Hari Raya Kurban atau Iduladha adalah salah satu hari
besar yang sangat dimuliakan dalam
Islam. Bertepatan pada tanggal 10 Dzulhijjah, saat jutaan umat Islam di seluruh
dunia menunaikan ibadah haji di Tanah Suci, sementara umat Islam di berbagai
penjuru bumi menyambutnya dengan salat Iduladha di kampung halamannya
masing-masing yang dilanjutkan dengan penyembelihan hewan kurban.
Idul Adha bukan sekadar hari raya biasa. Ia adalah simbol
kepasrahan, pengorbanan, dan ketaatan kepada Allah SWT, sebagaimana yang
dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS. Pelaksanaan
ibadah kurban setiap Iduladha seringkali memerlukan kerja keras dan koordinasi
yang baik dari panitia kurban, mulai dari pengumpulan hewan kurban,
penyembelihan, pemotongan, hingga pendistribusian daging kepada para penerima.
Namun, timbul problematika yang kerap menjadi pembahasan serius di tengah masyarakat:
Apakah panitia kurban boleh mengambil upah dari hasil kurban
itu sendiri?
Dalam pelaksanaan ibadah kurban, panitia atau pihak yang
membantu proses penyembelihan, pembagian, dan pengelolaan hewan kurban tidak
diperbolehkan mengambil upah dalam bentuk bagian dari daging kurban. Hal ini
sesuai dengan tuntunan syariat yang melarang menjadikan bagian dari kurban baik
daging, kulit, maupun lainnya sebagai kompensasi atau bayaran jasa. Jika ingin
memberikan upah kepada mereka, maka harus diambil dari dana lain di luar hewan
kurban itu sendiri, bukan dari bagiannya. Ketentuan ini bertujuan menjaga
kemurnian ibadah kurban sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah Swt tanpa
dicampuri unsur transaksi atau imbalan materi dari hasil kurban tersebut.
Dengan demikian, panitia kurban hanya boleh menerima hadiah
dari daging kurban saja, tidak boleh mengambil upah dari daging kurban. Panitia
dapat diberi upah dari dana pihak yang berkurban atau dari sumber lain yang
halal, asalkan tidak mengambil dari hewan kurban yang seharusnya disalurkan
kepada yang berhak menerimanya. Sebagai alternatif lain, lebih baik panitia
kurban dapat bekerja secara sukarela atau diupah dengan uang dari pihak yang
berkurban sebelum atau sesudah acara kurban dilaksanakan. Dengan demikian,
ketertiban pelaksanaan kurban dapat terjaga, dan syariat tetap terpenuhi.
1. Hasyiyah Al-Bajuri Ala Fathul Al-qarib bi Syarh Matn Al-Ghayah Wa At-Taqrib, Jld. II hal. 311, Cet, Dar al-Fikri(
( ويحرم أيضا جعله أجرة للجزار )لأنه في معنى البيع فإن أعطاه له لا على أنه أجرة بل صدقة لم يحرم وله إهداؤه وجعله سقاء أو خفا أو نحو ذلك كجعله فروة وله إعارته والتصدق به أفضل
2. Futuhat al-Wahhab bi-Tawzih Syarh Minhaj al-Tullab (Hasyiyah al-Jamal). Hal, Jld. 5 Cet, Beirut)
وَيَحْرُمُ عَلَيْهِ وَعَلَى وَارِثِهِ بَيْعُهُ كَسَائِرِ أَجْزَائِهَا وَإِجَارَتُهُ وَإِعْطَاؤُهُ أُجْرَةً لِلْجَزَّارِ انْتَهَتْ
0 Komentar