Amalan Yang Hanya Dapat Dikerjakan Oleh Rasulullah Saw


Amalan Yang Hanya Dapat Dikerjakan Oleh Rasulullah Saw


Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang panutan bagi seluruh umat Islam. Mengikuti nya merupakan salah satu prinsip penting dalam Islam. Bahkan seseorang baru dikatagorikan  taat kepada Allah subhanahu wata’ala dengan cara mentaati perintah Rasulullah Saw, sebagaimana  Allah berfirman dalam Al Quran surah Al-Nisa' [4] ayat: 80

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ

Artinya: “Barang siapa menaati Rasul, sesungguhnya ia telah menaati Allah SWT”

Kata “ittiba’” dalam bahasa Arab diterjemahkan dari kata “ ittibâ‘ ”. Ittiba’ adalah masdar dari kata kerja ittaba‘a - yattabi‘u, yang bermakna mencari-cari, mengikuti di belakang, menyusul, mengulangi, meneladani dan meniru. Sedangkan ittiba’ur Rasul bermakna mengikuti Rasulullah, menyusul jejak dan meniru tingkah lakunya. Cara menjunjung tinggi perintah Rasulullah SAW adalah mengikuti seluruh akhlak, etika dan suri tauladannya.

Amalan yang dilakukan Rasulullah SAW tentu sangat pantas ditiru dan di implementasi oleh setiap Muslim, baik seputar ibadah maupun kehidupan sehari-hari dalam interaksi sosial. Lantas, apakah semua perbuatan Rasulullah SAW merupakan syariat yang mana apabila jika kita mengikutinya maka akan mendapatkan pahala dari perbuatan tersebut?

Ternyata dari sekian banyak perbuatan nabi ada beberapa perilaku atau syariat hanya boleh bagi nabi Muhammad SAW, artinya kita tidak boleh melakukan perbuatan tersebut, hal ini tentulah wajar karena nabi makhluk yang mempunyai keistimewaan-keistimewaan tersendiri yang tidak ada pada nabi yang lainnya. Berikut beberapa perbuatan khusus bagi Baginda nabi Saw yang tidak boleh kita ikuti 

1.Boleh melakukan akad nikah tanpa wali karena tinjauan wali untuk menjaga kafaah (kesetaraan) sedangkan nabi merupakanorang yang paling tinggi kedudukannya.

2.Boleh melakukan akad nikah tanpa dihadiri saksi, bahkan boleh melakukan akad nikah tanpa ada saksi dan wali si perempuan.

3.Boleh melakukan akad nikah tanpa mahar, sehingga akad nikah semacam ini dikategorikan dalam menghibahkan sesuatu terhadap nabi, bahkan saat penyerahan boleh menggunakan lafaz hibbah tanpa perlu si wali perempuan mengucapkan lafaz nikah atau semaknanya.

4.Boleh menikahi janda tanpa izin persetujuan janda tersebut dan walinya.

5.Sah akad nikah dalam keadaan ihram, ada riwayat dari Ibnu Abbas mengatakan nabi menikahi maimunah padahal dirinya sedang dalam ihram 

6.Menjadikan merdeka seorang sahaya perempuan sebagai mahar di saat menikahinya

7.Tidak boleh menikahi hamba sahaya, walau hamba sahaya muslimah, karena seseorang merdeka boleh menikahi sahaya di ketika tidak sanggup membayar mahar perempuan merdeka, sedangkan nabi boleh menikahi seseorang tanpa mahar.

8.Boleh menikahi wanita non muslim.

9.Halal menikahi perempuan lebih dari empat orang

10.Langsung jadi status suami istri dengan sebab Allah mengawininya ,walau tanpa akad nikah.

11.Haram menikahi istri istri nabi setelah nabi wafat, karena para istri nabi digelar Ummul mukminin (ibunya orang yang beriman) yang otomatis seorang mukmin tidak boleh menikahi ibunya sendiri.

12.Boleh menjadi saksi untuk dirinya serta keturunannya.

13.Diterima kesaksian seseorang yang bersaksi untuk nabi.

14.Boleh mengambil makanan orang lain jika perlu, serta si pemilik maka wajib memberikannya.

15.Tidak gugur wuduknya dengan sebab tidur.

16.Haram menerima sedekah (Kecuali dalam bentuk hadiah).

17.Salat Dhuha, witir, berkurban, bersugi pada tiap-tiap shalat suatu kewajiban baginya.

18.Seorang yang  dipanggil oleh baginda, maka wajib baginya untuk menjawab panggilan walaupun dalam keadaan shalat kemudian boleh melanjutkan shalatnya tanpa mengulanginya lagi dari awal.

Tetapi perlu kita ketahui dari kebanyakan perbuatan yang dibolehkan bagi nabi, beliau memilih untuk tidak melakukannya, ini menandakan bahwa nabi dalam hidupnya tidak mengikuti hawa nafsunya. Dalam masa hidupnya beliau gunakan murni secara totalitas untuk menyampaikan risalah dan ajaran Islam kepada umat manusia.

Referensi:

Al-Syaikh, Abdullah bin Hija>zi bin Ibra>hi>m al-Sya>fi’i al-Azhari, Ha>syiah al-Syarqa>wi> ‘ala> Tuhfah al-Thulla>b bi Syarh Tahri>r Tanqi>h al-Luba>b, Jld. II, (Beirut: Da>r al-Fikr, 2014), h. 213.

Posting Komentar

0 Komentar