Lbm.Mudi- Salat hari raya Idul Fitri (dalam bahasa Arab Aidil Fitri dan Aidil Adha) dan Idul Adha merupakan salah satu Khususiyat umat nabi Muahmmad saw sama seperti salat minta hujan (Istisqa’) dan salat dua gerhana matahari dan bulan (Kusufain). Maksudnya salat ini hanya disyariatkan kepada nabi Muhammad saw dan umatnya, tidak disyariatkan kepada nabi-nabi sebelum beliau. Salat dua hari raya disyariatkan pada tahun ke dua hijriah. Hukum salat keduanya adalah Sunat Muakad walau kepada orang yang tidak wajib jumat, ada juga sebagian kecil ulama yang berpendapat jika salat ini adalah Fardhu Kifayah mengingat salat ini merupakan sebagian dari syiar islam, sehingga berdasarkan pendapat kedua mereka semua dibunuh jika tidak ada satu orang pun dari satu balad (kecamatan) yang mengerjakannya, namun pendapat yang kuat adalah Sunat muakad karena nabi selalu rutin mengerjakannya. Salat Idul Adha sendiri lebih baik/Afdhal dari salat Idul fitri, karena kesunahan salat Idul Adha sebut dengan ayat Alquran yaitu surat Kausar ayat 2, berbeda dengan salat Idul fitri yang tidak sebut dengan ayat Alquran.
Kata-kata Idul Adha berasal dari kata Aidil, artinya kembali dan Adha/Udhiyyah (berkurban), jadi maknanya adalah kembali berkurban. Alasan hari raya ini dinamakan dengan Aidil Adha adalah karena hari raya ini kembali setiap tahun atau karena kembalinya Allah swt kepada hambanya dengan pengamnpunan. Karena demikian ada yang mengatakan :” hari raya bukan untuk orang-orang yang punya pakaian baru, tetapi bagi orang yang bertambah taat. Hari raya juga bukan bagi orang yang memperelok pakain dan kendaraan baru, tetapi hari raya adalah bagi orang yang mendapat pengampunan dosa dari Allah swt”.
Allah swt menjadikan hari raya di dunia dua kali dalam setahun, keduanya setelah beribadah. Jika Aidil Fitri sesudah berpuasa sebulan penuh, maka Aidil Adha sesudah mengerjakan haji (Wukuf di Arafah, karena Wukuf di Arafah adalah rukun Haji terbesar), sedangkan hari raya mingguan adalah hari Jumat. Adapun hari raya umat islam dalam surga kelak adalah saat berjumpa dengan Allah swt, yang merupakan sebesar-besar dan selezat-lezat nikmat yang pernah ada.
Salat Aidil Adha disyariatkan berjamaah, tetapi juga boleh dikerjakan sendirian. Salat ini juga disunatkan bagi perempuan (kecuali perempuan yang cantik dan punya fisik yang bagus, maka tidak disunatkan untuk hadir ke Masjid atau lapangan tetapi disunatkan untuk mengerjakan sendirian), hamba sahaya dan Musafir, tetapi jika dikerjakan sendirian maka tidak disunatkan membaca dua khutbah. Kaum perempuan yang diimamkan oleh laki-laki, maka juga disunatkan membaca rukun khutbah. Tetapi jika imam mereka perempuan, maka tidak boleh membaca rukun dua khutbah, dan jika ada salah seorang dari mereka yang ingin memberi nasehat maka tidak mengapa selama tidak membaca rukun dua khutbah. Pengecualian bagi orang yang sedang berhaji di Mina, maka tidak disunatkan berjamaah, tapi disunatkan untuk dikerjakan sendirian.
Waktu pengerjaan salat Aidil Adha adalah mulai terbit matahari sampai masuk waktu salat dhuhur. Dan waktu yang afdhal mengerjakannya adalah menunggu sampai matahari kadar segalah sebagaimana yang telah dikerjakan oleh nabi saw. Disunatkan orang selain imam untuk datang secepat dan sepagi mungkin, adapun imam maka disunatkan untuk hadir saat akan mengerjakan salat. Pada salat Idul Adha, sebaiknya saat imam hadir untuk disegerakan salat supaya luas waktu untuk melakukan Udhiyyah (kurban), sedangkan pada salat Idul Fitri maka agak sedikit di telatkan salat saat Imam hadir supaya tersisa waktu bersedekah sebelum salat.
