Bacaan al-quran bagi mayat menurut Imam Syafii

Bacaan al-quran bagi mayat
Kaum wahabi yang sangat anti kepada khilafiyah para ulama lain dan menganggap kebenaran hanyalah fatwa ulama mereka saja sehingga pada saat pendapat ulama lain berbeda dengan pendapat ulama mereka maka pendapat ulama lain tersebut adalah pendapat yang sesat dan juga bid`ah bahkan kadang juga syirik.
Salah satu contoh adalah dalam masalah amalan pembacaan al-quran bagi orang meninggal. Sebenarnya masalah ini sudah cukup jelas, bahwa banyak para ulama besar yang berpendapat boleh tentang hal ini. Namun karena pendapat para ulama tersebut berbeda dengan ideology wahabi maka mereka habis-habisan menolak pendapat para ulama yang menyatakan boleh membaca al-quran untuk orang yang meninggal.

Untuk mencapai maksudnya, mereka tak segan-segan membawa kalam para ulama Ahlus sunnah tetapi mereka tafsirkan dengan pemahaman mereka yang sempit dan kaku sehingga mereka arahkan seperti pemahaman mereka saja  tanpa memperdulikan keterangan-keterangan yang lain dan menolak pemahaman kelompok lain, seolah-olah bersama mereka ada Rasul yang selalu menunjuki kebenaran kepada mereka.

Dalam kasus masalah ini salah satu kalam ulama yang di jadikan sebagai argumen mereka adalah pendapat Imam Syafii tentang masalah sampai pahala bacaan al-quran bagi mayat, biasanya mereka mengutip nash kitab Ibnu Katsir dalam dalam kitab Tafsir al-quran al-`Adhim jilid 4 hal 268 cet. Dar Fikr thn 1997:

ومن هذه الآية الكريمة استنبط الشافعي رحمه الله ومن اتبعه أن القراءة لا يصل إهداء ثوابها إلى الموتى لأنه ليس من عملهم ولا كسبهم ولهذا لم يندب إليه رسول الله صلى الله عليه وسلم أمته ولا حثهم عليه ولا أرشدهم إليه بنص ولا إيماء ولم ينقل ذلك عن أحد من الصحابة رضي الله عنهم ولو كان خيرا لسبقونا إليه وباب القربات يقتصر فيه على النصوص ولا يتصرف فيه بأنواع الأقيسة والآراء

dari ayat inilah Imam Syafii dan pengikut beliau beristinbath bahwa qiraah tidak sampai pahalanya kepada orang yang telah mati karena itu bukan amalan dan usahanya, karena inilah tidak disunatkan oleh Nabi kepada umatnya dan tidak dianjurkan serta tidak diberi petunjuk, tidak secara nash dan tidak pula secara isyarat, dan tidak dinaqal hal demikian dari seorang shahabatpun. Dan jikalau hal tersebut baik tentu mereka lebih mendahului kita. Sedangkan bab qurbah terbatas pada nash-nash dan tidak dipergunakan padanya dengan qiyas dan pendapat.

nah, mari kita mencoba memeriksa dan memahami maksud pendapat Imam Syafii dalam masalah ini dengan mempertimbangkan pendapat beliau yang lain.
Menurut Imam al-Syafi’i dalam satu ‘ibarat, pahala bacaan al-Qur`an tidak bermanfaat bagi si mayat. Sementara pada ‘ibarat yang lain, Imam al-Syafi’i berfatwa bahwa disunatkan bagi peziarah kubur untuk membaca al-Qur`an. Rangkaian fatwa ini disepakati sendiri oleh para ashab Imam al-Syafii sebagaimana penejalsan Imam Nawawi dalam kitabnya, Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Juz. V, hal. 311, cet. Dar al-Fikr :

Murid senior Imam al-Syafi’i, al-Za`farany (w. 260 H) berkata :

سألت الشافعى رحمه الله عن قراءة عند القبر فقال لا بأس به

“Saya pernah bertanya kepada Imam al-Syafi’i tentang membaca (al-Qur`an) di samping kubur. Beliau menjawab “tidak mengapa”. (Syarh al-Shudur, Imam al-Sayuthi, hal. 311, cet. Dar al-Madani, 1985).

