- Najis Mukhaffafah:
yaitu air seni bayi yang belum sampai usia dua tahun dan belum mengkonsumsi makanan selain ASI - Najis Mughalladhah:
yaitu semua bagian anjing dan babi dan anak hasil peranakan salah satunya dengan hewan lain. - Najis Mutawassithah:
Yaitu selain dari kedua najis di atas
Dalil yang menyatakan bahwa anjing adalah najis mughalladhah adalah hadits Nabi riwayat Imam Muslim:
إذا ولغ الكلب في اناء أحدكم فليرقه ثم ليغسله سبع مرات رواه مسلم
Artinya; Apabila anjing menjilati bejana kamu maka tumpahkanlah airnya kemudian basuhlah sebagak tujuh kali (H.R.Imam Muslim)
Pada hadits ini, Rasulullah memerintahkan untuk menumpahkan air dalam bejana yang telah di jilati anjing, hal ini menunjuki bahwa air tersebut sudah bernajis, karena menumpahkan air merupakan hal yang dilarang karena termasuk dalam perbuatan mubazir apalagi di tanah di mana air merupakan hal melimpah seperti di negri kita.
Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda:
طهور إناء أحدكم إذا ولغ فيه الكلب أن يغسل سبع مرات أولاهن بالتراب
Artinya; Apabila dijilat oleh anjing akan suatu bejana maka cara menyucikannya adalah dengan membasuh benda tersebut dengan air sebanyak tujuh kali, dan salah satu dari tujuh kali tersebut dengan air yang dicampurkan dengan tanah yang suci. (H.R. Imam Muslim)
Dalam hadits kedua ini, Rasulullah menerangkan cara mensucikan bejana yang di jilat anjing. Suci hanya terjadi dari dua hal yaitu hadats dan najis. Hadats tidak mungkin di maksudkan pada anjing, maka mestilah di maksudkan yang kedua yaitu najis.
Adapun najisnya babi sebagaimana Allah tegaskan dalam ayat al-An’am ayat 145 :
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ
Artinya; Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu adalah najis (Q.S. al-An’am 145)
Selain itu najisnya babi juga dikiaskan kepada najisnya anjing dengan kias aulawi, karena babi lebih buruk dari anjing. Kalau anjing bisa diambil manfaat sesekali dengan cara dijadikan sebagai anjing mu’allam (anjing yang diajarkan), sedangkan babi tidak bisa di ambil manfaat kapanpun dan dimanapun.
Cara menyucikan najis mughalladhah berbeda dengan menyucikan najis yang lain. Benda yang terkena mughalladhah wajib di basuh dengan air tujuh kali dan salah satu dari pada tujuh tersebut di basuh dengan air yang udah di campur dengan tanah yang suci. Yang lebih baik basuhan dengan air yang bercampur tanah di lakukan pada basuhan pertama. Jika ain najis mughalladhah tersebut tidak di hilangkan kecuali setelah basuhan ke enam maka masih di anggap satu kali basuhan, maka wajib di tambahkan enam basuhan lain setelahnya.
Jika terkena air basuhan untuk menyucikan najis mughalladhah ini maka pada tempat yang terkena air tersebut wajib di basuh dengan air sebanyak sisa basuhan dari tujuh kali basuhan. Misalnya bila terkena air basuhan ke tiga maka pada tempat tersebut wajib di basuh dengan air empat kali basuhan lagi.
Referensi:
Mahalli hal 69 cet Toha Putra
Nihayatuz Zain Hal 55 Dar Kutub Ilmiyah
5 Komentar
BalasHapusAssalamu alaikum tgk....
Smua anjing dan babi itu najis dan hasil peranakan dari keduanya....
Bgaimana dgn anjing laut dan babi laut itu...
Apakah tergolong najis juga...
Terima kasih
Wa'alaikum salam
HapusSemua jenis hewan yang hidup di air termasuk hewan yang suci walaupun berbentuk babi.
Sedangkan anjing laut juga halal hukumnya karena pada hakikatnya ia bukan anjing..dalam bahasa Arabnya tidak di katakan kalb.
Iy terima kasih atas jawabannya tgk...
BalasHapusKalau anjing masuk ke dalam kamar yang luas dan kita tidak tau pasti tempat yang dipijak oleh anjing tersebut, cara menyucikannya bagaimana ustad?
BalasHapusMaka wajib menyucikan semua tempat yang ada kemungkinan terkena najis tersebut...sama halnya bila kita yakin baju kita terkena najis namun kita tidak mengetahuinya lagi di bagian mana yang bernajis maka wajib mencuci semuanya...namun karena tidak diketahui tempat yang diyakini terkena najis secara pasti maka bila kita memegang salah satu bagiannya dengan tangan basah maka tidak menajiskan tangan kita, karena najisnya tidak diketahui secara pasti..
Hapus