Nafkah Anak Zina

Diskripsi Masalah:

Dua insan yang sudah saling mencintai, tidak heran bila rasa ingin selalu bersama, pernikahan sudah menanti mereka, namun ada satu hal yg tidak mereka sadari setelah dihantuni oleh hawa nafsu yg mendorong mereka untuk melakukan perbuatan zina, ternyata hal ini membuat mereka untuk tidak bersama lagi disebabkan telah hilangnya madu pada si perempuan. Namun beberapa bulan kemudian, Perempuan ini melahirkan anak hasil dari perzinaan mereka berdua.

Pertanyaan:

Bila anak yang terlahir dari hasil zina seperti deskripsi di atas, Siapakah yang bertanggung jawab terhadap nafqah anak tersebut, Apakah dibebankan terhadap Ibu atau lelaki yang menghamilinya ?

Jawaban:

Yang bertanggung jawab penuh atas Nafqah anak itu adalah si ibu bukan laki laki yang menghamilinya karena tidak ada hubungan nasab antara mereka, Bahkan menurut pendapat dari jumhur kalangan Syafi’I laki-laki ini halal menikahi anak tersebut. Dalam hal ini agama membebankan nafqah kepada ibu, karena laki laki tersebut bukan ayah secara hakiki dalam pandangan islam, bayi yang lahir itu juga bukan anaknya secara hakiki, maka pantas nafqah tidak wajib atasnya.

hal ini di jelaskan dalam kitab Al-Mughni, Bairut-Dar al-Fikr sebagai berikut :

وَوَلَدُ الزِّنَا لَا يُلْحَقُ الزَانِــي فِي قَوْلِ الْجُمْهُورِ

“Menurut jumhur ulama anak zina tidak dinasabkan kepada lelaki pezina” (Al-Mughni, Bairut-Dar al-Fikr, juz, 7, h. 130)

Namun menurut mayoritas fuqaha selain Imam Malik dan Imam Syafii, meskipun dianggap tidak memiliki pertalian darah, sang ayah biologis tetap diharamkan untuk menikahi anak tersebut.
Sedangkan menurut Imam Malik dan Imam Syafii dalam pendapat yang masyhur di kalangan madzhabnya, boleh bagi laki-laki tersebut menikahi anak perempuan itu. Hal ini sebagaimana dilansirkan oleh Ibnu Qudamah dalam al-Mughni.

وَيَحْرُمُ عَلَى الرَّجُلِ نِكَاحُ ابْنَتِهِ مِنَ الزِّنَا وَاُخْتِهِ وَبِنْتِ ابْنِهِ وَبِنْتِ بِنْتِهِ وَبِنْتِ أَخِيهِ وَاُخْتِهِ مِنَ الزِّنَا فِي قَوْلِ عَامَّةِ الْفُقَهَاءِ وَقَالَ مَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ فِي الْمَشْهُورِ مِنْ مَذْهَبِهِ يَجُوزُ لَهُ لِاَنَّهَا اَجْنَبِيَّةٌ مِنْهُ وَلَا تُنْسَبُ إِلَيْهِ شَرْعًا وَلَا يَجْرِى التَّوَارُثُ بَيْنَهُمَا وَلَا تَعْتِقُ عَلَيْهِ إِذَا مَلَكَهَا وَلَا يَلْزَمُهُ نَفَقَتُهَا فَلَمْ تَحْرُمْ عَلَيْهِ كَسَائِرِ الْاَجَانِبِ

Artinya : Menurut mayoritas fuqaha, haram bagi lelaki menikahi anak perempuan yang dihasilkan dari perzinahan, saudara perempuannya, anak perempuan dari anak laki-lakinya, anak perempuan dari anak perempuannya, anak perempuan saudara laki-lakinya, dan saudara perempuanya. Sedangkankan menurut pandangan Imam Malik dan Imam Syafii dalam pendapat yang masyhur di kalangan madzhabnya, boleh bagi laki-laki tersebut menikahinya karena ia adalah ajnabiyyah (tidak memiliki hubungan darah), tidak dinasabkan kepadanya secara syar’i, tidak berlaku di antara keduanya hukum kewarisan, dan ia tidak bebas dari laki-laki yang menjadi ayah biologisnya ketika sang yang memilikinya sebagai budak, dan tidak wajib bagi sang ayah untuk memberi nafkah kepadanya. Karena, ia tidak haram bagi ayah biologisnya (untuk dinikahinya) sebagaimana perempuan-perempuan yang lain”. (Al-Mughni, Bairut-Dar al-Fikr, juz, 7, h. 485).


Referinsi : Ianat Attalibin Juz 2 Hal 335.

وشمل قوله من تلزمه نفقة فرعه أم ولد زنا فيندب لها أن تعق عنه لكن تخفيها خوف الهتيكة. إعانة الطالبين ٢/٣٣٥

Referinsi : Bajuriy Juz 2 Hal 111 Cet Haramain.

أما المخلوقة من ماء زنا شخص فتحل له على الأصح بدليل انتفاء سائر الأحكام عنها من إرث وغيره. الباجوري2/111

bujairimi a'la khatib juz 2 hal 354 Maktaba Syamela

فرع: قال الصيمري: فطرة ولد الزنا على أمه إذ لا أب له كما تلزمها نفقته، وكذا من لاعنت فيه لذلك؛ فإن اعترف به الزوج لم ترجع الأم عليه بما أدته من فطرته كما لا ترجع عليه بما غرمته من نفقته. وكأن وجهه أنه حال إخراج الفطرة والإنفاق كان منفيا عنه ظاهرا ولم يثبت نسبه إلا من حين استلحاقه، ثم رأيته علل بأن ذلك منها على سبيل المواساة؛ وقضيته أنه لو كان بإجبار حاكم رجعت وهو محتمل،. اهـ. عب وشرحه.


Post a Comment

0 Comments