Nah, kedua pendapat Imam al-Syafi’i tersebut harus diperhatikan dengan baik untuk menghindari menyalahkan salah satu pendapat. Karenanya, para ulama memahami perkataan Imam al-Syafi’i yang mengatakan bahwa qiraah tidak bermanfaat bagi mayat hanyalah bila al-Qur`an dibacakan bukan di hadapan mayat atau tidak diiringi oleh doa setelahnya karena bila al-Quran dibacakan di hadapan mayat, Imam al-Syafi’i berpendapat hukumnya sunat sebagaimana penjelasan Imam al-Nawawi sebelumnya. Sedangkan bila qiraah yang diiringi doa setelahnya, para ulama telah ijma’ bahwa doa tersebut bermanfaat bagi si mayat.

Bila memang kita menafsirkan pendapat Imam Syafii bahwa tidak sampai pahala bacaan kepada mayat secara mutlak baik di hadapan mayat atau tidak maka berarti menolak pendapat Imam Syafii di tempat yang lain yang mengatakan sunat membaca al-quran ketika ziarah kubur. Pendapat beliau bahwa sunat membaca al-quran ketika ziarah kubur menjadi bukti bahwa Imam Syafii mengakui bahwa apabila al-quran di bacakan di hadapan mayat/kuburan maka pembacaan al-quran tersebut bermanfaat bagi mayat dalam kuburan. Hal ini bukanlahh suatu hal yang aneh atau ganjil, karena ketika al-quran di bacakan, maka Allah menurunkan rahmatNya di sekitar tempat tersebut, sehingga ketika al-quran di bacakan di samping kubur, mayat dalam kubur juga akan mendapatkan rahmatNya.

Adapun pembacaan al-quran yang bukan di samping mayat/kuburan bila tanpa di iringi doa maka menurut Imam Syafii tidak bisa bermanfaat bagi mayat. Sedangkan bila di iringi doa, maka para ulama telah ijmak bahwa doa bisa bermanfaat bagi mayat dan berdoa setelah pembacaan al-quran akan menjadikan doa tersebut semakin besar kemungkinan untuk diterima.
Ibnu Katsir mengatakan dalam tafsir surat an-Najmu ayat 39 :

فأما الدعاء والصدقة فذاك مجمع على وصولهما ومنصوص من الشارع عليهما.

Maka adapun masalah doa dan shadaqah maka hal itu ijmak ulama sampai pahalanya dan keduanya telah dinashkan (diterangkan) dari syara`. (lihat Tafsir Ibnu Katsir jilid 4 hal 268 cet. Dar Fikr thn 1997)

Maka dapat di pahami bahwa menurut Imam Syafii, pembacaan al-quran bagi orang yang telah meninggal yang bukan di samping kuburan bila di sertai dengan doa pada akhirnya juga bisa bermanfaat bagi mayat.
Sedangkan Imam mujtahid lainnya (Imam al-Hanafi, al-Maliki dan al-Hanbali) berpendapat bahwa pahala bacaan al-Qur`an sampai pahalanya dan bermanfaat kepada si mayat. Pendapat ini diikuti pula oleh ulama madzhab al-Syafi’i seperti Imam al-Subki. (lihat Hasyiyah I`anat al-Thalibin, Juz. III, hal. 221, cet. al-Haramain).

Dari uraian tersebut dapatlah dipahami bahwa hukum pembacaan al-quran bagi orang yang telah meninggal adalah :
  1. Apabila dibacakan di hadapan mayat atau diiringi dengan doa setelahnya, maka para ulama termasuk Imam al-Syafi’i dan Imam madzhab lain sepakat bahwa pahalanya bisa sampai kepada si mayat.
  2. Apabila bukan di hadapan mayat atau tidak diiringi dengan doa setelahnya, maka menurut Imam al-Syafi’i tidak sampai pahalanya. Sementara menurut tiga Imam madzhab lainnya bahkan juga sebagian besar ulama Madzhab al-Syafii adalah pahalanya sampai kepada si mayat.
Walllahu A`lam bishshawab.

