Point Penting Dibalik Pujian Imam Syafi’i Terhadap Imam Ahmad

Imam Ahmad bernama lengkap Abu Abdullah Ahmad Bin Muhammad Bin Hanbal Bin Hilal yang merupakan perintis mazhab yang dewasa ini dikenal luas dengan mazhab hanbali. Dalam riwayat perguruannya, Imam Ahmad dikenal dengan sosok yang begitu semangat dan antusias dalam mengarungi samudera keilmuan dari berbagai latar belakang guru. Mulai dari Sufyan Bin Uyainah hingga Muhammad bin Idris atau yang lebih masyhur dengan Imam Syafi'i. 

Ada kisah menarik bagaimana awal ketertarikan Imam Ahmad berguru pada Imam Syafi'i. Kisah ini diceritakan langsung oleh kolega Imam Ahmad sendiri yaitu Imam Al Humaidi (W. 219 H) saat keduanya berguru langsung kepada Sufyan Uyainah di Mekkah. 

Suatu hari Imam Ahmad berujar pada Imam Al Humaidi, “Tahukah engkau ya Humaidi, dalam pekarangan mesjidil haram ada seorang pemuda yang berasal dari suku Quraisy yang begitu 'alim, pakar dan ilmunya begitu dalam”. 

Siapa dia  ??. Balas Imam Humaidi dengan nada yang begitu penasaran akan sosok pemuda yang dimaksud. 

“Namanya Muhammad Bin Idris, aku dulu ketika masih bermukim di Irak, pernah menghadiri serta mendengar kajian yang beliau asuh. Ilmunya begitu luas nan dalam. Setiap penggalan kata yang terucap dari lisanya, begitu menusuk sanubariku”. Ungkapnya dengan gaya kagum. 

Karena rasa penasaran yang begitu kuat dan menggebu, keduanya (Imam Ahmad dan Al Humaidi) berinisiatif menghadiri halaqah Imam Syafi'i hingga beberapa waktu. Bahkan Imam Ahmad tetap konsisten dan istiqamah berguru kepada Imam Syafi'i hingga suatu ketika beliau mendapatkan pujian dari Imam Syafi'i. 

قال لنا الشافعي : أنتم أعلم بالحديث والرجال مني، فإذا كان الحديث صحيحا فأعلمونيكوفيا كان او بصريا او شاميا حتى أذهب اليه إذا كان صحيحا“

Imam Syafi'i pernah berujar pada kami, kata Imam Ahmad. 

“Engkau Ahmad jauh lebih memahami dan mendalami dariku dalam bidang hadits Rasulullah serta kondisi perawi-perawinya. Jika engkau mengetahui keberadaan hadits shahih pada satu kawasan, maka beri tahu padaku, akan ku jemput hadits dari perawinya. Baik itu di Kufah, Bashrah maupun di Syam sekalipun.”

Sekilas memang ucapan Imam Syafi'i diatas tidaklah sukar untuk dipahami. Hanya sebatas indikasi kelemahannya di bidang hadits sekaligus pengakuannya bahwa Imam Ahmad yang merupakan muridnya jauh lebih pakar darinya. Namun jika kita perhatikan lebih cermat dan dalam lagi satu persatu redaksi diatas, maka kita akan dihadapkan pada satu kerancuan. 

Bagaimana kerancuannya  ? 

Jika memang Imam mengakui dirinya kurang atau bahkan tidak mumpuni di bidang hadits, itu artinya perlu peran muhaddisin (pakar ilmu hadits) untuk memverifikasi serta menyeleksi kembali hadits-hadits yang dijadikan rujukan dan dalil dalam berbagai hukum yang beliau fatwakan ? 

Karena tidak menutup kemungkinan akan adanya hadits-hadits dhaif sebagai sumber istinbat. 

Maksudnya, bagaimana bisa sosok Imam Mujtahid Muthlaq tidak bisa memilah-memilih antara hadits shahih dan dhaif, bukankah syarat dan kriteria Mujtahid Muthlaq harus memahami betul berbagai disiplin ilmu termasuk ilmu riwayat dan dirayat hadits sebagai media ijtihad? 

Lantas apa point penting yang ingin diutarakan Imam Syafi'i dari statementnya? 

Setidaknya ada 3 point utama dari Imam, sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Akram Yusuf Umar al-Qawasimi :


1. Kalam Imam diatas hanyalah bentuk sikap tawadhu' darinya. Bukan ikrar akan kekurangannya di bidang hadits. Dan sikap ini sudah lumrah kita dapati pada pribadi para ulama. 

2. Jika pun itu kita artikan sebagai bentuk pengakuan, tapi pengakuan yang dimaksudnya ialah kepakaran Imam Ahmad akan hadits-hadits yang beliau riwayatkan dari ulama-ulama Irak. Sedangkan Imam Syafi'i jauh lebih memahami terhadap hadits-hadits yang berasal dari ulama-ulama Hijaz. 

3. Sebagai bentuk penegasan bahwa mazhab yang beliau kembangkan berlandaskan hadits-hadits nabi, juga sebagai bukti akan kecintaan dan rasa hormatnya terhadap sabda-sabda nabi dan ajakan untuk terus berkhidmat pada hadits-hadits Rasulullah. 


REFERENSI :

١). المدخل الى مذهب الإمام الشافعي للدكتور أكرم يوسف عمر القواسمي، ص :١٤٤  ١٤٥

٢). مناقب الشافعي للحافظ البيهقي، ج ١، ص


Posting Komentar

0 Komentar