقدر كيف ينصب”
Mengherankan orang yang yakin dengan takdir, namun masih menentangnya.
“عجبًا لمن رأى الدنيا وتقلبها بأهلها كيف يطمئن إليها”
Mengherankan orang yang melihat dunia berputar pada penghuninya, namun masih merasa tenteram padanya.
Penutup
Nasihat Khidhr kepada Musa dan hikmah dalam Shuḥuf Musa sama-sama mengajarkan inti Islam: menjaga akhlak, meninggalkan dosa, menyibukkan diri dengan taubat, dan tidak tertipu oleh dunia.
Seorang mukmin yang cerdas akan menjadikan dunia sebagai ladang akhirat, bukan tempat bersenang-senang yang melalaikan. Tangisan karena dosa lebih berharga daripada tawa yang melupakan Allah.
Referensi:
وقال موسى للخضر : أوصني فقال : كن بساما ولا تكن غضابا وكن نفاعا ولا تكن ضرارا وانزع عن اللجاجة ولا تمش في غير حاجة ولا تضحك من غير عجب ولا تعير الخطائين بخطاياهم وابك على خطيئتك يا ابن عمران وفي صحف موسى عجبا لمن أيقن بالنار كيف يضحك عجبا لمن أيقن بالموت كيف يفرح عجبا لمن أيقن بالقدر كيف ينصب عجبا لمن رأى الدنيا وتقلبها بأهلها كيف يطمئن إليها (فيض القدير ١ / ١٢٤)
0 Komentar