Masalah timbul pada anak hasil perzinahan, di mana dalam agama, ia tidak di hubungkan nasabnya kepada ayahnya sehingga secara syar`i ayah biologisnya bukanlah ayahnya sehingga ia tidak berhak menjadi wali. Nasabnya hanya di bangsakan kepada ibunya. Karena ini ada sebagian pihak yang menyatakan bahwa yang menjadi walinya adalah wali ibunya sendiri.
Pertanyaan:
Siapa sebenarnya yang berhak menjadi wali pernikahan bagi anak hasil zina?
Jawaban:
yang menjadi wali dalam pernikahan bagi anak hasil perzinaan adalah wali hakim.
Anak zina dalam pandangan agama tidak terhubung nasabnya kepada ayah biologisnya, tetapi nasabnya hanya terhubung kepada ibunya. Maka anak zina tidak menerima warisan dari ayah biologisnya, demikian juga sebaliknya. Ini merupakan ijma’ para ‘Ulama yang disepakati oleh ke-empat madzhab fiqh.
Selain tidak berlaku waris-mewarisi di antara anak zina dan ayah biologisnya, dalam madzhab al-Syafi’i juga tidak berlaku semua hukum nasab yang lain di antara keduanya seperti pernikahan. Ayah biologisnya sah saja menikahi anak tersebut karena nuthfah yang keluar melalui perzinaan tidak terhormat dalam pandangan agama.
Salah satu hukum nasab adalah perwalian dalam pernikahan. Karena anak perzinaan tidak terhubung nasabnya dengan ayah biologisnya, maka ayahnya tersebut tidak sah menjadi wali nikah anak hasil zina tersebut sebagaimana di terangkan secara sharih oleh para ‘Ulama dalam kitab fiqh.
Ketika ayah biologis tidak punya hak wali, lalu siapakah yang berhak menjadi wali dari anak zina? Sebagaimana telah kami terangkan sebelumnya dalam tulisan kami urutan hak perwalian dalam pernikahan, bahwa yang paling berhak menjadi wali adalah wali nasab. Jika wali pada bagian ini tidak ada, baik secara nyata maupun tidak ada (hissi) menurut pandangan agama (syar`i), maka hak wali berpindah kepada wali wila`. Jika wali perempuan tersebut bukanlah mantan budak sehingga wali dari pihak wila` tidak berlaku baginya, maka hal wali langsung berpindah kepada sulthan dan penggantinya. (1)
Dalam permasalahan anak zina, karena ia tidak mempunyai hubungan nasab dengan ayahnya maka dapat dipastikan bahwa ia tidak memiliki wali dari nasab. Dalam hal ini jika ia bukan seorang mantan budak maka otomatis ia juga tidak memiliki wali wila`, maka hak perwalian berpindah kepada sulthan atau penggantinya, karena seseorang yang tidak memiliki wali maka sulthan-lah yang menjadi walinya. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam hadits Rasulullah Saw :
فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ
“Sulthan adalah wali bagi orang yang tidak ada wali.” (H.R. Imam Abu Dawud)
Berdasarkan pemahaman tentang hadits ini dan ketentuan tentang perpindahan hak perwalian nikah serta nisab anak zina, maka dapat dipahami bahwa yang menjadi wali bagi anak zina adalah sulthan atau penggantinya (KUA).
Adapun pendapat yang mengatakan bahwa yang menjadi wali wanita anak hasil perzinahan adalah wali ibunya karena ia di bangsakan kepada ibunya adalah pendapat yang tidak di dukung referensi. Belum kami temukan ada pendapat ulama yang menyatakan demikian. Dalam hukum fiqh, wali pernikahan hanya berada dari pihak kerabat ayah tidak ada dari pihak kerabat sang ibu.
--------------
(1). Syeikhul Islam Zakaria al-Anshari, Tahrir, Jld. II ,(Jeddah, Haramain, tt), h. 226-227
Wallahu A`lam.
7 Komentar
menarik dan sangat bermamfaat untuk di pedomani.....
BalasHapusBermamfaat untuk ilmu pengetahuan
BalasHapusSyukran..silahkan di share
HapusLalu apa anak hasil zina masih butuh restu orangtuanya untuk menikah?
BalasHapusUntuk sahnya tidak tidak dibutuhkan izin dan restu dari ortunya tersebut. baik dari ibunya ataupun bapak biologisnya tersebut.
HapusBereh that tgk ,,trim,s atas ilmunya,,sangat bermanfa,at gurei
BalasHapusterimeng geunaseh,,moga bermanfaat
BalasHapus