Hikmah dibalik
penciptaan manusia dan jin adalah untuk beribadah
kepada Allah semata-mata. Dengan melakukan ibadah, seorang hamba mengakui bahwa
ada satu Zat yang harus disembah dan ditaati semua perintah-Nya yaitu Allah Subhanahuwata’ala.
Ibadah terbagi
dua bentuk:
1.
ibadah wajib
2.
ibadah sunah.
Ibadah wajib
adalah bentuk ibadah yang bila dikerjakan mendapat pahala dan bila ditinggalkan
mendapat dosa, seperti shalat lima waktu, puasa Ramadhan dan lain sebagainya.
Sedangkan ibadah sunah adalah ibadah yang bila dikerjakan mendapat pahala dan
bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, seperti shalat sunah rawatib, tarawih,
witir, dan banyak lagi bentuk ibadah sunah lainnya. Dalam beribadah, ada satu
hal yang selalu dituntut adanya, yaitu niat, sehingga bila tidak ada niat, maka
ibadah pun tidak sah. Bahkan Rasulullah SAW, sendiri pernah mengungkapkan bahwa
amalan harus dilandasi dengan niat, melalui sebuah hadist yang diriwayatkan
oleh Umar Ra, yaitu sebgai berikut:
عن
عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله رسول الله صلى الله عليه وسلم،
يقول:يا
أيها الناس، إنما الأعمال بالنية، وإنما لامرئ ما نوى، فمن كانت هجرته إلى الله
ورسوله، فهجرته إلى الله ورسوله، ومن هاجر إلى دنيا يصيبها أو امرأة يتزوجها،
فهجرته إلى ما هاجر إليه.
Artinya: “Dari Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia
berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya.
Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan
apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan)
Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan
siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang
ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan”.
Imam Jamaluddin al-Isnawi mengungkapkan dalam kitabnya “Mathali’
al-Daqaiq Fi Tahrir al-Jawami’ Ma’a al-Fawariq”, ada dua hikmah
diwajibkannya niat dalam setiap ibadah, yaitu sebagai berikut:
1.
Membedakan antara ibadah dengan adat
(rutinitas biasa)
Salah satu hikmahnya adalah untuk membedakan antara ibadah
dengan adat (kebiasaan), contoh seperti mandi, memberi harta kepada orang lain,
berdiam diri dalam mesjid, dan lain-lain. Untuk membedakan antara
mandi yang dilakukan sebagai
rutinitas sehari-hari dengan
mandi yang menjadi ibadah ialah dengan niat, seperti mandi dengan niat
menghadiri majlis ilmu, shalat jum’at, dan lain sebagainya. Memberi harta kepada orang lain juga dapat berbentuk ibadah dan
bukan ibadah.
Pemberian yang berbentuk ibadah seperti memberi dengan
niat sedekah, infak dan lain sebagainya. Sedangkan pemberian yang bukan
berbentuk ibadah adalah pemberian tanpa ada niat apapun. Begitu juga dengan berdiam
diri dalam mesjid, dengan berniat iktikaf, maka menjadi ibadah dan bila tidak
berniat iktikaf, maka tidak menjadi ibadah, seperti hanya duduk-duduk saja
tanpa berniat iktikaf.
2.
Membedakan kedudukan ibadah dan agar berbeda imbalan yang
diterima atas perbuatan ibadah yang dilakukan.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa ibadah terbagi dua:
wajib dan sunah. Kedudukan ibadah wajib lebih tinggi dan lebih besar pahala
mengerjakannya daripada kedudukan dan imbalan
ibadah sunah, bahkan menurut satu pendapat satu rakaat shalat wajib setara dengan
tujuh puluh rakaat shalat sunah. Hal ini dikarenakan ibadah sunah adalah
penyempurna bagi ibadah wajib, seperti shalat sunah rawatib, kedudukannya
adalah sebagai penyempurna atau penutup kekurangan yang terjadi dalam
pelaksanaan shlat fardhu.
Dengan niat, maka akan berbeda
kedudukan yang dikerjakan dan berbeda pula imbalan pahala yang didapatkan.
Seperti mengerjakan shalat dua rakaat setelah terbit fajar, kedua rakaat
tersebut boleh jadi shalat sunah fajar dan boleh jadi shalat fardhu subuh.
Untuk membedakannya perlulah niat, dengan niat wajib, maka shalat dua rakaat
yang dikerjakan berstatus shalat fadhu subuh yang kedudukannya lebih tinggi
serta imbalan pahala yang lebih besar. Sedangkan bila diniatkan sunah, maka
statusnya adalah shalat sunah fajar yang kedudukannya lebih rendah dan imbalan
pahalanya lebih rendah juga dibandingkan dengan shalat fardhu subuh.
Referensi:
Imam Jamaluddin al-Isnawi, Mathali’ al-Daqaiq
Fi Tahrir al-Jawami’ Ma’a al-Fawariq, Jld. 2, Cet. Ke-1 (Kairo: Dar al-Syuruq,
2007), h. 230.
الحكمة
من لزوم النية للأعمال الشرعية وحاجتها إليها:سبق أن ذكرنا أن كل عمل اختيارى لا ينفك عن نية
غالبا، ولا يخرج عن ذلك إلا فاقد العقل أو ما لا يعقل أصلا، كالبهائم، ولكن لما
كان مجال هذا البحث هو النية الشرعية، وهو القصد الخاص - كان لا بد وأن نوضح
الحكمة فى لزومها للأعمال الشرعية.
ويمكن
أن نجملها فيما يأتى:
أ.
تميز العبادات
عن العادات بتميز ماهية ما هو لله من العمل وما ليس له.
ب.
تمييز مراتب
العبادات فى أنفسها لتتميز مكافأة العبد على ما فعله، ويظهر قدر تعظيمه لربه
ومن
أمثلة الأول:
الغسل:
يكون تبردا أو عادة. - دفع الأموال: يكون صدقة شرعية، ومواصلة عرفية.الإمساك عن
المفطرات: تكون عبادة، وحاجة.حضور المساجد: يكون مقصودا للصلوات ولحاجة يجرى
مجرى الذات.
ومن
أمثلة الثانى:الصلاة تنقسم إلى فرض ومندوب، وكذلك القول فى قربات
المال، والصوم، والنسك؛ فشرعت النية لتمييز هذه الرتب.
0 Comments