Metode Pengerjaan Salat Idul Adha
Salat Idul Adha dikerjakan dua rakaat dengan niat salat sunat Idul Adha, sesudah Takbiratul Ihram, kemudian membaca doa Iftitah dan dilanjutkan dengan takbir tujuh kali pada rakaat pertama dan lima kali pada rakaat ke dua, sebagaimana sabda nabi saw dari Imam Turmidzi yaitu :” sesungguhnya nabi saw mentakbir sebelum membaca surat Al-fatihah pada dua hari raya dengan tujuh takbir pada rakaat pertama dan lima takbir pada rakaat ke dua”. Di antara celah-celah setiap takbir disunatkan untuk bertahlil, bertakbir dan bertahmid, panjangnya kadar ayat mu’tadil (pertengahan) yaitu kadar membaca surat Ikhlas. Bacaan paling bagus adalah: Subhanallah, Walhamdulillah, Walailahaillah Wallahuakbar. Zikir ini lebih baik dari zikir lainnya, dan membaca zikir lebih baik dari pada diam. Setelah takbir terakhir maka langsung membca surat Al-fatihah. Zikir ini dibaca di celah-celah takbir, tidak sebelum dan sesudah takbir karena maksudnya adalah untuk menyelangi tiap-tiap takbir supaya tidak beriringan, dan makruh jika tidak membacanya. Pada rakaat kedua membaca takbir lima kali juga sebelum Qiraah ditambah dengan mengangkat tangan setentang bahu. Hukum membaca takbir itu sendiri adalah sunat, tetapi bukan sunat Ab’ad yang jika ditinggal disunatkan sujud sahwi. Jika lupa dibaca dan telah masuk kepada Qiraah Fatihah maka tidak boleh mengulang lagi, karena telah masuk kepada rukun, kecuali baru membaca Ta’awwuz, maka tidak mengapa jika mengulang takbir. Dan jika kembali kepada takbir sesudah membaca Fatihah, maka batal salat tersebut. Seseorang yang ragu pada bilangan takbir, maka hendak mengambil yang sedikit. Misalnya, jika ia ragu apakah takbir tiga atau empat maka dia mengambil tiga. Sesudah membaca Fatihah, Ayat yang dibaca pada rakaat pertama adalah surat Qaaf pada rakaat pertama dan surat Qamar/ Iqtarabat pada rakaat kedua sebagimana yang meriwayatkan oleh Imam Muslim. Pada satu riwayat lain dari Nu’man Ibnu Basyir juga disunatkan untuk membaca surat Al-A’la pada rakaat pertama dan AL-Ghasyiyah pada rakaat kedua. Imam Qulyubi menambahkan surat Al-Ikhlas jika tidak membaca surat Al-Ghasyiyah. Semuanya dilakukan dengan cara Jihar (bersuara nyaring).
Membaca Rukun Dua Khutbah
Sesudah salat dua rakaat idul Adha, maka disunatkan membaca rukun dua khutbah sama seperti rukun dua khutbah pada jumat, kecuali pada bilangan orang yang mendengarnya. Hukum membaca rukun dua khutbah menjadi wajib jika dinazarkan. Ini berdasarkan riwayat dari Imam Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar bahwa “sesungguhnya nabi saw, Abu Bakar dan Umar melakukan salat idul fitri dan Adha sebelum khutbah”. Pengulangan khutbah dua kali karena diqiyaskan kepada khutbah jumat, karena tidak sebut hadis terhadap masalah tersebut. Imam Nawawi dalam kitab Raudah menambahkan, jika didahulukan khutbah sebelum salat maka tidak dihitungkan sebagai khutbah hari raya sehingga tidak mendapatkan pahala walaupun telah dikerjakan, sama seperti salat sunat rawatib sesudah salat fardhu yang didahulukan sebelum salat fardhu. Rukun dua khutbah hari raya sama dengan rukun khutbah jumat, yaitu membaca Hamdallah, shalawat kepada nabi saw, wasiat dengan takwa, ketiganya dilakukan pada ke dua khutbah. Kemudian membaca Ayat pada salah satu dua khutbah dan terakhir berdoa untuk kebaikan kaum muslimin pada rakaat ke dua. Dan tidak disunatkan untuk berdiri, jika dalam keadaan berdiri maka disunatkan duduk.
Saat memberi wasiat dan nasehat, bagi penceramah disunatkan untuk mengupas dan membahas masalah kurban, sebagaimana jika khutbah Idul Fitri disunatkan membahas masalah zakat fitrah. Khutbah yang pertama disunatkan untuk memulai dengan takbir sembilan kali dan khutbah yang kedua dimulai dengan tujuh kali. Dalam kitab Raudah, Imam Nawawi menjelaskan jika ada Nass dari Imam Syafi’i yang mengatakan bahwa takbir tersebut bukan khutbah tetapi permulaan atau mukaddimah khutbah. Jika ada yang mengtakan bahwa takbir tersebut adalah khutbah, maka dihamalkan kepada demikian, karena sesuatu terkadang dimulai dengan sebagian mukaddimah, tetapi mukaddimah tersebut bukan bagian dari padanya.
