Tanda-Tanda Tertutup Mata Hati

Syaik ibnu Atthahillah Assakandary di dalam kitabnya Al Hakim merumuskan :

من علامات موت القلب عدم الحزن على ما فات من الموافقات وترك الندم على ما فعلته من وجود الزلات

“ Diantara tanda matinya hati adalah tidak ada perasaan sedih bila terlewatkan kesempatan beralamal dan tidak ada penyesalan atas bermacam pelanggaran yang telah engkau kerjakan .”

Berdasarakan kalama hikmah tersebut dapat disimpulkan bahwa hati apabila hati masih hidup , maka akan merasa sedih dan gundah terhadap kesempatan beramal taat yang terlewatkan dan akan merasa menyesal terhadap pelanggaran-pelanggaran yang telah di kerjakan. Akan tetapi bila mana hati itu telah tertutup, maka mempunyai dua tanda : 

1. Tidak merasa gundah dengan kesempatan beramal yang sudah lewat.
2. Tidak merasa menyesal dengan pelanggaran ( maksiat) yang sudah dikerjakan.

Selanjutnya, Syaik Ibnu Atthaillah As-Shakandary RA telah merumuskan di dalam kalam hikmah beliau yang lain , sebagai berikut :

اجتهادك فيما ضمن لك وتقصرك فيما طلب منك دليل على انطماس البصيرة منك

“ Kegiatan ( Bersungguh-sungguh ) engkau pada menghasilkan sesuatu yang telah terjamin untuk engkau dan di samping itu , engkau meninggalkan sesuatu dimana engkau di tuntut ( pada mengerjakannya) adalah menunjukakan atas (telah) butanya mata hati engkau.”

Sebelum memaparkan keterangan dari kalam tersebut, maka terlebih dahulu kita harus ketahui beberapa perkataan yang tertera di dalamnya:

1. Perkatan " اجتهاد “ maksudnya ialah bersungguh sungguh tanpa kenal lelah dan letih, dimana seluruh kekuatan kita kerahkan untuk memperoleh sesuatu yang tertuju, jadi, tidak di maksudkan di sini seperti di dalam fiqh islam.

2. Perkataan “ تقصير “ maksudnya ialah meninggalkan sesuatu yang di maksud (dituntut) yang disebabkan oleh kelalaian dan kurang perhatian atas tidak mengerjakan sesuatu secara sempurna seperti yang di perintahkan.

3. Perkataan “ البصيرة “  di sini berbeda dengan perkataan  Syaik Athaillah As-Sakandari dalam definisinya sebagai berikut :

عين فى القلب تدرك الأمور المعنوية كما أن البصر يدرك اللأمور المحسوسة

البصيرة “ atau biasa disebut dengan mata hati ialah sesuatu yang disebut dengan mata di dalam hati yang dapat menanggkap segala sesuatu yang sifatnya maknawiyah ( sesuatu yang tidak bias di tanggakap oleh panca indra yang lima) sebagaimana bahwasanya “ البصر “ merupakan mata jasmani, yang dapat menangkap segala sesuatu yang bersifat hisi ( di tangakap oleh panca indra yang lima ).
Penjelasan kalam hikmah.

Kalam hikmah ini memberikan pengertian kepada kita agar kita jangan memperdulikan dalam mencari rezeki yang telah dijamin oleh Allah SWT. Kita boleh saja berusaha mencari rezeki, bahkan seterusnya mencari rezeki yang halal.

Bahkan dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda :

من بات كالا من طلب الحلال بات مغفورا له

“ Barang siapa tidur dalam keadaan letih dan lelah dalam mencari rezeki yang halal, maka ia tidur dalam keadaan diampuni dosa-dosanya.”

Namun dalam mencari rezeki, jangan sampai kita meninggalkan semua kewajiban yang telah Allah perintahkan , karena hal itu akan mengakibatkan kita akan tertutup mata hati, sebagaimana yang dimaksud dari kalam hikmah tersebut.

