Yang dimaksudkan dengan terhentinya sanad adalah apakah sanad hadis tersebut sampai kepada Nabi, hanya kepada sahabat atau hanya pada para tabi’in. Dengan kata lain, isi dalam sebuah hadis tersebut apakah merupakan hal yg berkaitan dgn Nabi, baik meliputi perkataan, perbuatan, persetujuan Beliau, atau hal yg berkaitan dgn sahabat maupun tabi’in.
A. Hadis Marfu'
Hadis marfu’ adalah hadis yg disandarkan kpd Nabi, baik oleh sahabat, tabi’in, maupun orang-orang setelah generasi mereka, apakah sanad-nya tersambung atau terputus. Dari pengertian ini, maka hadis marfu’ bias saja statusnya sahih atau hasan, dan bias saja dha’if yg disebabkan oleh putusnya sanad. Hadis marfu’ terbagi dua macam, yaitu marfu’ sharih (jelas), marfu’ hukmi(dihukum marfu’). Marfu’ sharih adalah hadis marfu’ yang disandarkan langsung kepada nabi oleh sahabat melalui kata-kata yg tegas seperti kata-kata “saya mendengar Rasulullah berkata’’ atau seperti “saya melihat Rasulullah mengerjakan”, dan lain-lainnya, sedangkan marfu’ hukmi adalah hadis yg disandarkan oleh seseorang kepada sahabat, tetapi terdapat indikasi (qarinah) bahwa hadis tersebut bersumber dari Nabi, dan indikasi tersebut akan dijelaskan pada hadis mauquf
B. Hadis Mauquf
Hadis Mauquf adalah Hadis yg disandarkan oleh tabi’in
atau orang-orang setelah mereka kepada sahabat Nabi, baik berupa
perkataan, perbuatan atau pengakuan, maksudnya berita dalam hadis ini
berupa perkataan, perbuatan, dan persetujuan sahabat, oleh karena itu
hadis ini disebut mauquf karena terhenti sanad-nya pada sahabat dan
tidak sampai kepada Nabi, baik sanad yang sampai kepada sahabat itu
bersambung-sambung atau terputus.
Berkenaan dengan statusnya sebagai dalil, pada dasarnya hadis mauquf tidak dapat dijadikan sebagai dalil kecuali sudah ada indikasi (qarinah) yg menunjukkan kalau status hadis tersebut sudah naik kepada hadis marfu’ atau disebut juga dengan marfu’ hukmi, ditambah lagi harus memenuhi syarat qabul yg telah ditetapakan.
Adapun qarinah yang mengangkat hadis mauquf kepada hadis marfu’ hukmi adalah;- Berita atau isi dari Hadis tersebut tidak di ambil dari cerita isra’iliyah (periwayatan dari rahib-rahib nabi terdahulu yang mengambil dari nabi-nabi mereka)
- Berita di dalamnya bukan merupakan penafsiran, baik terhadap kata-kata tertentu atau makna dari kata-kata yg jarang dipakai, kecuali kalau penafsiran tersebut tertuju kepada latar belakang turunnya sebuah ayat Al-qur’an, maka penafsiran ini dibolehkan .
- Perkataan sahabat sendiri, seperti “ini sebahagian dari sunnah, kami diperintahkan untuk melakukannya, kami dilarang untuk mengerjakannya, atau kami pernah mengerjakannya bersama Rasulullahh.” Dan kata-kata lain dari sahabat, selama tidak mengindikasikan kepada hadis tersebut dari mereka.
- Berita atau isi dalam hadis tersebut bukan hasil ijtihat dari sahabat, adapun kriteria sebuah hadis yang bukan hasil ijtihat sahabat adalah;
- berisi tentang permasalahan yg terjadi pada masa lalu seperti kisah penciptaan makhluk.
- berisi tentang kejadian yang akan datang seperti kiamat, dan lain-lain.
- berisi tentang pahala dan siksaan terhadap melakukan sesuatu.
- berisi tentang batasan dalam melaksanakan ibadat seperti batasan perjalanan yg membolehkan jamak dan qasar shalat.
Hadis Maqthu’ adalah Hadis yang yg disandarkan oleh orang-orang dibawah tabi’in kepada tabi’in, baik perkataan atau perbuatan mereka tabi’in.
Tentang bisa dan tidak-nya hadis maqthu’ dijadikan sebagai Dalil, maka batasannya sama dengan hadis mauquf. Wallahua’lam.
Ibn al-shalah, Abu ‘Amr’usman ibn, muqaddimah ibn al-shalah fi ‘ulum al-hadis… h, 71
Ibn Hajar al-‘Asqalani, Taudhih al-Nazhr…h, 132-139
Athiyah al-hajhuri, hasyiyah ‘ala syarh…, h, 53
Abdul majid khan, Ulumul hadis…, h, 231-232
Az-Zarqani, syarah manzhumah al-Bayquniah…, h, 36 dan h, 53
0 Komentar