Post a Comment

23 Comments

  1. assalamualaikum,,,sedikit saya mau bertanya...tentang pendapat imam al-syafi'i yang mengatakan bahwa pahala bacaan al-quran akan sampai apabila di bacakan di depan mayit????boleh saya tau rujukan nya dalam kitab apa???apakah imam alsyafi'i mengatakan demikian???

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wa`alaikum salam wa rahmatullahi wa barakatuh.

      Salah satu pendapat Imam Syafii adalah di sunatkan membaca al-quran ketika berziarah kubur, ini merpakan pendapat Imam Syafii yang di sepakati oleh ashahab beliau sebagaimana di sebutkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Juz. V, hal. 311, cet. Dar al-Fikr.

      Dari pendapat Imam Syafii tersebut, tersirat bahwa beliau mengakui bahwa membaca al-quran bila langsung di depat kubur/mayat dapat bermanfaat bagi mayat, karena sangat tidak mungkin beliau mengatakan sunat membaca al-quran ketika ziarah kubur namun bacaan al-quran tersebut tidak memberi manfaat bagai mayat dalam kubur.

      Delete
    2. hm,,,bagaimana dengan pendapat Imam al-muzani Murid imam as-syafi'i,,,beliau yang mengikhtisar kitab al-um lil imam as-syafi'i,,,,bahkan beliau menukilkan langsung dari perkataan imam al-syafi'i dalam hamisy al-um,,,bahkan beliau tidak menjelaskan tentang hadiah pahala akan sampaii kepada si mayyit apabila dilakukan dihadapan mayyit,..bahkan dalam kitab fiqh islamy waadillatuhu Jilid II cet. darul fikri hal 1580 Syeh wahbah az-zuhayli menyatakan adanya khilaf antara ashab assyafi'iyyah al-mutaqaddimin dan al-syafi'iyyah al-mutaakhirin...dmn al-mutaqaddimin mengikut pendapat yang masyhur Imam as-syafi'i yang mengatakan hadiah pahala tidak akan sampai ke mayyit,,,dan adapun al-mutaakhirin berdalil menganggap nya baik,(istihsan),,...logika nya ,,,kalau memang dapat ditafsirkan tersirat bahwa pendapat imam as-syafi'i mengatakan akan sampai di hadapan mayyit maka tidak ada khilaf di antara ashab as-syafi'iyyah...sesuai dengan yang telah ittifaq ashab dalam kitab majmuk jild 5...

      Delete
    3. Saudara kami, Nash Imam al-Muzani sama halnya dengan nash Imam Syafii masih bersifat mutlak. Imam Muzani hanya tidak menjelaskan bahwa bacaan al-quran di hadapan mayat akan memberi manfaat untuk mayat tersebut, beliau tidak mengatakan bahwa pembacaan al-quran di hadapan kuburan tidak bermanfaat bagi mayat, dan beliau juga tidak membantah bahwa ada nash Imam Syafii bahwa sunat membaca al-quran ketika ziarah kubur. Maka, kami rasa tidak ada permasalahan apapun tentang nash Imam Muzani,

      Adapun kalam para ulama yang mengatakan bahwa terjadi perbedaan antara ulama Mazhab Syafii mutaqaddmin dan muta`akhirin tentang tentang hadiah pahala bagi mayat, memang benar kalau tentang hadiah pahala terjadi khilaf di antara ulama mutaqaddimin dan muta`akhirin Mazhab Syafii, tetapi khilaf tersebut tentang masalah hadiah pahala bukan tentang membaca al-quran di hadapan kuburan. Ulama mutaakhirin lebih mengikuti 3 Imam yang lain tentang sampainya pahala bacaan bagi mayat, walau bukan di hadapan mayat.

