Kedudukan kitab Insan Kamil menurut Kitab Siyar Salikin

Dalam beberapa tulisan sebelumnya kami telah memposting bagaimana pandangan para ulama terkemuka tentang kitab Insan Kamil karangan Syeikh Abdul Karim al-Jily dan kitab-kitab yang lain yang serupa. Kitab Insan Kamil al-Jily Menurut Habib Zain bin Ibrahim bin Smith, dan Peringatan Ulama Besar Yaman tentang Kitab Insan Kamil al-Jily. Bagi pihak yang insaf mungkin peringatan dua ulama besar dari zurriyat Rasulullah saw tersebut sudah cukup untuk mengetahui posisi kitab Insan Kamil. Namun kami rasa perlu juga menampilkan posisi kitab Insan Kamil menurut kitab Sair Salikin yang dikarang oleh Syeikh Abdussamad al-Falimbani. Hal ini karena sebagian pihak di Aceh yang berusaha mengembangkan isi Kitab Insan Kamil kepada masyarakat luas selalu berargumen bahwa kitab tersebut diakui oleh ulama besar Syeikh Abdussamad dalam kitabnya Sair Salikin. Namun ternyata setelah kita cek kitab Sairussalikin, mereka hanya mengambil setengah-setengah, hanya mengambil pada satu tempat saja namun menutup mata dari penjelasan Syeikh Abdussamad pada halaman yang lain yang cukup jelas.

Syeikh Abdussamad al-Falimbani dalam kitab beliau Sair Salikin membagi kitab-kitab tasawuf kepada tiga tingkatan. Beliau berkata;

Syahdan, ketahui olehmu bahwasanya ilmu tasawuf yang ada pada masa sekarang itu tiga martabat. Pertama; ilmu tasawuf yang sangat memberi manfaat bagi orang yang mubtadi yang mempunyai ia nafsu yakni orang yang permulaan menjalani akan ilmu thariqat yang belum suci hatinya itu daripada maksiat yang bathin seperti orang yang belum suci hatinya itu daripada riya dan ujub dan daripada kibr dan dari pada ghadhab dan barangsebagainya dan jikalau telah suci ia daripada maksiat yang dhahir sekalipun dan ia memberi manfaat pula bagi orang yang mutawasith yang mempunyai hati yakni orang yang pertengahan didalam jalan thariqat yang telah suci hatinya itu daripada maksiat yang bathin itu, dan memberi manfaat pula bagi orang yang muntahi yang mempunyai ruh yang telah suci hatinya itu daripada maksiat yang bathin dan suci pula hatinya itu dari pada orang yang lain dari pada Allah ta’ala yakni orang yang arifin yang telah sampai kepada makrifah akan Allah ta’ala dengan makrifah yang sebenar-benarya. (SairSalikinjlid 3 hal 176-177 Haramain)

Selanjutnya, beliau memberikan beberapa contoh kitab yang masuk dalam tingkatan ini seperti kebanyakan kitab Imam Ghazali seperti Bidayah Hidayah, Minhaj Abidin, Arba’in fi ushuliddin, Mursyidul Amin dll..

Selanjutnya beliau menerangkan tingkatan kedua;

Adapun martabat yang kedua maka yaitu ilmu tasawuf yang sangat manfaat bagi orang yang mutawasith yang mempunyai hati yakni orang yang telah sampai suluknya itu kepada pertengahan jalan ilmu thariqat yaitu orang yang telah dibukakan Allah dengan barakat suluknya itu dan dengan berkat ia membanyakkan aurad dan dengan membanyakkan zikir Allah itu akan hatinya dengan nur iman dan dengan ain taqwa dan memberi manfaat pula ia bagi orang yang muntahi yang mempunyai ruh yakni orang yang arifin yang telah suci hatinya dari pada yang lain daripada Allah dan sampai ia kepada maqam zuq takni maqam makriah akan Allah dengan haqqul yakin dan kurang memberi manfaat ia bagi orang yang mubtadi yang mempunyai nafsu yakni orang yang di dalam martabat ilm yakin dan belum sampai ia kepada ainul yakin dan haqqul yakin. (SairSalikinjlid 3 hal180Haramain)

Selanjutnya beliau menyebutkan beberapa nama contoh kitab tingkatan kedua ini;

Kemudian, beliau menjelaskan kitab-kitab yang berada pada tingkatan ke tiga;

