Mana Yang lebih Utama : Ulama Batin Atau Ulama Dzahir?

Dalam hal ini Al- Muhaqqiq Ibnu Hajar Al – Haitami menyatakan:

Yang Anda maksud dengan ulama batin mungkin seperti yang langsung dipahami oleh ulama batin, yaitu para ulama yang makrifat kepada Allah. Allah memberinya taufik dengan keutamaan amal, menjaga mereka dari kesalahan dalam setiap hal mereka,kemudian Allah SWT.menyingkapkan tabir yang menutupi mereka. sehingga mereka beribadah kepada-Nya seolah-olah melihat-Nya, sibuk dengan kecintaan mereka kepada-Nya dan menyisihkan segala hal yang bukan Dia. Kemudian Allah SWT, menunjukkan kepada mereka keajaiban kerajaan-Nya dan keanehan hikmah-Nya, mendekatkan mereka pada sisi kekudusan-Nya, mempersilahkan mereka duduk di hamparan kemanjaan-Nya, memenuhi hati mereka dengan curahan lathifah-Nya dan keagungan-Nya, lalu Dia menjadikan hati tersebut sebagai pelita nur-Nya, sumber yang memancarkan rahasianya-rahasia-Nya,perbedaan makrifat kepada-Nya, harta karun kelembutan-Nya. Dengan itu semua,agama ini hidup,sementara para murid juga mendapatkan manfaatnya, orang orang yang butuh mendapatkan pertolongan mereka dan dengannya pula negeri-negeri mendapatkan kebaikan.

Demikian pula, mungkin anda maksud dengan ulama dzahir adalah para ulama yang menguasai rumus rumus ilmu yang bersifat perolehan, detail-detail kejadian yang bersifat perbuatan dan ucapan, penguasaan terhadap rumitnya pembuktian aqli dan naqli hinga mereka menguasai jalinan (pola) syariat yang menyelamatkan mereka dari salah jalan atau melakukan bidah yang sesat.

Jika dua pengertian ini yang Anda maksud, maka kelompok ulama yang disebutkan pertama (ulama batin) lebih utama dari pada ulama dzahir. Meskipun demikian, ulama yang disebutkan terakhir tetap mempunyai keutamaan, bahkan boleh jadi mereka lebih utama dari sisi tertentu. Kelebihan yang dimiliki oleh golongan yang pertama hanyalah dilihat dari kemampuan mereka dalam menetapi hal-Nya, sementara kelompok ulama dzahir juga memiliki keistimewaan, dengan catatan, dengan catatan mereka harus memiliki sifat adil (dalam arti mengamalkan ilmunya), karena kelompok yang kedua ini tidak turut serta dalam kelompok yang pertama dalam hal sifat kesempurnaan. Pasalnya, kaidah-kaidah ilmu yang sepi dari amal saleh pada hakikatnya ia hanyalah kedurhakaan yang mendatangkan kemurkaan. Maka dari itu hadits hadits sahih mengatakan, ulama yang tidak mengamalkan ilmunya diazab dengan azab yang membuat hati merinding dan membuat bingung pikiran. Inilah pendapat yang benar dalam masalah ini. Tentu apa yang kami sampaikan barusan bebeda dengan orang yang mengutamakan salah satu kolompok ulama secara mutlak tanpa menyinggung rincian seperti yang telah kami sampaikan.

أجب المحقق ابن حجر رضى الله عنه بقوله : إن اردت بعلماء الباطن ما هو المتبادر عنه أهله: وهم العارفون بالله تعالى الذي وفقهم الله عز وجل لأفضل الأعمال, وحفظهم من سائر المخالفات فى كل الأحوال, ثم كشف لهم الغطاء, يعبدوه كأنهم يرونه, واشتغلوا بمحبته عما سواه, واطلعهم على عجائب ملكه وغرائف حكمه, وقربهم من حضرة قدسه,واجلسهم على بساط أنسه, وملأ قلوبهم بصفات جماله وجلاله, وجعلهم مطالع أنواره, ومعادن أسراره, وخزائن معارفه, وكنوز لطائفه, وأحيابهم الدين ونفع بهم المريدين,وأغاث بهم العباد, وأصلح بهم البلاد.

وبعلماء الظاهر الذين عرفوا رسوم العلوم الكسبية, وعويصات الوقائع الفعلية والقولية, وغرائب البراهين العقلية والنقلية, حتى حفظوا سياج الشرع من أن يلم به طارق أو يخرقه مبتدع, ما رق. فالأولون أفضل, وإن كان للآخرين فضل عظيم. بل ربما كانوا أفضل من حيثية لا مطلقا, ومع ذلك فأفضلية الأولين على حالها, إذ قد يكون في المفضول مزية بل مزايا, هذا إن وجدت فى هؤلاء صفة العدال, والإ فلا مفاضلة, إذ لا مشاركة بينهم وبين الأولين في سيئ من صفات الكمال,لأن رسوم العلوم الخالية عن الأعمال الصالحة في الحقيقة مقت أي مقت, وغضب أي غضب, ومن ثم جاء في الأخبار الصحيحة من عقاب العلماء الذي لم يعلموا بعلمهم ما يدهش اللب ويحير الفكر. هذا هو الحق في هذه المسألة, خلافا لمن أطلق الكلام في تفضيل أحد الشقين, ولم ينح هذا التفضيل الذى أبديته.

Bughyatul Adzkiya’ Fi Bahtsi ‘An Karamatil Auliya,Hal 51, Syekh Muhammad Mahfudz bin Abdullah  At -Tarmasi,tanpa nama penerbit

Al Fatawa Al Haditsiyah Fatawa Haditsiyah ,Hal 406, Ibnu Hajar Al-Haitami,Cet Darul Ihya Thurast Araby.

 

 

Post a Comment

0 Comments