      Adapun masalah yang kami angkat di sini adalah masalah membaca al-quran di hadapan mayat, apakah bisa memberi manfaat bagi mayat menurut Imam Syafii atau tidak? dalam masalah ini yaitu membaca al-quran di hadapan kuburan ittifaq antara Imam Syafii dengan para ashhab beliau dan ulama Mazhab Syafii mutaakhirin yaitu bisa memberi manfaat. karena ulama mutaqaddimin Mazhab Syafii juga mengakui adanya nash Imam Syafii bahwa sunat membaca al-quran ketika ziarah kubur. sebagaimana Imam Nawawi sebutkan dalam kitab al-Majmuk, karena para ashhabil wujuh yang Imam Nawawi sebutkan dalam majmuk tersebut termasuk juga ulama mutaqqimin Mazhab Syafii yang masuk dlaam golongan ulama mujtahid Mazhab.

      Delete
    4. Akhirnya tidak ada bantahan lagi dari si mu`taridh..syukrannn

      Delete
  2. Terima kasih sangat bermamfaat. izin share..!!!!

    ReplyDelete
  3. teurimong gnaseh ...izin share....

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama-sama, semoga rayeuk manfaat ke mandum tanyoe..silahkan di share.

      Delete
  4. Bagaimana menurut hadits rasul kalau membaca Al-Qur'an d samping kuburan?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bapak Syawal Kenshi, hadits yang mana yang bapak maksudkan? apakah umum hadits? Bila benar demkian, banyak hadits Nabi yang menerangkan bahwa Allah akan menurunkan rahmatNya kepada tempat yang di bacakan al-quran. dan kami rasa kami tidak perlu membawa haditsnya .

      Delete
  5. Ini untuk melegalkan santri2 baca Al quran d samping kubur....
    Ternyata untuk menyewa para pembaca Al quran d kuburan slama 7 hari biaya a 10 mayam emas...
    Weleh weleh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saudara sudah melakukan tudingan, maaf wahai saudaraku yg kucintai karna Allah. Saya khawatir pernyataan saudara ini sudah menjurus kepada fitnah, maka berapa banyak santri yg akan menjadi korban bila ternyata tudingan saudara ini salah? Apakah saudara siap menanggung dosa akan hal tsb?

      Delete
    2. maafkan saya sebelumnya....
      saya berbicara bukan asal bicara....
      saya berbicara sesuai fakta....
      ibu saya mewasiatkan, ketika beliau nanti meninggal beliau menyuruh agar ada yang membaca Al-Quran dikubur nya selama 7 hari...
      saya tanyakan berapa biaya a, beliau menjawab 10 mayam...

      jujur saja harga a itu bervariasi, ada yang 5 juta.... tergantung daerah mungkin...

      saya tanya pada saudara apakah nabi, sahabat mencontohkan amalan2 tersebut...

      bukan kah kita sebagai umat islam dilarang keras, bahkan Allah melaknat kaum yahudi dan nasrani karena menjadikan kubur2 para nabi menjadi tempat Ibadah????

      saya tanyakan lagi bukan kah membaca al quran merupakan ibadah...
      lalu apa dasarnya membaca Al quran di kuburan....

      jikalau ini baik dan benar, tentu sudah ada contoh nya dari rasul dan para sahabat.....

      Delete
  6. Saya berprasangka baik bahwa semoga keluhan saudara seputar mengaji di kuburan dilatarbelakangi oleh hal2 yg bukan menyangkut beban pribadi seperti wasiat ibu saudara. Nabi dan sahabat juga tidak mengarang kitab tafsir, menulis hadist, belajar dan mengajar ilmu alat. Kalau dilogika dengan pemikiran saudara maka para ulama selama ratusan tahun termasuk ulama2 yg saudara ikuti juga telah berbuat bid'ah karna telah melakukan perbuatan yg tidak dikerjakan nabi atau para sahabat? Maka kalau begitu mereka juga pantas masuk neraka karna perbuatan bidah tsb?

