Hukum Berobat dengan Najis

Ketika kita menderita suatu penyakit, berobat adalah salah satu alternatif untuk menyembuhkannya. Penyakit juga bermacam-macam, ada yang bisa disembuhkan dengan mudah, dan ada pula penyakit yang sangat sukar untuk disembuhkan. Ada penyakit yang bisa disembuhkan dengan obat yang suci, dan ada pula penyakit yang hanya bisa diobati dengan najis.

Topik kita kali ini adalah tentang hukum berobat dengan menggunakan najis. Pada dasarnya, berobat dengan najis itu hukumnya haram. Sebagaimana nabi bersabda: “sesungguhnya allah tidak menjadikan obat bagi ummatku dari sesuatu yang telah allah haramkan”. Tetapi ketika suatu penyakit tidak bisa disembuhkan kecuali hanya dengan najis, maka berobat dengan menggunakan najis tersebut tidak lagi haram, bahkan menjadi wajib bila seandainya kita dipastikan mati jika tidak meminum obat yang terbuat dari najis tersebut. 

Hal ini sebagaimana berlaku pada orang yang kelaparan di tengah hutan, dan tidak ada makanan selain bangkai, jika ia tidak memakan bangkai tersebut maka ia dipastikan mati, maka wajib baginya untuk memakan bangkai tersebut (bukan boleh, tapi wajib). Alasannya adalah karena wajib memelihara nyawa.

Ketika sampai pada tingkatan tidak ada lagi obat yang lain kecuali najis, maka keadaan seperti itu sudah di anggap hajat syar’i (hajat yang di perkirakan dalam syari’at, yaitu memelihara kesehatan tubuh) yang tergolong ke dalam ozor sehingga menyebabkan terjadinya rukhshah (perubahan hukum dari sulit menjadi mudah karena suatu keozoran). Hal ini berdasarkan pada sebuah qaidah “ al-hajah tunazzalu manzilata al-dharurah, al-dharurah tubihu al-mahdzurah” yang artinya “hajat bertempat pada posisi darurat, darurat membolehkan sesuatu yang diharamkan”.

Referensi:
Tuhfah, juz. 9, hal. 168 (dar fikr)

(وَالْأَصَحُّ تَحْرِيمُهَا) صَرْفًا (لِدَوَاءٍ) لِمُكَلَّفٍ أَوْ صَبِيٍّ أَوْ مَجْنُونٍ لِخَبَرِ مُسْلِمٍ أَنَّهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - «قَالَ لِمَنْ سَأَلَهُ أَنَّهُ يَصْنَعُهَا لِلدَّوَاءِ أَنَّهُ لَيْسَ بِدَوَاءٍ وَلَكِنَّهُ دَاءٌ» وَصَحَّ خَبَرُ «إنَّ اللَّهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَ أُمَّتِي فِيمَا حَرَّمَ عَلَيْهَا» وَمَا دَلَّ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ أَنَّ فِيهَا مَنَافِعَ إنَّمَا هُوَ قَبْلَ تَحْرِيمِهَا، أَمَّا مُسْتَهْلَكَةٌ مَعَ دَوَاءٍ آخَرَ فَيَجُوزُ التَّدَاوِي بِهَا كَصَرْفِ بَقِيَّةِ النَّجَاسَاتِ إنْ عَرَفَ أَوْ أَخْبَرَهُ عَدْلُ طِبٍّ بِنَفْعِهَا وَتَعَيُّنِهَا بِأَنْ لَا يُغْنِي عَنْهَا طَاهِرٌ

Post a Comment

0 Comments