Islam adalah agama yang
mengatur sedetail mungkin setiap
perihal dalam kehidupan, tiada satu pun hal yang luput dari ajarannya,
sehingga sangat layak Islam dikatakan sebagai "Rahmatan lil- alamin”, pada
pembahasan adab perjamuan misalnya, selain di sana terdapat adab dalam
mengundang tamu, namun juga dilengkapi dengan adab menerima undangan tersebut,
Imam al- Ghazali menyebutkan dalam Ihya Ulumuddin terdapat lima poin penting
mengenai adab menerima undangan.
Pertama, tidak membedakan antara undangan orang kaya dan orang
fakir miskin karena yang demikian merupakan takabur yang dilarangkan, salah
satu sifat takabur adalah menerima undangan dari orang kaya, namun menolak
undangan dari orang fakir miskin, karena hal tersebut menyalahi sunah. Nabi
saja seorang yang paling tinggi kedudukannya di dunia ini menerima undangan
dari budak dan orang-orang miskin, bahkan dalam satu hadis menjelaskan bahwa
nabi sangat mencintai orang miskin sehingga nabi berdoa supaya dihidupkan dalam keadaan miskin, diwafatkan
dalam keadaan miskin dan dibangkitkan bersama orang-orang miskin. Ketika
bersama dan memuliakan orang miskin seseorang tidak akan menambah popularitas
dan urusan dunia lainnya, karena memuliakan orang miskin itu murni karena Allah
serta orang miskin adalah orang yang diabaikan dan dipandang rendah dalam masyarakat,
sehingga nabi yang mulia dan terhormat duduk bersama orang miskin supaya mereka
lebih dianggap dan dihormati dalam
kehidupan.
Kedua, tidak menolak undangan dikarenakan tempat undangan tersebut
jauh, tetapi jika memang jarak tersebut mudah ditempuh dan dijangkau sebaiknya tetap diterima, karena nabi
memenuhi undangan dari seseorang yang kediamannya jauh dari rumahnya.
Ketiga, tidak menolak undangan dikarenakan berpuasa sunah, akan
tetapi tetap menghadirinya. Jika dengan membatalkan puasa dapat menyenangkan
saudara yang mengundang, lebih baik berbuka saja dan mengharap pahala layaknya mengharap pahala
ketika berpuasa serta berniat ketika berbuka untuk menyenangkan hati saudara
yang mengundang. Namun, jika dengan berbuka puasa tidak begitu pasti dapat
menyenangkan hati yang mengundang maka bersedekahlah dengan sesuatu pemberian
dan juga dibarengi dengan berbuka puasa.
Namun jika berat hati untuk berbuka puasa, dianjurkan untuk memberi alasan yang
tidak menyakiti perasaan orang yang
mengundang, karena nabi pernah menganjurkan bagi seseorang yang menolak
undangan karena berpuasa sunah untuk
mengatakan ٌإِنّي صَائِم (saya berpuasa).
Ibnu Abbas menyampaikan bahwa perkara paling baik adalah memuliakan
suatu majelis dengan berbuka puasa,
berbuka puasa ketika keadaan demikian adalah ibadat jika berniat seperti di atas
dan termasuk akhlak terpuji serta pahalanya lebih besar
dibandingkan pahala orang yang berpuasa.
Jika seseorang tersebut tidak berbuka puasa maka cara menjamunya bagi tuan
rumah adalah seperti memberikan minyak wangi, membakar bukhur (wewangian),
berbicara yang dapat menyenangkan hatinya, memberi celak, minyak rambut,
ataupun memberikan sesuatu yang disunahkan memakainya dan hal berharga lainnya
dan hal yang biasa dipraktikkan sekarang
adalah jika ada tamu yang berpuasa, maka makanan serta minumannya dibungkus
untuk dibawa pulang dan dicicipi ketika berbuka nantinya.
Keempat, dianjurkan untuk menolak undangan jika makanan yang
dihidangkan adalah makanan syubhat (tidak jelas makanan tersebut, apakah halal
ataupun haram) atau tempat duduk yang disediakan tidak halal atau terdapat sesuatu yang
mungkar di sana seperti tempat duduk yang terbuat dari sutra, wadah makanan dan
minumannya terbuat dari perak, atau adanya gambar-gambar binatang di atap atau
di dinding tempat tersebut, atau
mendengar sesuatu berupa hiburan yang berupa nyanyian atau adanya permainan
alat musik dan pertunjukan humor, terdengarnya gibah , adu domba, perkataan
yang dusta, dan perbuatan yang berdosa serta hal- hal yang menyamai demikian,
yang semuanya merupakan perbuatan yang terlarang dalam agama baik diharamkan ataupun dimakruhkan.
Kelima, tidak bermaksud
ketika menerima undangan untuk memenuhi keinginan syahwat/mengenyangkan perut,
karena yang demikian merupakan tanda mencapai keinginan dunia, namun
memperbagus niat untuk menggapai akhirat yakni berniat untuk mengikuti sunah
nabi serta berniat untuk memuliakan saudaranya yang mukmin karena nabi
mengatakan "Siapa yang menyenangkan saudaranya, maka Allah akan
menyenangkannya" dan berniat ketika menerima undangan untuk mengunjungi
saudara, karena syarat pada kecintaan adalah saling berkunjung dan saling
memberi, juga berniat supaya terpelihara dari
adanya sangkaan yang buruk ketika menerima suatu undangan dan terhindar
daripada ucapan yang tidak menyenangkan seperti dianggap sombong, buruk akhlak
,menghinakan saudara seislam dan anggapan lainnya, karena ketika menolak
undangan tersebut, kemungkinan besar akan adanya anggapan yang demikian.
Sumber: Ihya Ulumiddin, jld, 2 , hal. 15-17 cet. Dar al- Fikri
0 Komentar