    ReplyDelete
    Replies
    1. antum benar-benar tidak paham ya.
      mengarang kitab tafsir, menulis hadist kok masuk kategori bid'ah.
      sepertinya tidak perlu saya ngetik panjang lebar.
      antum pahami dulu apa itu bid'ah.
      minta di ajarin sm tengku mu. jgn asik ibadah dengan bid'ah hasanah melulu.
      gak heran dekat rumah skrg abis adzan magrib sholawatan, trus baru iqamat.
      model baru tu, ntah aliran apalagi itu

      Delete
  7. Kenapa bukan bid'ah ustad? Bukankah pada zaman nabi dan sahabat tidak ada yg namanya kitab tafsir? Wah2.. mungkin ilmu saya tak setinggi ustad. Yang kami pelajari dengan tengku2 kami, kitab tafsir itu contoh bid'ah hasanah yg bahkan masuk dalam kategori bid'ah yg wajib karena sangat dibutuhkan dalam memahami alquran

    ReplyDelete
    Replies
    1. Untuk Masalah Bid'ah bisa di baca dalam website ini di
      Memahami Makna Bid'ah

      Delete
  8. Kalau malas mungkin saya juga malas membahas ini ustad, bahasan bid'ah adalah bahasan yg sudah basi di web ini, salah satunya contoh disini http://lbm.mudimesra.com/2012/03/dalil-merayakan-maulid.html Silakan ustad menyimak satu per satu hujjah masing2 pihak.

    Jujur saja, saya dulu juga wahabi ustad. saya modal belajar agama cuma di tpa waktu jaman sd. Kmudian saya bertemu dengan kelompok yg mendakwa diri gol salaf. Kemudian saya tertarik karna mereka kelihatan luar biasa dalam berdalil dengan alquran dan hadist secara langsung, maka saya belajar agama bersama mereka selama beberapa tahun. Namun setelah beberapa tahun hati saya bergejolak karena ustad salafi yg saya dengarkan mengatakan bahwa belajar aqidah dari sifat duapuluh itu sesat. Padahal itu aqidah mayoritas ulama dunia selama ratusan tahun dan sanad ilmunya juga terpelihara tanpa putus. Setelah itu saya belajar ttg aqidah mana yg sebenarnya dipakai oleh kelompok saya ini, ternyata hasilnya ialah berasal dari ibnu taimiyah yg diketahui dihukum penjara berdasarkan fatwa mufti 4 mazhab masa itu. Bagian aneh lain yg saya temukan, pendiri gerakan pembaharuan syekh muhammad bin abdul wahab, ternyata ayah dan abangnya sendiri rupanya menentang aqidah beliau, cuma raja suud yg menerima beliau sehingga mereka saling berbagi porsi, satu sebagai penguasa dan satu lagi mufti masalah agama. kemudian saya berdoa beberapa lama agar Allah tunjukkan kepada saya mana aqidah ahlussunah wal jamaah yg sesungguhnya, setelah itu hati saya sedikit tergerak untuk ke dayah bertalaqqi, namun di kepala saya waktu itu masih berpaham wahabi. Suatu ketika saya ikut mengaji kitab jawi tughfatur gharibin, disana tertulis jelas bahwa ada aqidah yg menjisimkan Allah, aqidah tsb juga mengatakan bahwa ada posisi letak Allah dimana, namun dikatakan juga jangan tanya bagaimana letaknya. Dikatakan jelas bahwa aqidah tsb oleh pengarang kitab adalah salah. Saya telisik lagi dan terkejut ketika tahu bahwa kitab tsb adalah kitab yg sudah ada sejak ratusan tahun sebelum salafi modern eksis. Kemudian saya belajar ke tempat2 lain ternyata hasilnya sama, bahkan orang2 dari luar negeri spt malaysia dan turki yg saya temui juga menolak aqidah tsb. Saya pun merasa yakin bahwa ternyata kegundahan hati saya yg berlangsung lama telah tuntas, hingga akhirnya saya menemukan situs ini ketika buka2 internet hati saya pun semakin mantap.
    Bukan bermaksud utk mendakwahi ustad, karna apalah hak saya untuk itu. Namun, saya juga berharap kpd ustad untuk berdoa kpd Allah agar ditunjukkan mana aqidah ahlussunnah yg sesungguhnya. ini semata2 agar adil dalam menuntut ilmu, maaf bila saya lancang namun ini adalah lika-liku kehidupan saya yg saya kira pantas untuk dibagikan kpd sesama kita sebagai seorang muslim. Afwan.

