Al-Buwaithi (Murid Kesayangan Imam Syafi'i)

Beliau adalah Yusuf bin Yahya, Abu Ya'qub Al-Buwaithi. Nama panggilannya merupakan nisbah kepada Buwaith, salah satu daerah di Mesir Hulu yang masuk dalam Provinsi Bani Suwayf. Beliau belajar bersama Imam Syafii di Mesir dan menggantikan halaqah belajar dan ifta' setelah Imam Syafii wafat. Beliau adalah seorang Mujtahid lagi zuhud dan wara'. Banyak orang belajar padanya yang kemudian mereka menyebarkan mazhab Imam Syafii. Namanya sering disebut berulang-ulang dalam kitab-kitab mazhab Syafii.

Di antara karangannya adalah Al-Mukhtasar yang merupakan ringkasan dari kalam Imam Syafii. Beliau juga mempunyai kitab tentang Faraidh. Al-Buwaithi merupakan salah seorang yang paling muncul di antara perawi mazhab Jadid. Beliau dinilai sebagai salah seorang Mujtahid dalam mazhab.

Manakala terjadi kekacauan terkait kasus tuduhan Quran sebagai makhluk, beliau dibawa ke Baghdad, yaitu di masa Khalifah Al-Wasiq. Penolakannya terhadap pendapat Quran itu makhluk membuat beliau harus mendekat dalam penjara sampai akhirnya meninggal dalam penjara di tahun 231 H. Selama berada di penjara, tatkala beliau mendengar azan Jumat, beliau mandi dan memakai pakaian rapi hingga kemudian keluar ke pintu penjara dengan tujuan untuk menunaikan shalat Jumat. Namun ternyata dinding penjara menghalanginya. Di saat itu beliau berkata : "Ya Allah, Sesungguhnya aku telah menjawab seruanMu, namun mereka menghalangiku."

Imam Al Buwaithi mendapatkan kedudukan istimewa di sisi Imam Syafii dibanding muridnya yang lain, sehingga Imam Syafii sering mengalihkan urusan fatwa kepadanya. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dengan sanad yang bersambung kepada Rabi' bin Sulaiman Al-Muradi di mana Rabi' berkata : "Abi Ya'qub punya tempat khusus di sisi Imam Syafii. Terkadang saat seseorang datang untuk bertanya kepada Imam Syafii, beliau berkata ; "Silahkan bertanya kepada Abu Ya'qub." Setelah bertanya dan mendapatkan jawaban, kemudian menyampaikan kepada Imam Syafii. Maka beliau berkata : "Benar seperti apa yang dijelaskan olehnya (Al-Buwaithi)."

Terkadang ada aparat kepolisian yang datang meminta fatwa kepada Imam Syafii, maka Imam Syafii menghadapkan wajahnya kepada Imam Buwaithi dan berkata : "Ini (Al-Buwaithi) adalah lisanku."

Imam Syafii meminta kepada Al-Buwaithi untuk menggantikan perannya mengajar di halaqahnya saat beliau sakit. Hal itu ternyata terus berlanjut setelah wafatnya Imam Syafii. Terkait masalah ini, Al-Hafiz Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanad yang bersambung kepada Rabi' bin Sulaiman Al-Muradi yang berkata : "Manakala Imam Syafii sakit yang berujung kepada kewafatannya, datang Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam yang ingin menyelisihi Imam Buwaithi pada Majelis Imam Syafii, maka datanglah Al-Hamidi yang saat itu ada di Mesir berkata, Imam Syafii pernah menyampaikan bahwa tidak ada yang lebih berhak dengan majelisku dari Yusuf bin Yahya dan tidak ada dari muridku yang lebih alim darinya."

Dengan melihat kitab-kitab para Ulama penulis biografi dan sejarah yang membahas sosok Imam Buwaithi dan riwayat yang menceritakan tentang sosoknya, sangat jelas dipahami bahwa Al-Buwaithi merupakan yang paling alim dari murid Imam Syafii pada saat wafatnya Imam Syafii (204 H). Meskipun di kemudian hari, Al-Muzani dan Rabi' Al-Muradi telah mencapai suatu capaian besar dalam hal fiqh, khidmah mazhab, periwayatan dan mempertahankannya melebihi dari apa yang dicapai oleh Imam Al-Buwaithi. Apalagi keduanya sempat hidup lebih dari 30 tahun setelah wafatnya Al-Buwaithi, dan lagi pula kondisi Imam Buwaithi yang harus mendekam di penjara karena menolak pendapat Quran makhluk sampai akhirnya meninggal di dalamnya telah menghalangi kemungkinan kaum muslimin untuk dapat beristifadah dari ilmunya.

(Diterjemahkan dari kitab Al-Madkhal ila Mazhab Al-Imam As-Syafi'i)

Kelebihan Bulan Rajab, Simak Pengajian Abu MUDI


Post a Comment

0 Comments