Muraja'ah Identitas Pelajar

Muraja'ah secara harfiayah diartiakan dengan mengulang-ngulang suatu pelajaran, mengulang pelajaran berarti mengkaji kembali apa yang sudah dipahami, sesuatu yang diulang-ulang pasti akan kokoh dan tetap, dapat disimpulkan bahwa sesuatu yang dikaji berulangkali pasti akan mendarah daging dengan keyakinan. Maka olehnya, muraja'ah merupakan suatu budaya yang tidak bisa dikesampingkan oleh penuntut ilmu manapun. Tiada satupun ulama yang  sukses dan para cendikiawan Islam yang melahirkan ribuan karya tanpa melalalui proses muraja'ah, karena dengan proses inilah, ilmu seseorang akan lebih terukur dan seimbang. Semua orang bisa menyelesaikan banyak pelajaran dalam sehari dan mempelajari banyak hal dalam waktu yang sama, karena memperkaya khazanah keilmuan merupakan indetitas penuntut ilmu. Maka tidak heran ada satu ungkapan "Belajarlah engkau seakan-akan diuji besok, muraja'ahlah seakan-akan engkau akan belajar selamanya".

Namun masalahnya bukan seberapa banyak yang kita ketahui, tetapi seberapa banyak yang kita ingat. Betapa menyedihkannya jika kita sebagai penuntut ilmu harus kembali ke-bab sebelumnya atau pelajaran sebelumnya, tidak hanya sekali, dua kali atau tiga kali, bahkan beberapa kali, karena setiap kali kita melupakannya maka suatu  kewajiban untuk mengulanginya. Itulah bentuk tanggung jawab seorang penuntu ilmu terhadap apa yang sudah ia pelajari. Bahkan bagaimana cerobohnya seorang penuntut ilmu jika ia sudah mempelajari suatu pelajaran, kemudian ia melupakannya. Maka tak heran banyak hadis dan ungkapan para ulama yang sangat tegas mengancam para penuntut ilmu yang menyia-yiakan ilmu begitu saja tanpa ada rasa tanggung jawab untuk mengulanginya kembali agar ilmunya tetap terjaga. Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud R.A[1]:

عن ابن مسعود رضي الله عنه قال: آفة العلم النسيان

Artinya: penyakit dari ilmu itu ialah lupa.

Maka strategi terbaik sebagai penuntut ilmu untuk mengatasi hal tersebut ialah muraja'ah (mengulangi pelajaran), karena dengan inilah kita bisa mengokohkan ilmu yang kita pelajari. Dalam Ta'lim al-Muta'allim karya Imam Zarnuji, beliau menjelaskan detail trik termudah dalam ber­-muraja'ah. Seorang penuntut ilmu hendaknya mengulangi pelajaran yang sudah ia pelajari kemarin sebanyak lima kali, kemudian pelajaran kemarin harinya lagi sebanyak empat kali, kemudian pelajaran hari dibelakangnya lagi sebanyak tiga kali, kemudian dua kali, kemudian satu kali dan seterusnya hingga pelajaran tersebut melekat dan benar-benar utuh dipahami. Mungkin dengan cara ini akan memudahkan kita untuk memahami dan mengusai pelajaran,dan dengan pertolongan Allah SWT. kita akan mengingatnya selalu dan terjauh dari kelupaan.[2]

Tidak hanya itu, muraja'ah merupakan salah satu bentuk tanggung jawab terhadap ilmu. Karena dengan muraja'ah, ilmu yang mulanya terasa asing akan terasa mudah dan pelan-pelan akan menjadi darah daging dengan kita. Muraja'ah juga akan menambah keyakinan terhadap ilmu yang dipelajari, mendapatkan celah-celah kekurangan yang sebelumnya tidak disadari sehingga dapat diperbaiki dipelajaran selanjutnya dengan cara bertanya kepada para guru yang lebih mengetahui, dan dengan muraja'ah berarti kita melatih keabsahan ilmu yang semula masih ragu-ragu. Proses dan tahap-tahap ini akan membuat keilmuan kita sekamin kokoh dan tidak lagi berada diambang keraguan.

Pada suatu hari diceritakan kisah Imam Malik yang dihadapkan dengan 40 pertanyaan, namun beliau hanya bisa menjawab satu diantaranya. Sedangkan 39 pertanyaan lain beliau menjawab dengan kalimat "saya belum tau", ini bukan pertanda beliau tidak bisa sama sekali, namun beliau belum melakukan muraja'ah terhadap pertanyaan yang dilontarkan kepadanya. Dapat disimpulkan bahwa muraja'ah merupakan perkara yang mestinya diprioritaskan sesudah kita mempelajari sesuatu dengan benar, walaupun ilmu tersebut sudah beberapa kali dipelajari, karena dengan murajaa'ah akan menambah keyakinan kita terhadap ilmu tersebut.

Dalam dunia pesantren muraja'ah sudah menjadi amanatyang wajib dalam setiap kajian, muraja'ah merupakan identitas atau ciri khas tersendiri dalam mempertahankan kokohnya keilmuan. Mengajar atau membuat kajian Tanpa muraja'ah suatu kecacatan dini dalam menyalurkan keilmuan. Mengkaji hal yang sama berulangkali bukanlah hal aneh dikalangan santri pesantren, karena belum tentukajian pertama akan sama dengan kajian kedua dan kajian kedua belum tentu sama juga dengan kajian selanjutnya. Ini tidak membuat para santri pesantren merasa bosan, malah menjadi pendorong kuat untuk mereka mengkaji hal tersebut hingga beberapa kali. Maka dengan ini sudah sepantasnya bagi pelajar untuk muraja'ah (mengkaji) ilmu yangdia pelajari serta mengulangnya hingga ia benar benar yakin terhadap keilmuan tersebut. 



[1]  Najmuddin al-Ghazi, Husnu al-Tanabbuh li mā Warada Min al-Tasyabbu, cet I (Syiria: Dar al-Nawādir) hal 545.

[2]Az-Zarnuji, Ta'lim al-Muta'allim,cet I (Haramain), hal. 34.

Posting Komentar

0 Komentar