Padahal Allah SWT dengan karunia dan kebaikannya telah menjamin rezeki hambanya sebagaimana firman Allah dalam Alquran pada surat Al Angkabut ayat 60 :

و كأين من دابة لا تحمل رزقها الله يرزقها وإياكم وهو السميع العليم

“ Dan berapa banyak binatang yang tidak membawa rezeki sendiri, Allah yang member rezeki kepadanya dan kepada kamu, dan Ia maha mendengar dan maha mengetahui.”

Dan dalam ayat lain Allah berfirman :

وأمر أهلك بالصلاة واصطبر عليها لا نسألك رزقا نحن نرزقك والعاقبة للتقوى

“ Dan perintahkan pengikut ( keluarga ) untuk sembahyang dan tetap mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Hanya kami yang memberikan rezeki kepadamu, dan akibat (yang baik) adalah untuk orang yang memelihara diri dari kejahatan.

Dua ayat ini memberikan pengertian kepada kita bahwa dalam masalah rezeki, kita tidak boleh susah sebab, sudah ada dalam jaminan Allah, asal saja kita berusaha sesuai dengan ketentuan kita masing-masing.
Dan apabila masah rezeki sudah jelas persoalannya, maka imbalan dari pada itu ialah, Allah SWT menuntut kepada kita untuk melaksanakan amal ibadah berupa kewajiban-kewajiban dan mengerjakan amalan kebaikan-kebaikan seperti yang telah di gariskan oleh agama. 

Dengan amal ibadah kita dapat sampai kebaikan akhirat yang kekal dan dengan amal ibadah kita dapat dekat dengan Allah SWT.

Dan dalam ayat lain Allah berfirman:

مآ أريد منهم من رزق ومآ أريد أن يطعمون إن الله هو الرزاق ذو القوة المتين

“ Aku tidak menghendaki sedikitpun rezeki dari mereka dan aku tidak menghendaki mereka supaya mereka memberi aku makan, sungguh Allah dialah pemberi rezeki, yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.”

Dalam ayat tersebut jelas, bahwasanya Allah tidak membutuhkan rezeki dari makhluk ciptaannya, namun ia menciptakan makhluknya ( manusia dan jin ) hikmahnya yaitu untuk berbuat amalan kebaikan dan senantiasa menyembah kepadanya.
Namun alangkah sayangnya, zaman sekarang banyak kita melihat orang-orang lebih mementingkan usahanya dari pada hubungannya dengan Rabbnya sehinnga mereka meninggalkan kewajiban-kewajiban yang telah Allah perintahkan kepada mereka.
Mereka memiliki penglihatan, tetapi tidak mereka gunakan untuk membaca kalam Allah, mereka memiliki pendengaran, namun mereka malah mempergunakan untuk mendengar music, mereka memiliki mulut yang bias mereka gunakan untuk berbicara namun mereka sangat jauh dari zikir Allah dan Istighfar kepadanya.Inilah orang-orang yang termasuk kedalam golongan Ghafilun ( Orang-orang yang lalai dari mengingat Allah).

ايك يا اخوانى “ ( Takutlah wahai saudaraku ) terhadap kelelaian yang seperti itu, karena akan menjadiakan kita jauh dari keridhaan Allah dan dekat dengan kemurkaan Allah SWT. Namun “ عليك بالتوبة “ Lazimkan lah wahai saudaraku, dengan bertaubat dan meminta ampun kepadanya, karena dengan itu kita akan mendapatkan kebahagian yang hakiki, kebahagiaan yang di idam-idamkan oleh semua orang yang beriman, surga jannatunn naim.

آمين يا رب العالمين

SYEKH NURUDDIN : HUBUNGAN ANTARA SYARIAT, MAKRIFAT DAN HAKIKAT 1


Post a Comment

0 Comments