Adapun martabat yang ketiga maka yaitu ilmu tasawuf yang sangat memberi manfaat bagi muntahi yakni orang yang telah sampai mengetahui ilmu hakikat yaitu orang yang arifin yang mempunyai ruh yang telah dibukakan oleh Allah hati mereka akan ilmu laduni dan dengan dia makrifah akan Allah taala dengan ainul yakin dan haqqul yakin. (SairSalikinjlid 3 hal182 Haramain)

Selanjutnya beliau menyebutkan beberapa contohnya; antara lain ;

1)      Kitab-kitab karangan Ibnu Arabi seperti kitab Fushul Hikam, kitab mawaqi’ nujum, Futuhat Makkiyah dll

2)      Kitab Insal Kamil karangan Syeikh Abdul Karim al-Jily

3)      Kitab Sirrul Mashun karangan Imam Ghazali

4)      Kitab Misyqatul Anwar karangan Imam Ghazali

5)      Kitab Maqshadul Asna fi asmail husna karangan Imam Ghazali

6)      Beberapa masalah dalam kitab Ihya ulumuddin karangan Imam Ghazali seperti masalah ilmu hakikat dalam kitab shabar dan syukur, kitab mahabbah, kitab tauhid, kitab tawakkal yang semuanya merupakan bagian dari kitab Ihya ulumuddin

7)      Kitab Tuhfatul Mursalah karangan Syeikh Muhammad bin Fadhal al-Hindi

8)      Kitab Idhah Maqsud min ma’na wahdatil wujud karangan Syeikh Abdul Ghani an-Nablusi

9)      Kitab an-Nafahat karangan Syeikh al-Qaunawi murid dari Imam Ibnu Arabi

10)   Kitab Mir`atul Haqaiq karangan Syeikh Ali al-Hindi

11)   Pembahasan hakikat dallam kitab Syarah Hikam karangan Syeikh Ahmad al-Qusyasyi

12)   dll

Pada halaman selanjutnya Syeikh Abdussamad, menjelaskan kedudukan kitab tasawuf tingkat ke tiga ini ;

Syahdan, bermula segala ilmu tasawuf yang tersebut dahulu itu dan lainnya sekaliannya itu yaitu ilmu yang memberi manfaat di dalam dunia dan di dalam akhirat tetapi ilmu tasawuf yang pada bicara ilmu hakikat yang tersebut pada martabat yang ketiga itu tiada memberi manfaat ia melainkan bagi orang yang muntahi. Adapun orang yang mubtadi yang tiada mahir ia didalam mengetahui ilmu syariat dan mahir ia di dalam ilmu thariqat maka yaitu barangkali jadi mudarat akan dia dan barangkali jadi zindiq, seperti kata Imam Malik dahulu “man tashawafa walam yatafaqqah faqad tazandaqa, artinya barang siapa mengaji ilmu tashawuf dan tiada mengaji ilmu fiqh maka sungguhnya jadi zindiq yakni barang siapa mengaji ilmu tasawuf yang pada bicara ilmu hakikat itu pada hal ia tiada mengaji ilmu ushuluddin dan tiada mengaji ilmu thariqat dan tiada ia mengamalkan ilmu thariqat itu niscaya jadi zindiq dan jadi ia orang jabariyah. (SairSalikinjlid 3 hal183-184 Haramain)

Dari nash kitab Sair Salikin sangat jelas beliau menerangkan bahwa kitab seperti Insan Kamil bila dipelajari oleh bukan orang yang sudah layak akan berakibat jatuh kedalam kezindiqan. Ibnu Zauraq menceritakan keadaan sebagian golongan yang mendalami kitab-kitab seperti demikian;

وقد اولع به قوم فضلوا واضلوا وفارقوا العمل بما توهموه فزلوا وربما ادعوا ما فهموه او تنسبوه حالا لانفسهم فافتضحوا بشواهم الاحوال 
    
Sungguh sebagian kamu telah mendalami kitab tersebut, maka mereka tersesat dan menyesatkan, mereka meninggalkan amal dengan sebab pemahaman mereka yang salah maka mereka terpeleset. Kadang mereka mendakwa hal yang mereka pahami (dari kitab-kitab tersebut) dan mereka menisbahkannya sebagai keadaan bagi diri mereka sendiri.(UmdatulMurid ash-Shadiq, hal 185 Dar IbnHazm)