Seorang pria yang telah berzina dengan seorang wanita, kemudian lahirlah anak perempuan dari hasil zinanya. Saat anak perempuan itu sudah beranjak dewasa, si ayah biologis ini menikahinya, setelah disetubuhi, kemudian pria mengakui bahwa isterinya itu adalah anak biologisnya sendiri hasil dari perzinahannya dahulu dengan seorang wanita yang merupakan ibu si perempuan yang telah jadi istrinya sekarang. Bagaimanakah status pernikahan pria tadi dengan anak biologisnya? Sah atau tidak ? Bolehkah pria itu meneruskan perkawinannya? Dan adakah ganjaran kepada si lelaki itu yang telah mengawini anak biologisnya?
Dengan sebab perzinahan, anak perempuan yang lahir dari wanita yang dizinahi oleh laki-laki tersebut tidak diharamkan kepada ayah biologisnya, karena anak perempuan tersebut tidak dihubungkan dengan laki-laki tersebut melalui jalur syara’. Status pernikahan keduanya adalah sah. Pernikahan tersebut masih bisa dilanjutkan. Kepada laki-laki tersebut tidak dikenakan sanksi apa-apa. Ini berpijak atas pendapat yang kuat dikalangan ulama syafi’iyyah.
رجل زنا بامرأة واستولدها بنتا من الزنا فلما بلغت البنت تزوجها ودخل بها ثم بعد الدخول اعترف أنها ابنته من الزنا, فهل تزوجه البنت المذكورة صحيح أم لا؟ وهل له إمساكها بالتزويج المذكور؟ وهل يترتب عليه شيء فى ذلك؟
أجاب: مجرد الزنا لا تحرم به المولودة مذكورة اذا لم يظهر نسبها إليه بطريق شرعي وحينئذ فتزويجه صحيح, لأنها ليست بنته شرعا وله إمساكها, ولا يترتب عليه شيئ على المعتمد عند الشافعية
Fatawa Bulqini, Juz.II, Cet. Dar ibnu Affan, hal.213.
3 Komentar
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapussaya rasa situs sebesar mudimesra keliru jika masalah seperti ini cuma dikemukakan seringkas ini, membingungkan orang awam dan penuntut ilmu seperti saya ini yang masih bodoh, sehingga kurang tepat dijadikan rujukan karena tidak menyebutkan beberapa pendapat ulama yang berbeda; karena mengingat masalah ini kontradiksi dengan fitrah manusia. Masalah ini telah diperselisihkan di kalangan salaf. Setiap pihak tidak memiliki nash sebagai dalilnya, tetapi tinjauan makna dan qiyas (analogi) menuntut haramnya hal itu...Adapun tinjauan secara qiyas (analogi), hal itu haram seperti haramnya seorang lelaki menikahi anak susuannya yang disusui oleh istrinya. Jika anak susuan seseorang haram atasnya, padahal faktornya hanyalah karena anak itu meminum air susu istrinya yang terproduksi dengan sebab digauli olehnya sehingga hamil dan melahirkan, tentulah seorang anak zina yang berasal dari air maninya, yang merupakan darah dagingnya sendiri, lebih pantas untuk dinyatakan haram atasnya apalagi dengan technology sekarang setiap anak bisa di validasi dengan Gen, Wallahu a’lam saya lebih memilih rujukan seperti yang saya baca dibawah ini http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1154927030&=anak-zina-anak-siapa.htm dan bandingkan http://asysyariah.com/lelaki-menikahi-anak-hasil-zinanya-sendiri/
BalasHapusWa`alaikum salam warahmatulkahi wa barakatuh
HapusTerima kasih atas kehadiran dan atas partipasi bapak,
Kebenaran dan kesempurnaan mutlak hanyalah milik Allah, sebagai manusia yang faqir maka sangat wajar bila perbuatan kami tidak sempurna.
Dalam profil kami, kami telah menerangkan bahwa masalah yang di bahas disini umumnya berdasarkan mazhab Imam Syafii, kalaupun dibahas berdasarkan mazhab lain maka akan kami sebutkan mazhab lain tersebut. Penjabaran hukum di atas adalah berdasarkan Mazhab Syafii. Tentang penyebutan khilafiyah dan dalil setiap masalah, tidak semua masalah kami sertakan dengan dalil dan khilafiyahnya, menurut kondisi masing-masing masalah. Kadang-kadang ketika dibutuhkan, dalil dan khilafiyahnya akan kami tuliskan dalam tulisan lain secara khusus menurut kebutuhan, karena di sini kami tidak terfokus pada fikih muqaran yang membahas pendapat berdasarkan beberapa mazhab yang berbeda. Hal demikian juga dilakukan oleh para ulama terdahulu, tidak semua kitab membahas dalil dan khilafiyah. Ada dalil atau tidak, toh semua kita masih taqlid kepada para ulama mujtahid terdahulu. Jadi untuk ilmu dasar tanpa dalil dan khilafiyahnya sudah memadai.
Sebab haram nikah dalam mazhab Syafii bukanlah karena anak itu merupakan berasal dari maninya, namun sebab haram nikah adalah karena adanya hubungan nasab di antara keduanya. Tentang anak zina, Rasulullah sendiri sudah dalam satu hadits dengan tegas menyatakan bahwa anak zina tidak berhubung nasabnya dengan ayah biologisnya.
para ulama juga ijmak bahwa anak zina tidak mengambil warisan dari ayah biologisnya, maka menurut pendapat yang kuat dalam mazhab Syafii nikah penzina dengan anak zinanya adalah sah, sebagaimana tidak berlakunya hukum warisan di antara keduanya karena hukum nasab tersebut tidak terbagi-bagi, ini berlaku sedangkan yang lain tidak.ini adalah illat pendapat kuat dalam Mazhab Syafii, namun hukum menikahnya tetaplah makruh demi menghindari khilafiyah mazhab lain yang mengharamkannya.
Syaikhul Islam dalam Ghurar al-Bahiyah mengatakan:
لا ولد) أي: لا كولد (الزنا) ، فلا يحرم (لأب) أي: على الأب كما عبر به الحاوي، فلو زنى بامرأة فولدت بنتا جاز له نكاحها وإن تيقن أنها منه إذ لا حرمة لماء الزنا، فهي أجنبية عنه شرعا بدليل انتفاء سائر أحكام النسب عنها، نعم يكره ذلك خروجا من الخلاف