Sunat-sunat Idul Adha
Selain salat berjamaah dan membaca khutbah, ada beberapa hal lain yang juga disuntakan berkaitan dengan salat idul Adha. Pertama mandi, dengan meniatkan mandi sunat idul Adha. Kesunahan mandi Idul Adha di mulai dari setengah yang ke dua dari pada malam, pada satu Qaul Imam Syafi’i kesunahan tersebut dimulai setelah fajar seperti mandi sunat untuk salat jum’at. Alasan pendapat pertama kenapa di mulai dari tengah malam, karena zaman dahulu orang pedalaman harus pergi jauh untuk melaksanakan salat Idul Adha, jika mereka tidak mandi sebelum fajar maka hal tersebut akan memberatkan mereka karena mereka harus berangkat jauh untuk salat berjamaah. Ini wajar mengingat jauhnya jarak yang harus di tempuh untuk salat ke masjid atau lapangan. Berbeda dengan sekarang yang sudah ditemukan banyak masjid dan musalla sehingga hal tersebut sudah bisa di atasi. Namun ini tetap tidak menggugurkan kesunahan mandi sebelum fajar di mulai dari tengah malam. Perbedaannya dengan mandi salat jumat adalah karena salat jumat dilambatkan dan salat Idul Adha di percepat. Bakan, ada yang mengatakan jika kesunahan mandi salat Idul Adha adalah keseluruhan malam. Kesunahan yang ke dua adalah memakai wangi-wangian dan berhias, dengan memakai pakaian terbaik dan paling bagus, menghilangkan bau yang tidak enak dengan parfum atau semacamnya dan memotong kuku. Kesunahan ini berlaku bagi orang yang hendak salat ke masjid atau yang salat di rumah sendirian. Ini berlaku bagi laki-laki, sedangkan bagi perempuan cantik dan punya fisik bagus hal ini di makruhkan. Adapun perempuan tua dan lemah disunatkan untuk hadir ke masjid atau lapangan dengan tidak memakai wangi-wangian, mereka cukup sekedar membersihkan diri dengan air dan memakai pakaian apa adanya tanpa menghias diri.
Sunat yang ketiga adalah saat akan berangkat dan dan kembali dari masjid atau lapangan hendaknya melalui jalan yang berbeda, yaitu perjalanan yang jaraknya lebih jauh saat berangkat dan melalui jalan pendek saat kembali pulang sebagaimana yang merawi oleh Imam Bukhari dari pada Jabir bahwa nabi saw melalui jalan yang berbeda saat hari raya. Ada beberapa alasan kenapa nabi saw melakukan demikian, dari semuanya alasan paling kuat kenapa nabi saw melakukan perjalanan pada jalan yang panjang dan kembali pada jalan yang lebih pendek adalah supaya banyak pahala. Ada yang mengatakan jika nabi saw melakukan demikian supaya bisa bersedekah kepada fakir miskin yang ada pada ke dua jalan tersebut. Ada juga yang mengatakan jika nabi saw melakukannya supaya ke dua jalan tersebut naik saksi dengan perjalanan nabi saw pergi dan kembali dari masjid. Dan disunatkan berjalan kaki dengan pelan-pelan bagi bukan Imam. Adapun Imam karena harus mempercepat supaya bisa dilaksanakan salat segera.
Sunat selanjutnya adalah menahan diri dari makan (imsak) sehingga selesai melakukan salat Idul Adha, berbeda jika Salat Idul Adha, maka disunatkan untuk makan sebelum melakukan salat Idul Fitri.
Tempat Pengerjaan Salat Idul Adha
Tempat mengerjakan salat idul Adha bagi yang bukan wanita cantik dan punya fisik yang bagus dan baik adalah masjid, karena masjid adalah tempat yang mulia, ada yang mengatakan jika tempat paling baik mengerjakan salat Idul Adha adalah lapangan, karena lebih luas sehingga muat kendaraan dan lainnya. Pengecualiannya, menurut pendapat pertama jika masjid sempit karena banyaknya jamaah sehingga berdesak-desakan yang berakibat kepada was-was, maka makruh mengerjakan salat di dalam masjid. Menurut ulama yang mengatakan lapangan lebih baik, pengecualiannya jika turun salju atau hujan maka makruh mengerjakan di lapangan. Dari semuanya, secara umum tempat yang paling baik mengerjakan salat Idul Adha berturut-turut adalah Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjidil Aqsa dan masjid-masjid lain.
Keutamaan paling utama mengerjakan salat Ini adalah Allah ampuni segala dosa, karena itulah disyariaatkan Salat Idul Adha mengiringi Ibadah Haji yang sarat dengan keampunan, sebagaimana Disyariatkan Ibadah salat Idul Fiti setelah melakukan badah puasa sebulan penuh. Wallahua’lam.
Daftar Pustaka
1. Hasyiayah Al-Bajuri
2. Hasyiyah Ianatut Thalibin
3. Hasyiah Qulyubi wa Umairah
4. Fathul Jawad bi Syarhi Irsyad
3 Komentar
Assalamualaikum
BalasHapusApa ada perbedaan niat Pada Shalat idul Fitri & idul Adha?
Terima Kasih Gure
Alaikum salam..
HapusSecara umum sama, bedanya hanya untuk idul fithri di niatkan shalat idul fithri sedangkan untuk hari raya idhul adha, di niatkan shalat idul adha..
Terima Kasih Tgk
BalasHapus