    ReplyDelete
  9. Sifat 20 itu asal a dr mazhab mana?
    Coba antum sebutkan?
    Adakah imam syafi'i tulis dlm kitab a, atau ada imam yg lain dr 4 mazhab..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dalam al-quran sangat banyak di sebutkan sifat Allah baik yang salbiyah dan ma'ani.. Banyak sekali dalam al-quran di sebutkan Allah bersifat qidam, baqa`, sama', bashar, kalam, dll....Belum lagi dalil aqlinya...masalah 20 silahkan di lihat dulu bagaimana penjelasan para ulama Asyairah ketika menuliskan sifat 20..semuanya menggunakan kalimat ; wa min.. (sebagian)...silahkan di periksa dulu..baru di lanjutkan komentarnya..

      Delete
  10. Pada dasarnya ahlussunah wal jamaah tidak membatasi jumlah sifat, segala sifat yg mengagungkan Allah yg jumlahnya tidak terbatas adalah hal yg diitikadkan oleh ahlussunah wal jamaah. Sifat duapuluh adalah sifat yg dirumuskan dalam asyariah yg didasarkan pada dalil2 hal tsb dilakukan agar memudahkan dalam mempelajari tauhid utk mengenal Allah, sekali lagi ditegaskan bahwa sifat yang diitikadkan ahlussunnah wal jamaah selama itu mengagungkan Allah adalah yg kami yakini.
    Menjawab pertanyaan tsb, sama halnya pula apakah imam 4 mazhab pernah membelah2 tauhid menjadi 3; tauhid rububiyah, uluhiyah dan asma was shifat?
    Coba ustad lihat adakah imam nawawi, imam suyuthi dan ulama2 besar lain hingga saat ini beriktikad diluar asyariyah maturidiyah? Kecuali hanya ibnu taimiyah, ibnu qayyim dan kemudian terputus hingga kemudian kembali dipopulerkan oleh ulama2 wahabi baru 2 abad yg lalu

    ReplyDelete
  11. Memang betul istilah sifat 20 ttg sifat Allah SWT dalam ilmu tauhid tidak dipopulerkan oleh Imam Syafi'i namun dirumuskan dan dipopulerkan oleh ulama' setelahnya. lantas karna istilah ini orang2 Wahhabi membid'ahkan ulama' yg merumuskan istilah sifat 20. Justru orang Wahhabi yang membuat istilah baru dengan membagi tauhid menjadi 3 : Uluhiyah, rububiyah dan asma' was sifat. Bukannya justru Wahhabi sendiri membuat bid'ah?
    kalau kita mau teliti dan jujur para ulama terdahulu telah banyak membuat temuan2/inovasi/perkara baru dalam agama di berbagai disiplin ilmu yang justru membuat agama Islam makin berkembang dintaranya : para ulama' dalam memahami Al-qur'an mereka merusmuskan ilmu tafsir dan ilmu usul tafsir, ilmu balaghah, ilmu Badi', Ilmu Bayan, ilmu mantiq, ilmu ma'ani, ilmu tauhid (kalam), ilmu hadits, ilmu mustholahul hadits, ilmu fiqih, Ushul fiqih, ilmu hahwu, Ilmu sharaf dan sebagainya. Kemudian apakah mereka memahami ini adalah bid'ah sesat? Jawabannya mereka tentu tidak memahami bid'ah seperti pemahaman sempit Wahhabi, Karena memang Salafi Wahabi baru lahir kemarin sore (abad 20 Masehi). Sedangkan ulama' yang mereka cela dan bid'ahkan sdh ada 600 atau 700 tahun sbelum mereka. Semoga kita terhindar dari logika dan pemahaman sempit wahhabi. Wabillahit Taufiq

    ReplyDelete